DoksingDoksing (disebut juga sebagai doxing atau doxxing, berasal dari kata "dox", singkatan dari dokumen), adalah sebuah tindakan berbasis internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi pribadi secara publik (termasuk data pribadi) terhadap seseorang individu atau organisasi.[1][2][3][4][5][6] Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi termasuk mencari basis data yang tersedia untuk umum dan situs sosial media (seperti Facebook), meretas, dan rekayasa sosial. Tindakan ini erat terkait dengan vigilantisme internet dan hacktivisme. Doksing dapat dilakukan karena beberapa alasan, termasuk menimbulkan bahaya, pelecehan, penghinaan dunia maya, pungutan liar, paksaan, analisis bisnis, analisis risiko, membantu penegak hukum atau vigilante versi keadilan.[7][8] Doksing kerap digunakan untuk melakukan penguntitan (stalking), bahkan informasi tersebut dirilis dalam konteks yang akan menyebabkan orang yang berakal sehat takut akan hidupnya.[9] Untuk membedakan doksing dengan istilah lainnya terletak pada niat jahat (dolus malus) pelaku untuk mempublikasikan informasi individu tanpa persetujuan dan untuk konsumsi publik. Dengan maksud menyebabkan rasa malu,[10] penghinaan, dan kerusakan yang mengancam target dan orang-orang sekitar target (teman, orang tua, keluarga).[11] SejarahIstilah ini muncul sejak tahun 1990-an, ketika para peretas komputer gemar mengumpulkan informasi pribadi dari seseorang yang menjadi target peretasannya.[12][13] Tindakan tersebut bukanlah tindakan acak, tetapi sengaja diniatkan dengan target tertentu.[14] Sebagian besar doxing awalnya terkait dengan forum diskusi internet di Usenet. Salah satu peristiwa doxing pertama yang terdokumentasikan adalah Blacklist of Net.Nazis and Sandlot Bullies, yang memuat daftar beberapa nama, alamat surel, nomor telepon, dan alamat surat dari individu yang dikeluhkan oleh penulis.[15] Ini adalah kasus doksing pertama yang terdokumentasikan, sebelumnya belum ada kasus doksing yang terdokumentasikan. Lantas pada 2003 ada yang dinamakan Doxware, yaitu serangan kriptovirologi yang ditemukan oleh Adam Young dan dikembangkan lebih lanjut dengan Moti Yung yang melakukan pemerasan doksing melalui malware. Ini pertama kali dipresentasikan di West Point pada tahun tersebut. Serangan itu berakar pada teori permainan dan awalnya dijuluki "game non-zero-sum dan malware yang dapat bertahan".[16] Serangan tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam buku Malicious Cryptography sebagai berikut:
Ini berarti doksing adalah kebalikan dari ransomeware, dalam serangan ransomeware (yang awalnya disebut pemerasan kriptoviral), malware mengenkripsi data korban dan meminta pembayaran untuk memberikan kunci dekripsi yang diperlukan. Dalam serangan cryptovirology doxware, penyerang atau malware mencuri data korban dan mengancam untuk mempublikasikannya. Jika tidak membayar akan menyebarkan data korban, tapi jika dibayar data tersebut urung disebarkan.[18] JenisPraktik tindakan ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:[19][20] DeanonymizingIni berarti membongkar identitas akun-akun yang selama ini berusaha menyembunyikan identitasnya. Biasanya doksing ini hanya berawal dari rasa penasaran warganet saja, seperti contohnya doksing pemilik akun twitter @pocongggg yang didoksing oleh penggemarnya. Tidak ada motif pemerasan dan kriminal dalam kasus ini.[21] TargetingDoksing bertarget ini berarti pelaku menyebarkan identitas korban yang memungkinkan untuk dihubungi atau ditemukan, biasanya data yang disebarkan adalah nama, alamat, hingga nomor telpon. Doksing jenis ini dapat membahayakan korban, karena sewaktu-waktu bisa saja mendapat teror atau ancaman dari pihak lain. Saat pemilihan presiden doksing jenis ini lumrah dilakukan, seperti kasus Ulin Yusron yang pernah menyebarkan foto KTP yang ia anggap pengancam pemenggalan kepala jokowi.[22] DelegitimizingJenis yang terakhir ini adalah doksing yang dilakukan agar kredibilitas korban jatuh, doksing jenis ini biasa dialami pejabat. Biasa ancaman doksing ini terjadi pada orang-orang yang menyembunyikan rahasia. Pasti tiap pihak memiliki alasan untuk menyimpan data tersebut untuk menjaga nama baik, namun disebarkan begitu saja oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.[23] HukumRepublik Rakyat TiongkokSejak 1 Maret 2020 Republik Rakyat Tiongkok telah menerapkan "Peraturan tentang Tata Kelola Ekologis Konten Informasi Online", mengklarifikasi bahwa pengguna dan produsen layanan dan platform konten informasi daring tidak boleh terlibat dalam kekerasan online, doksing, pemalsuan, penipuan data, manipulasi akun, dan aktivitas ilegal lainnya.[24] Hong KongPada tahun 2021, menjadikan dox sebagai pelanggaran pidana di Hong Kong,[25] di mana doksing didefinisikan sebagai melepaskan informasi pribadi atau non-publik pada seseorang untuk tujuan "mengancam, mengintimidasi, melecehkan, atau menyebabkan kerugian psikologis". Orang yang dihukum berdasarkan undang-undang ini dapat dikenakan hukuman penjara hingga 5 tahun, dan denda sebesar HK$1.000.000 (Rp. 1.828.600.757).[26] Korea SelatanKorea Selatan berdiri sebagai salah satu dari sedikit negara dengan undang-undang pidana yang secara khusus menangani doksing. Pasal 49 "Undang-undang tentang pemanfaatan jaringan informasi dan komunikasi, dan perlindungan informasi" melarang pengumpulan dan penyebaran informasi pribadi secara tidak sah seperti nama lengkap, tanggal lahir, alamat, kemungkinan, dan informasi lain apa pun yang dianggap cukup untuk mengidentifikasi orang-orang tertentu. Bila dilihat sebagai penjumlahan, terlepas dari niatnya.[27] AustraliaDoksing tercakup dalam undang-undang pidana persemakmuran pasal 474.17. Yang menyatakan bahwa "mengancam, melecehkan, atau menyinggung seseorang yang menggunakan media merupakan pelanggaran." Ini termasuk internet dan media sosial. Publikasi informasi pribadi, kecuali dalam keadaan khusus, juga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang privasi dan perlindungan informasi personal 1998 (NSW).[28] IndonesiaAda tiga undang-undang yang dapat digunakan jika terkena doksing, undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik pasal 28 "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)" merupakan perbuatan terlarang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi juga mengatur perlindungan data pribadi dari pelaku doksing. Hal ini tertuang dalam Pasal 65 ayat (2) yang menyatakan, "Setiap Orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya." Selain itu, Pasal 67 ayat (2) mengatur "Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)."[29] Namun apabila yang disebarkan adalah informasi kartu identitas akan dilindungi dengan undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang administrasi publik pasal 58 yang menyatakan "Barang siapa yang menyebarluaskan data kependudukan akan terkena sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak 25 juta.[21] Teknik yang umum digunakanSetelah orang-orang terekspos melalui doksing, mereka mungkin menjadi sasaran pelecehan melalui metode seperti pelecehan secara langsung, pendaftaran palsu untuk pengiriman surat dan pizza, atau melalui swatting (mengirim polisi bersenjata ke rumah mereka melalui tip palsu). Seorang peretas dapat memperoleh dox seseorang tanpa membuat informasi tersebut menjadi publik. Seorang peretas mungkin mencari informasi ini untuk memeras atau memaksa target yang diketahui atau tidak dikenal. Selain itu, peretas dapat mengambil informasi korban untuk membobol akun Internet mereka atau mengambil alih akun media sosial mereka.[30] Korban juga dapat diperlihatkan rinciannya sebagai bukti bahwa mereka telah dihukum sebagai bentuk intimidasi. Pelaku dapat menggunakan ketakutan ini untuk mendapatkan kekuasaan atas korban untuk memeras atau memaksa. Oleh karena itu, doksing merupakan taktik standar pelecehan online dan telah digunakan oleh orang-orang yang terkait dengan 4chan dan dalam Gamergate dan kontroversi vaksin.[31][32][33][34][35] Doksing sering digunakan oleh pendengung maupun perundung dunia maya di Indonesia. Biasanya, praktik ini digunakan sebagai bentuk intimidasi terhadap individu yang memiliki pandangan berbeda dengan isu yang sedang berkembang atau yang tidak sependapat dengan opini publik kebanyakan.[36] Doksing sempat digunakan oleh buzzer untuk mengintimidasi pengkritik kebijakan Kenormalan baru dan Undang-Undang Cipta Kerja.[37][38][39] Lihat pulaRujukan
Pranala luar
|