KriptomnesiaKriptomnesia terjadi ketika memori yang terlupakan kembali tanpa disadari oleh orang yang bersangkutan, yang mempercayai bahwa memori tersebut merupakan suatu hal baru dan pertama kalinya. Kriptomnesia adalah deviasi dari pola sistematik memori (memori bias), yang seseorang mungkin salah mengiranya sebagai penciptaan pemikiran, ide, nada, atau lelucon,[1] bukan secara sengaja melakukan plagiarisme, melainkan mengalami pengalaman memori seolah-olah hal tersebut sebuah inspirasi baru. Penggunaan awalContoh dokumentasi pertama kriptomnesia terjadi pada tahun 1874 melalui perantara Stainton Musa.[2][3] Kata itu pertama kali digunakan oleh psikiater Théodore Flournoy,[4] merujuk pada kasus yang menimpa Hélène Smith (Catherine-Élise Müller), untuk menunjukkan tingginya insiden dalam psikisme "memori laten pada sebagian perantara yang muncul, sering kali penampilannya diubah oleh imajinasi atau penalaran yang berada di bawah ambang batas persepsi kesadaran, seperti yang sering terjadi di dalam mimpi." Carl Gustav Jung mengambil kriptomnesia sebagai subyek dalam tesisnya, On the Psychology and Pathology of So-Called Occult Phenomena (1902) (fenomena gaib dalam psikologi dan patologi)[5] dan di dalam sebuah artikel berjudul kriptomnesia, Cryptomnesia (1905),[6] yang mengimplikasikan fenomena kriptomnesia dalam karya Friedrich Nietzsche berjudul Thus Spoke Zarathustra (Maka Berbicaralah Zarathustra). Gagasan tersebut dipelajari atau disebut oleh Adipati Géza (Géza Dukes), Sándor Ferenczi dan Wilhelm Stekel, serta Sigmund Freud saat membicarakan mengenai keaslian penemuan mereka.[7] Penelitian eksperimentalDalam studi empiris pertama mengenai kriptomnesia, orang-orang di dalam kelompok secara bergantian menciptakan sebuah contoh kategori (misalnya, jenis burung: burung beo, kenari, dll.). Mereka kemudian diminta untuk membuat eksemplar baru dalam kategori yang sama, yang belum dihasilkan sebelumnya, dan juga menyebutkan kembali kata-kata yang telah mereka hasilkan. Para peserta studi tersebut secara tidak sengaja menjiplak sekitar 3-9% kali, baik menyebut ulang apa yang telah dihasilkan oleh orang lain, atau telah salah menyangka apa yang telah disebutkan oleh orang lain sebagai hasil mereka sendiri.[8] Efek yang sama juga direplikasi menggunakan percobaan-percobaan lain seperti teka-teki pencarian kata (word search puzzles)[9][10] dan dalam sesi brainstorming.[11] Penelitian telah dapat membedakan dua jenis kriptomnesia, meskipun keduanya sering dipelajari bersama-sama. Perbedaan antara kedua jenis plagiarisme ialah pada memori bias yang bertanggung jawab/mendasarinya—secara spesifik, apakah memori yang terlupakan, ataukah diri pemikirnya? Jenis bias pertama ialah sisi keakraban seseorang. Plagiator menghasilkan ulang sebuah ide yang sudah pernah disampaikan sebelumnya, namun mempercayai bahwa ide tersebut adalah ciptaannya yang original. Ide yang direproduksi itu bisa jadi merupakan ide orang lain, atau seseorang memiliki ide tersebut di waktu sebelumnya. B. F. Skinner menceritakan pengalamannya dalam plagiarisme diri sendiri:
Jenis kriptomnesia yang kedua ialah hasil kesalahan penciptaan, dimana ide-ide orang lain diingat sebagai ide sendiri. Dalam kasus ini, pihak plagiator menyadari sepenuhnya bahwa ide tersebut berasal dari waktu sebelumnya, tetapi salah mengingatnya sebagai asal ide tersebut (atau, mengalami kehilangan memori tertentu saat menghadapi hal tersebut di media cetak atau dalam percakapan, menganggap bahwa ide itu bagi pihak plagiariator merupakan ide asli mereka). Berbagai istilah telah diciptakan untuk membedakan antara kedua bentuk plagiarisme yang terjadi - pelupaan kejadian vs. sumber pelupaan, dan kesalahan penciptaan vs. pengakuan kesalahan. Dua jenis kriptomnesia muncul masing-masing secara independen: tidak ada hubungan yang ditemukan di antara tingkat kesalahan[13] dan dua jenis kriptomnesia tersebut dipicu oleh penyebab yang berbeda.