Godefroy dari Bouillon

Godefroy dari Bouillon
Godefroy dari Bouillon dalam Roman de Godefroy de Bouillon karya Maître du Roman de Fauvel, sekitar 1330
Penguasa Yerusalem
Berkuasa22 Juli 1099 – 18 Juli 1100
PenerusBaudouin I
Adipati (Duc) Lorraine Hilir
Berkuasa1089–1096
PendahuluConrad
PenerusHeinrich
Kelahiransekitar 1060
Boulogne, Flandria
Kematian18 Juli 1100 (umur 39–40)
Yerusalem, Kerajaan Yerusalem
Pemakaman
WangsaFlandre
AyahEustache II
IbuIde dari Lorraine
AgamaKatolik Roma

Godefroy dari Bouillon (bahasa Inggris: Godfrey, bahasa Belanda: Godfried, bahasa Jerman: Gottfried, bahasa Latin: Godefridus Bullionensis; 1060 – 18 Juli 1100) adalah seorang bangsawan Prancis[1][2] yang menjadi salah satu pemimpin terkemuka Perang Salib Pertama dari pihak Kristen. Meski banyak yang menyebutnya sebagai raja lantaran statusnya sebagai penguasa pertama Kerajaan Yerusalem, yakni dari tahun 1099 hingga 1100, Godefroy sendiri sengaja menghindari untuk menggelari dirinya sebagai raja dan lebih memilih disebut Advocatus Sancti Sepulchri atau Pendukung Makam Suci.[3][4] Godefroy sendiri tidak menikah dan tidak memiliki anak, sehingga kepemimpinan Kerajaan Yerusalem sepeninggalnya diserahkan kepada adik kandungnya, Baudouin (Baldwin) I.

Latar belakang

Keluarga

Godefroy (Godfrey) lahir sekitar tahun 1060-an. Dia kemungkinan lahir di Boulogne-sur-Mer, meski kronik abad ke-13 menyebutkan bahwa tempat kelahirannya adalah Baisy (Brabant Walonia pada masa modern).[5] Ayahnya adalah Eustache II yang merupakan seorang Comte (Inggris: Count) atas wilayah Boulogne (wilayah bawahan Kerajaan Perancis yang terletak di bagian utara).[6]

Ibu Godefroy adalah Ide, putri dari Godefroy (Gottfried) III yang merupakan seorang Duc (Inggris: Duke) atas wilayah Lorraine Hilir (terletak di Belanda modern), negara bawahan Kekaisaran Romawi Suci. Godefroy III adalah putra dari Gotzelo I. Ide memiliki seorang saudara kandung laki-laki, juga bernama Godefroy sebagaimana ayah mereka, yang menjadi Duc Lorraine Hilir dari tahun 1069 dan bergelar Godefroy IV, juga dikenal sebagai Godefroy si Bungkuk. Setelah ibu kandung Ide meninggal pada 1053, Godefroy III menikah dengan Beatrice dari Bar. Godefroy III sendiri adalah suami kedua Beatrice.

Godefroy dari Bouillon memiliki seorang kakak laki-laki, namanya Eustache seperti ayah mereka, yang kemudian mewarisi posisi Comte Boulogne sebagai Eustache III. Dia juga memiliki adik laki-laki bernama Baudouin (Baldwin).

Karir politik

Godefroy yang bukan putra sulung memiliki peluang politik lebih sedikit dibanding kakaknya yang merupakan pewaris takhta Comte Boulogne. Namun Godefroy si Bungkuk yang tidak memiliki keturunan mengajukan Godefroy sebagai pewarisnya atas Lorraine Hilir. Pada masa itu, Lorraine Hilir memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai wilayah pembatas antara Kerajaan Perancis dan negeri-negeri Jerman. Namun Kaisar Romawi Suci saat itu, Heinrich IV menunjuk putranya sendiri, Conrad, sebagai Duc Lorraine Hilir yang baru. Godefroy sendiri hanya mendapatkan wilayah Bouillon dan Antwerp, diduga untuk menguji kesetiaannya. Godefroy sendiri berada di pihak Heinrich IV saat sang kaisar berselisih dengan Paus Gregorius VII pada Kontroversi Penobatan, sebuah konflik pada abad ke-11 dan 12 antara paus dan para penguasa Eropa terkait kewenangan dalam penobatan pejabat-pejabat gereja. Godefroy juga membersamai Heinrich IV dalam menghadapi Rudolf, Herzog (Duke) Schwaben, juga saat pendudukan Roma.

Dalam mempertahankan wilayahnya, Godefroy sendiri mendapat tantangan dari Albert III (cucu Gotzelo I) yang mengklaim kepemimpinan kawasan Bouillon. Klaim Albert III didukung oleh Matilde dari Toskana, putri Beatrice dari Bar dari pernikahan pertamanya, dan beberapa tokoh bangsawan dan gereja. Godefroy sendiri didukung kedua saudara lelakinya. Uskup Liège berhasil mendamaikan kedua belah pihak pada 1086 dan memenangkan klaim Godefroy atas kepemimpinannya atas wilayah-wilayah yang disengketakan, termasuk kawasan Lorraine Hilir.

Perang Salib Pertama

Tahun 1095, Paus Urbanus II menyerukan aksi militer untuk mengambil alih Yerusalem dan membantu Kekaisaran Romawi Timur yang telah kehilangan sebagian besar wilayahnya oleh Kekaisaran Turki Seljuk. Godefroy menjual atau menggadaikan sebagian besar tanah kepemilikannya pada Uskup Liège dan Verdun untuk mendanai perekrutan tentara, kemudian bergabung dengan dua saudaranya yang juga turut serta dalam Perang Salib. Beberapa tokoh terkemuka lain yang turut serta dalam ekspedisi adalah Raymond IV dari Toulouse, Bohemond I dari Antiokhia, dan Robert II dari Flandria.[7]

Mengikuti saran yang diberikan oleh Paus Urbanus, sebagian besar pasukan ini berangkat pada pertengahan musim panas dan menuju Konstantinopel untuk mengharap bantuan dari Kaisar Romawi Timur Alexios I Komnenos.[8] Tiap regu pasukan melakukan perjalanan secara terpisah, karena daerah yang menjadi persinggahan tidak memungkinkan memberi pasokan makanan untuk keseluruhan pasukan. Kelompok pertama pergi pada musim semi tahun 1096 dan kemudian dikenal sebagai Perang Salib Rakyat, pasukan yang terdiri dari 20.000 ksatria dan petani berpangkat rendah yang melakukan perjalanan melalui Rheinland, lalu menuju Hungaria.[9] Sebagian besar dari mereka dari Prancis selatan dan utara berlayar dari Brindisi (Italia selatan) melintasi Laut Adriatik, sementara Godefroy dan dua saudara laki-lakinya memimpin pasukan dari Lorraine dan dilaporkan berkekuatan 40.000 orang, berangkat pada Agustus 1096 mengikuti rute yang diambil oleh Perang Salib Rakyat.[10]

Seruan Perang Saiib Paus Urbanus II memicu gelombang antisemitisme di seluruh Eropa, dimulai dengan Rouen pada bulan Desember 1095. Pada musim semi dan awal musim panas tahun 1096, anggota Tentara Salib Rakyat menjarah dan membantai komunitas Yahudi. Peristiwa ini dikenal sebagai pembantaian Rheinland.[11] Disebutkan pula bahwa Godefroy berusaha membasmi umat Yahudi demi membalaskan perbuatan mereka pada Yesus, tetapi niat tersebut dilarang oleh Kaisar Heinrich. Setelah komunitas Yahudi di Köln dan Mainz membayar upeti sebesar 500 mark, Godefroy menjanjikan perdamaian pada mereka.[12] [13] [14]

Rujukan

  1. ^ Riley-Smith 1998.
  2. ^ Riley-Smith 1998.
  3. ^ Murray 2000, hlm. 70–77.
  4. ^ Rubenstein 2008, hlm. 61–62.
  5. ^ Andressohn 1947, hlm. 95.
  6. ^ Butler & Burns 2000, hlm. 93.
  7. ^ Asbridge 2004, hlm. 92–93.
  8. ^ Asbridge 2004, hlm. 90.
  9. ^ Asbridge 2004, hlm. 84–85.
  10. ^ Asbridge 2004, hlm. 94–95.
  11. ^ Asbridge 2004, hlm. 84.
  12. ^ John 2017, hlm. 186-187.
  13. ^ Golb 1998, hlm. 123.
  14. ^ Eidelberg 1996, hlm. 25.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya