Larangan SWIFT terhadap bank-bank RusiaLarangan SWIFT terhadap bank-bank Rusia adalah tindakan pemberian sanksi kepada Rusia yang dilakukan oleh Uni Eropa dan NATO sebagai upaya untuk mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina. Sanksi ini kedepannya akan membatasi akses Rusia ke sistem transaksi keuangan SWIFT dengan tujuan untuk melemahkan ekonomi negara tersebut. Latar belakangSWIFT adalah instansi keuangan yang dimanfaatkan oleh banyak lembaga keuangan di lebih dari 200 negara, termasuk Rusia. Mereka menawarkan sistem perpesanan yang aman untuk memfasilitasi transfer uang lintas batas.[1] Menurut Asosiasi SWIFT Nasional Rusia, negara tersebut memiliki sektiar 300 bank yang terkoneksi dengan SWIFT, di mana lebih dari setengah lembaga kredit Rusia terwakili di SWIFT. Menurut catatan, Rusia adalah negara yang memiliki basis pengguna tertinggi kedua setelah Amerika Serikat.[2] Dampak dari sanksi ini secara kasar adalah transaksi pembayaran antar bank yang dilakukan Rusia akan menjadi lebih rumit, selain itu akan berkurangnya kemampuan negara untuk memperdagangkan barang dan menukar mata uang secara signifikan, sehingga memungkinkan pembayaran hanya dapat dilakukan secara tunai.[3][4] Linimasa24 FebruariPada awal invasi berlangsung, Pemerintah Ukraina melalui Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba meminta supaya Rusia dilarang menggunakan SWIFT.[5] Ia mengusulkan untuk memberikan sanksi yang bersifat destruktif terhadap Rusia segera, meliputi pengecualian dari sistem perbankan SWIFT, isolasi total dalam semua format, penyediaan senjata, peralatan serta bantuan kemanusiaan.[5] Bersamaan dengan permohonan tersebut, Kuleba meminta mitra Ukraina untuk memutuskan seluruh hubungan diplomatik dengan Rusia.[5] Tetapi, negara anggota UE lainnya menolak, dengan alasan pemberi pinjaman Eropa memegang $30 miliar dalam eksposur bank asing ke Rusia dan juga Rusia telah mengembangkan alternatif SPFS.[6] 25 FebruariSelain Ukraina, negara Prancis melalui menteri keuangannya, Bruno Le Maire mendesak Rusia agar dikeluarkan dari SWIFT dengan alasan yang sama. Le Maire mengemukakan larangan SWIFT merupakan upaya terakhir yang mereka sebut sebagai "senjata nuklir finansial". Di lain pihak, Jerman, diwakili Kanselir Olaf Scholz, mengatakan bahwa mereka menahan diri untuk tidak mengecualikan Rusia karena gas Rusia menyumbang sebagian besar pasokan energi ke Jerman dan bagian Eropa lainnya.[6] Gagasan mengecualikan Rusia juga didukung oleh Presiden AS Joe Biden, yang mengatakan larangan tersebut kemungkinan dilakukan, meskipun menurutnya tidak mewakili semua suara negara-negara Eropa.[6] Menyusul pasca diskusi tersebut, Menteri Keuangan Federal Jerman Christian Lindner menegaskan kembali bahwa mereka tidak keberatan dengan sanksi tersebut. Lindner mengatakan bahwa Jerman siap mengecualikan Rusia dari SWIFT, tetapi konsekuensinya terhadap perekonomian negara perlu diperhitungkan terlebih dahulu.[7] Dukungan pemberian sanksi ini diperoleh penuh dari negara-negara Baltik.[8] 26 FebruariPada 26 Februari 2022, Siprus, Italia, Hungaria, dan Jerman mengonfirmasi bahwa mereka tidak akan memblokir pengecualian Rusia dari SWIFT.[9] Pejabat AS dan rekan-rekan UE mereka pada awalnya mempertimbangkan keterlibatan bank dan organisasi individu, dan seluruh ekonomi Rusia.[10] Amerika Serikat juga memberlakukan sanksi lain terhadap Rusia, menargetkan sektor perbankan, teknologi, dan kedirgantaraan Moskow.[11] 1 MaretUni Eropa, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat menyettujui pemberian sanksi yang mengakibatkan penghapusan akses ke SWIFT terhadap tujuh bank di Rusia: Bank Otkritie, Novikombank, promsvyazbank, Rossiya Bank, Sovkombank, VEB dan VTB.[12] Duta besar UE telah memutuskan untuk tidak memberlakukan pembatasan pada bank terbesar negara tersebut, Sberbank, yang sebagian dimiliki oleh raksasa gas Rusia Gazprom.[13] Tetapi pada 31 Mei UE akhirnya menghapus Sberbank dari SWIFT sebagai bagian dari paket sanksi ke-6.[14] Referensi
|