MAL (surat kabar)
MAL pada umumnya terdiri dari 16 halaman dengan sirkulasi mingguan mencapai 2.500 eksemplar. Kantor utamanya terletak di Palu, Sulawesi Tengah, dan didistribusikan ke kota-kota di sekitarnya seperti Donggala, Parigi, Poso, Luwuk, Tolitoli, Buol, antar pulau seperti Kalimantan, hingga Jakarta. 15 orang jurnalis bekerja untuk MAL: delapan di Palu dan tujuh lainnya di luar Palu. Kebanyakan adalah mahasiswa universitas dan anggota Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). Pada tahun 2002, 90% dari jurnalis dan editor MAL telah menjalani pelatihan jurnalis yang dilaksanakan oleh British Council.[3] Pergantian NamaDalam mengikuti perkembangan teknologi informasi, Media Alkhairaat sendiri hadir sebagai transformasi dari media cetak (koran) yang telah beberapa kali mengalami perubahan nama. Koran Media Alkhairaat sendiri mulai diterbitkan tahun 1971. Sejak pertama kali terbit hingga saat ini, Media Alkhairaat telah mengalami beberapa kali perubahan nama. Pertama, Surat Kabar Mingguan (SKM) Alchairaat, yang terbit dengan format semi tabloid sejak tahun 1971 hingga pertengahan tahun 1990-an; Kedua, berubah nama menjadi Tabloid Berita Mingguan (TBM) Alkhairaat dengan format tabloid, sejak pertengahan tahun 1990-an hingga tahun 2000; Ketiga, berubah lagi menjadi Koran MAL, akronim dari “Koran Mingguan Alkhairaat”, sejak tahun 2001 hingga 2007. Mulai 19 Mei 2008, Media Alkhairaat berubah nama untuk keempat kalinya dengan nama “Harian Umum Media Alkhairaat”, sebelum akhirnya bertransformasi menjadi portal berita dengan nama Media Alkhairaat (media.alkhairaat.id). Tepat pada tanggal 18 Oktober 2021, Media Alkhairaat dinyatakan TERVERIFIKASI FAKTUAL oleh DEWAN PERS Kebijakan editorialRafiq Yahya, seorang editor MAL menjelaskan bahwa "Yayasan Alkhairaat memberikan kebebasan kepada editor dan jurnalis sehingga MAL dapat mempertahankan independensi mereka. MAL menyediakan kolom berita untuk pembaca Muslim Moderat hingga garis keras, begitu pula dengan pembaca MAL yang memeluk agama Kristen. Saat konflik Poso terjadi, mereka —pembaca Kristen— sangat senang atas kenyataan bahwa MAL menyediakan kolom berita untuk mereka di koran". Selama konflik Poso, MAL membentuk tim untuk melaporkan kisah dan berita tentang konflik. Para jurnalis di tim ini memiliki hubungan yang baik dengan umat Muslim dan Kristen. Setelah tim menuliskan sebuah laporan, editor mengumpulkan berita dan menyunting beberapa kata dalam rangka untuk memberikan laporan yang lebih baik. Seorang jurnalis lokal yang meliput konflik di Poso dan sekarang bekerja untuk Trans TV, menyatakan bahwa sebagai seorang jurnalis MAL, ia dan koleganya selalu berusaha mewawancarai para pihak yang terlibat, pengungsi, dan orang-orang yang mengetahui jalannya konflik dengan baik. Ia menekankan, "saya tidak ingin memiliki narasumber yang tidak paham apa yang terjadi di Poso. Kami tidak bergantung pada wawancara melalui telepon, tetapi kami harus memastikan bahwa narasumber tersebut benar-benar berada di Poso saat konflik terjadi".[4] Dalam sebuah studi pada tahun 2006 tentang pemberitaan media terhadap kerusuhan Poso, MAL lebih provokatif dibandingkan dua media lain yang diteliti, Manado Post dan Kompas.[5] ReferensiBacaan lebih lanjut
|