[14] PenyebabKriptomnesia mungkin lebih besar terjadi ketika kemampuan memantau secara benar mengalami gangguan. Sebagai contoh, orang-orang akan lebih cenderung melakukan salah klaim atas suatu ide sebagai milik sendiri ketika mereka berada di bawah tekanan kognitif yang tinggi pada saat mereka menemukan ide tersebut pertama kali.[15] Plagiarisme meningkat ketika orang-orang berada jauh dari sumber ide tersebut, dan menurun ketika pihak yang bersangkutan secara khusus mendapat instruksi untuk memperhatikan asal-usul ide mereka. Kejadian salah klaim juga lebih lazim untuk ide-ide original yang diciptakan dari orang-orang yang berjenis kelamin sama, asumsinya karena kesamaan persepsi diri terhadap orang-orang yang mempunyai gender yang sama memperburuk sumber kebingungan. Dalam studi-studi lain telah ditunjukkan bahwa waktu ide juga penting: bila orang lain telah menghasilkan ide segera sebelum dirinya menghasilkan ide, maka ide orang lain itu kemungkinannya akan diklaim sebagai ide orang lain itu sendiri, seolah-olah karena orang lain tersebut sudah terlalu sibuk mempersiapkan giliran mereka untuk memantau sumber informasi secara benar.[butuh rujukan] NilaiSeperti yang dijelaskan oleh Carl Jung[16] dalam tulisannya Man and His Symbols (pria dan simbol-simbolnya), "Seorang penulis dapat menulis secara terus menerus mengenai rencana yang telah ia buat sebelumnya, menyusun sebuah argumen atau mengembangkan suatu garis cerita ketika ia tiba-tiba lari dari apa yang telah direncanakannya tersebut. Barangkali ide-ide segar telah datang kepadanya, atau ia tengah melihat gambaran yang berbeda, atau keseluruhan sub-plot yang baru. Jika ditanyakan kepadanya apa yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi, ia tidak akan mampu untuk memberitahukan penyebabnya. Ia bahkan mungkin tidak menyadari perubahan yang terjadi, meskipun sekarang ia telah menghasilkan karya yang sepenuhnya baru dan tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Namun hal ini kadang-kadang ditunjukkan secara meyakinkan bahwa, apa yang telah ia tulis memiliki kesamaan yang mencolok dengan karya penulis lain - sebuah karya yang dipercaya belum pernah dilihatnya." Sebuah cerita karya Jorge Luis Borges, Pierre Menard, Author of the Quixote (Pierre Menard, pengarang Quixote), adalah sebuah karya meta-fiktif mengenai keadaan kriptomnesia. Karya ini ditulis dalam bentuk review atau literatur kritik tentang Pierre Menard yang dalam dunia nyata sebenarnya tidak ada/non-eksis. Cerita tersebut dimulai dengan pengenalan singkat dan daftar semua karya yang diciptakan Menard. Ulasan Borges yang menjelaskan penulis Prancis abad ke-20 ini (Menard), telah membuat upaya yang lebih jauh dari sekadar menerjemahkan Don Quixote, tetapi telah membenamkan dirinya sendiri sehingga benar-benar dapat menciptakan kembali tulisan tersebut, baris per baris, dalam karya original abad ke-16 berbahasa Spanyol. Sehingga, Pierre Menard sering digunakan untuk mengajukan pertanyaan dan diskusi tentang sifat alami terjemahan yang akurat, atau dalam kasus ini, hermeneutika kriptomnesia. KasusNietzscheJung memberikan contoh berikut dalam Man and His Symbols.[17] Buku Friedrich Nietzsche, Thus Spoke Zarathustra mencakup hampir kata demi kata, terhitung sebagai sebuah insiden, yang terdapat juga di dalam sebuah buku yang diterbitkan sekitar tahun 1835, setengah abad sebelum Nietzsche menulis bukunya itu. Hal ini tidak dapat dianggap sebagai plagiarisme terencana ataupun murni sebagai suatu kebetulan: adik Nietzsche menegaskan bahwa ia telah membaca tulisan asli karya Nietzche ketika ia berusia sebelas tahun; dan kecakapan intelektual muda Nietzsche, degenerasi kognitif yang kemudian diderita Nietzche akibat neurosifilis, dan penurunan psikologis yang menyertainya (secara khusus, meningkatnya subtipe delusi yang dialami Nietzsche seperti yang termanifestasi dalam perilaku dan tulisannya kemudian) bersama-sama memperkuat kemungkinan bahwa yang terjadi ialah bahwa bagian dalam tulisan itu terekam dalam memori Nietzsche saat ia mulai membacanya dan kemudian, setelah ia mengalami kehilangan memori dan setelah ia berhasil mengatasinya, ia mengasumsikan bahwa pikirannya sendiri yang telah menciptakan bagian tersebut.