Demokrasi Baru

Demokrasi Baru
Hanzi sederhana: 新民主主义
Hanzi tradisional: 新民主主義
Revolusi Demokratis Baru
Hanzi sederhana: 新民主主义革命
Hanzi tradisional: 新民主主義革命

Demokrasi Baru atau Revolusi Demokratis Baru adalah konsep yang berdasar pada teori "Blok Empat Kelas Sosial" karya Mao Zedong di Tiongkok paska-revolusi, yang menyatakan bahwa pada awalnya, demokrasi di Tiongkok akan mengambil jalur yang berbeda dari sistem-sistem kapitalis liberal dan demokratis parliamenter di dunia Barat serta komunisme gaya Soviet di Eropa Timur. Dia juga mengatakan setiap negara dunia ketiga akan memiliki jalur unik menuju Demokrasi, mengingat kondisi sosial dan materialis negara tersebut. Mao menyebut demokrasi perwakilan di negara-negara Barat sebagai "Demokrasi Lama," yang mencirikan parlementerisme hanya sebagai instrumen untuk mempromosikan kediktatoran kelas borjuis / tanah yang memiliki kepemilikan melalui persetujuan manufaktur. Ia juga menemukan konsep Demokrasi Baru-nya yang kontras dengan Kediktatoran Proletariat gaya Soviet yang menurutnya akan menjadi struktur politik dominan di dunia pasca-kapitalis. Mao berbicara tentang bagaimana ia ingin menciptakan Cina Baru, sebuah negara yang terbebas dari aspek feodal dan semi-feodal dari budaya lamanya serta Imperialisme Jepang. Karena itu ia ingin menciptakan budaya baru melalui Revolusi Kebudayaan, Ekonomi baru yang bebas dari para pemilik tanah, dan untuk melindungi lembaga-lembaga baru ini, sebuah Demokrasi Baru dari empat kelas revolusioner; Petani, Proletariat, Intelligentsia, dan Petit Bourgeoise. Dia mengatakan di Dunia Ketiga, hanya empat kelas ini yang dapat memimpin Front Persatuan yang cukup menyeluruh melawan kaum Imperialis, karena Bourgeoise Nasional Tiongkok harus mengambil langkah-langkah Kontra-revolusioner untuk melindungi praktik feodal perbudakan melalui sewa tanah, dengan kekerasan mematikan semua gerakan revolusioner anti-imperialis yang mengancam kepentingan pemilik tanah. Sepanjang jalannya waktu, konsep Demokrasi Baru diadaptasikan ke berbagai negara dan daerah lain dengan justifikasi yang mirip.

Konsep

Demokrasi Baru memiliki tujuan untuk menjatuhkan feodalisme dan memerdekakan diri dari kolonialisme. Namun, konsep Demokrasi Baru mengambil jarak dari prediksi Marx dan Lenin bahwa kelas kapitalis akan lahir mengikuti perjuangan demikian. Konsep ini justru hendak berusaha agar dapat langsung memasuki sosialisme via koalisi kelas yang akan meruntuhkan orde pemerintahan terdahulu. Koalisi tersebut akan dipimpin dan dipandu oleh kelas pekerja beserta partai komunisnya, serta bekerja dengan partai komunis apa pun ideologi mereka, demi menciptakan "orde demokratis baru" yang oleh para komunis Tiongkok diharapkan akan mengantar pada sosialisme dan komunisme penuh. Cita-cita ini dipercaya akan diraih meskipun di dalam koalisi terdapat kepentingan kelas yang berbeda dari masing-masing "blok".

Blok kelas-kelas yang merefleksikan prinsip Demokrasi Baru disimbolkan paling apik dalam bintang-bintang di bendera Tiongkok. Bintang terbesar melambangkan kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, sementara keempat bintang lebih kecil di sekitarnya melambangkan Blok Keempat Kelas: pekerja proletar, petani, kaum borjuis kecil (pemilik bisnis kecil), serta kapitalis yang berbasis di Partai Nasionalis Tiongkok. Inilah koalisi kelas "Revolusi Demokrasi Baru" sebagaimana digambarkan Mao di dalam karya-karyanya. Demokrasi Baru mengklaim bahwa keberadaan Blok Empat Kelas Sosial ini merupakan konsekuensi yang tidak terduga, tetapi diperlukan, dari imperialisme sebagaimana digambarkan oleh Lenin.

