|
Gender di Mata Gen Z
Gender di Mata Gen Z adalah buku genre nonfiksi karya Syifa Hajati yang diterbitkan pada 2024. Penulis merupakan pegiat literasi dari Samarinda yang pernah menjadi Presiden Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda periode 2023–2024. Buku berjudul lengkap Gender di Mata Gen Z: Kajian Pengarusutamaan Gender di Sebuah Ibu Kota ini merupakan hasil konversi dari karya skripsi penulis pada Fakultas Syariah UINSI Samarinda. Proses konversi naskah dari format karya tulis ilmiah menjadi karya buku popoler dibantu oleh editor Muhammad Sarip, seorang penulis sekaligus sejarawan publik.[1] Rilis Buku Buku Gender di Mata Gen Z diluncurkan pada 19 November 2024 di Aula Perpustakaan Kota Samarinda. Kegiatan rilis buku menampilkan dua pembicara, yaitu Muhammad Sarip selaku editor buku dan Syifa Hajati selaku penulis bukunya. Acara diskusi dipandu oleh Winda Pramita.[2] Plt. Wali Kota Samarinda yang juga Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Samarinda, Rusmadi Wongso, membuka acara secara resmi dan lanjut menghadiri forum launching buku berukuran 14,5 X 21 cm ini hingga selesai.[3] Isi bukuKesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan masih saja terjadi. Kekerasan dan diskriminasi lebih banyak menimpa kaum perempuan. Ada bentuk kejahatan dan ketidakadilan yang kurang disadari bahkan dianggap normal seperti seksisme dan bias gender. Pemerintah berupaya mempercepat terwujudnya kesetaraan gender dan keadilan gender dengan kebijakan yang disebut Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming), disingkat PUG. Buku dari konversi skripsi ini berupaya mendeskripsikan implementasinya. Diuraikan pula perbedaan konsepsi antara PUG dan feminisme. Penelitian dilakukan di ibu kota Provinsi Kalimantan Timur yang juga berstatus sebagai daerah mitra Ibu Kota Nusantara.[4] Buku ini terdiri atas tujuh bagian (chapter) sebagai berikut.
Terdapat tiga alasan pentingnya membaca buku ini. Pertama, buku ini memberikan inspirasi bagaimana karya penelitian skripsi dapat dikonversi menjadi buku yang bermanfaat bagi publik, bukan sekadar benda antik di ruang perpustakaan kampus. Kedua, buku ini merupakan bentuk partisipasi publik khususnya generasi muda dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta menghapuskan diskriminasi dan kekerasan gender. Ketiga, buku ini juga mengungkap sejarah kiprah kaum perempuan di Samarinda serta mengevaluasi bagaimana implementasi Pengarusutamaan Gender di ibu kota Kalimantan Timur.[4] Nilai inti dari buku ini adalah pentingnya gen Z dan semua pihak untuk memahami konsep kesetaraan dan keadilan gender supaya dapat menanggulangi kasus kekerasan berbasis gender.[4] TanggapanPlt. Wali Kota Samarinda Rusmadi Wongso menyatakan bahwa generasi Z yang lahir setelah generasi Milineal tumbuh dalam lingkungan yang sangat terkoneksi secara digital dan berkembang di era kemajuan teknologi yang serba lengkap dan dikenal dengan "Digital Native" karena kebiasaan hidup yang sangat bergantung pada teknologi digital yang serba instan. Oleh karena itu, cara pandang gen Z terhadap isu yang berkaitan dengan gender sangatlah menarik. Menurutnya, saat ini gen Z telah mampu mendorong inovasi dalam budaya organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.[5] Referensi
|
||||||||||||||||||||