[18] ByronDalam beberapa kasus, garis antara kriptomnesia dan zeitgeist (membandingkan dengan konsep penemuan multiple (multiple discovery concept) dalam ilmu sains yang menyatakan sebuah hipotesis bahwa hampir sebagian besar dari penemuan ilmiah dibuat secara independen dan kurang lebih secara simultan oleh beberapa ilmuwan atau penemu) mungkin agak kabur. Pembaca drama kloset karya Lord Byron berjudul Manfred, mencatat kemiripan yang kuat antara karya tersebut dengan karya Goethe berjudul Faust. Dalam sebuah review yang dipublikasikan pada tahun 1820, Goethe menulis "tragedi Byron, Manfred, bagi saya merupakan suatu fenomena yang indah, dan salah satu yang sangat menyentuh saya. Penyair intelektual tunggal itu telah mengambil Faustus milik saya untuk dirinya sendiri, dan mengambil darinya sesuatu yang aneh untuk selera humornya yang melankolis. Dia telah menggunakan prinsip mendorong maju dengan caranya sendiri, untuk tujuannya sendiri, sehingga tidak ada satu pun dari karya tersebut yang tetap sama; dan hal ini terutama merupakan alasan yang membuat saya tidak bisa mengagumi kejeniusannya."[19] Byron rupanya berterima kasih atas pujian tersebut; namun, ia mengklaim bahwa ia tidak pernah membaca Faustus. BarrieJ. M. Barrie, pencipta Peter Pan, menyadari adanya kriptomnesia. Dalam Peter and Wendy,[20] Wendy menjahit bayangan Peter kembali dan hal ini membuat Peter sangat bahagia, namun Peter segera berpikir bahwa ia yang telah melekatkan bayangannya sendiri: “Betapa pandainya saya,” Peter bergumam dengan penuh keterpesonaan, “oh, berkat kepandaian saya!” Peter menunjukkan sebuah keanehan akurat klinis lain dari aspek memori, yang menunjukkan bahwa Barrie menentukan perilaku Peter tersebut sebagai suatu gangguan memori, dan bukanlah suatu ciri keberpusatan pada diri sendiri (self-centredness).[21] KellerHelen Keller meragukan kredibilitas diri serta gurunya dalam suatu insiden kriptomnesia yang telah disalahartikan sebagai plagiarisme.[22] The Frost King, sebuah karya yang ditulis Keller berdasarkan memori yang terkubur dari dongeng yang dibacakan untuknya empat tahun sebelumnya, menyebabkan Keller gugup, dan tidak mampu menulis karya fiksi selama sisa hidupnya.[23] StevensonRobert Louis Stevenson mengacu pada insiden kriptomnesia yang berlangsung selama penulisan karya Treasure Island, dan bahwa ia menemukan rasa malunya beberapa tahun sesudahnya:
HarrisonPreseden undang-undang hak cipta Amerika Serikat, sejak tahun 1976, telah berfungsi mengatasi dugaan kriptomnesia dengan bentuk penanganan yang tidak berbeda dari penanganan plagiarisme yang disengaja. Kasus yang kemungkinan berkembang di masa depan ialah kasus Bright Tunes Music v. Perusahaan penerbitan musik Harrisongs,[25] penerbit album He's So Fine, ditulis dan disusun oleh Ronald Mack, menunjukkan kepada pengadilan bahwa George Harrison meminjam sebagian substansial dari lagu yang diciptakannya My Sweet Lord dari album He's So Fine tersebut. Pengadilan tetap mengenakan ganti rugi meskipun klaim penyalinan yang dilakukan diakui berada di bawah sadar. Kejadian yang berlaku itu dikuatkan juga dengan kasus Second Circuit pada ABKCO Music v. Perusahaan penerbitan musik Harrisongs,[26] dan kasus Three Boys Music v. Michael Bolton,[27] diteruskan dengan Ninth Circuit, menegaskan esensi yang terjadi. McCulloughPada tahun 1987, penulis Australia Colleen McCullough menerbitkan sebuah novel, The Ladies of Missalonghi (wanita Missalonghi). Para kritikus menuduh bahwa ia telah menjiplak Blue Castle (kastil biru), novel pada tahun 1926 karya L. M. Montgomery. McCullough mengakui telah membaca karya-karya Montgomery di masa mudanya, tetapi mengatributkan kesamaan yang terjadi itu pada pengumpulan kembali ingatan bawah sadar.[28] EcoDalam Interpretation and Overinterpretation, Umberto Eco menjelaskan penemuan kembali sebuah buku antik di antara koleksi besarnya, yang secara menakutkan mirip dengan objek yang sangat penting dalam novelnya The Name of the Rose.
Lihat juga
Referensi
Pranala luar
|