Perbandingan dengan Marxisme klasik

Pengertian Marxisme klasik mengenai tahapan-tahapan perkembangan ekonomis dan historis modus-modus produksi, yang dengannya revolusi sosialis dapat dijalankan, adalah bahwa revolusi sosialis hanya akan terjadi setelah terjadinya revolusi borjuis-demokratis kapitalistik. Bersesuaian dengan ini, revolusi borjuis-demokratis akan menjadikan kelas proletariat industrial sebagai kelas yang dominan dalam masyarakat; setelah itu, kelas dominan ini akan meruntuhkan kapitalisme dan mulai membangun sosialisme. Mao tidak setuju dengan ini dan menyatakan bahwa revolusi borjuis-demokratis dan revolusi sosialis dapat digabung menjadi satu tahapan, ketimbang dua tahapan yang berbeda. Tahapan ini kemudian disebutnya sebagai Demokrasi Baru.

Hasil pendirian

Setelah Demokrasi Baru telah didirikan dalam cara yang telah digambarkan oleh teori Mao, suatu negara akan dikatakan memiliki ideologi sosialis dan bekerja meraih komunisme di bawah kepemimpinan partai komunis yang sedang memimpin, dan warga negaranya akan terlibat secara aktif dalam membangun sosialisme. Contoh yang dipandang Mao sebagai demokrasi partisipatoris yang inheren di dalam konsep Demokrasi Baru adalah Lompatan Jauh ke Depan serta Revolusi Kebudayaan.[1]

Menurut teori ini, konstruksi akan terus berlangsung bahkan jika suatu negara melanjutkan dan mempraktikkan berbagai aspek kapitalisme, seperti ekonomi pasar (yang sering disebut sebagai ekonomi pasar sosialis) demi pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun biasanya justru aspek seperti ini yang membuat beberapa komunis non-Maois menyatakan bahwa Demokrasi Baru bukanlah cara untuk meraih komunisme.

Demokrasi Baru dianggap sebagai batu lompatan ke sosialisme mengingat sifatnya sebagai sebuah "tingkat pengantar". Intinya, konsep ini dapat dibagi menjadi dua tingkatan: pertama, Demokrasi Baru; kedua, kediktatoran proletariat ("sosialisme"). Mengingat bahwa tujuan akhir yang dinyatakan oleh konstruksi sosialis adalah penciptaan masyarakat komunis tanpa negara, tanpa kelas dan tanpa uang, menambahkan Demokrasi Baru sebagai tingkat pengantar membuat seluruh proses Revolusi menjadi teori bertingkat tiga: pertama Demokrasi Baru, lalu sosialisme, kemudian komunisme.

Contoh

Saat ini, partai Shining Path, Tentara Rakyat Baru di Filipina, serta Partai Komunis India (Maois) mengejar ide yang serupa, yaitu dengan menjalankan perang gerilya ("perang rakyat") aktif dengan tujuan untuk mendirikan Demokrasi Baru. Pada tahun 2006, Partai Komunis Bersatu Nepal (Maois) memasuki pemerintahan Nepal menggunakan pemikiran "Demokrasi Baru" yang mirip. Namun, partai ini dikeluarkan dari koalisi pada tahun 2009 dan pemimpinnya (yang telah dipilih sebagai Perdana Menteri) telah dibuang. Sejak saat itu, PKBN(M) telah mengancam akan kembali ke perjuangan bersenjata dan memimpin mogok buruh di Nepal dengan pengaruhnya yang masih lumayan besar di pergerakan buruh Nepal.

Beberapa orang berpendapat bahwa "Program Reformasi Agraria Cepat" yang dilaksanakan di Zimbabwe mewakili pendirian Demokrasi Baru di sana. Orang-orang ini juga sering menyatakan bahwa ZANU-PF tetap merupakan sebuah partai sosialis.[2]

Kritik

Terdapat pendapat bahwa Demokrasi Baru adalah kolaborasionisme kelas atau sebuah tahapan untuk membuang kediktatoran proletariat. Namun, Mao menolak ini sepenuhnya.

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Zedong, Mao (1940). On New Democracy. Peking: Foreign Language Press. 
  2. ^ Sherman, Vincent. "New Democracy & ZANU-PF: Zimbabwe's Revolutionary Path". Return to the Source. Return to the Source. Diakses tanggal 10 February 2013. 

Bacaan lebih lanjut

  • Stuart R. Schram, ed., Mao's road to power: revolutionary writings 1912-1949 Vol VII New Democracy, 1939-1941 (Armonk, NY: Sharpe, 2005) pp. 330–369. Terjemahan teks, berdasar pada edisi 1943, dengan catatan.
  • Mao Tse-tung (2003). On New Democracy, Honolulu: University Press of The Pacific, ISBN 1-4102-0564-9.
  • “New Democratic Politics and New Democratic Culture (Excerpts),” dalam Tony Saich, Ed. The Rise to Power of the Chinese Communist Party (Armonk, New York: 1996) 912-929.
  • Vincent Sherman (2011). New Democracy & ZANU-PF: Zimbabwe's Revolutionary Path, Return to the Source.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya