Buchari Tamam
H. Buchari Tamam (4 Juli 1922 – 31 Desember 1994) adalah seorang aktivis Muslim, pengajar dan ulama Indonesia. Bersama Mohammad Natsir dan beberapa orang tokoh Masyumi lainnya ia ikut mendirikan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII), dan dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen). Ia juga salah seorang pendiri Yayasan Al-Ghurabaa yang mengelola Institut Agama Islam Al-Ghurabaa, Jakarta, dan menjabat sebagai rektor dari perguruan tersebut.[1] RiwayatKehidupan pribadiBuchari Tamam lahir di kabupaten Agam, Sumatera Barat pada tanggal 4 Juli 1922. Dia meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1994 di Jakarta pada usia 72 tahun karena penyakit yang dideritanya. Aktivitas dan karierSejak masa muda Buchari telah aktif dalam kegiatan perjuangan terutama dalam gerakan Islam di Persatuan Murid Sekolah Diniyah. Karena aktivitasnya dalam menyerang kekuasaan kolonial, ia pernah diinterogasi oleh pihak berwenang Belanda, Politieke Inlichtingen Dienst (PID). Pada masa pendudukan Jepang ia dipercaya sebagai Ketua Himpunan Pemuda Islam Indonesia. Pada masa itu Buchari menolak bekerja sama dengan kekuatan pendudukan Jepang, dan aktif mengajar di Sekolah Taman Raya serta memberikan ceramah di masjid Balingka, Agam. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Buchari dipercaya untuk memimpin Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) cabang Sumatra Tengah. Buchari memprakarsai Kongres Ulama Seluruh Sumatra di Bukittinggi, Sumatera Barat, dan Kongres Nasional Ulama Seluruh Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1957. Ia kemudian terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Ulama Indonesia (MPUI). Ketika terjadinya pertentangan antara daerah Sumatra Tengah dengan pemerintah pusat yang dikenal sebagai peristiwa PRRI antara tahun 1958 sampai 1961, Buchari pun ikut terlibat di pihak PRRI. Seperti tokoh-tokoh PRRI lainnya, ia pun diberi amnesti oleh pemerintah pusat setelah pertentangan tersebut ditanggulangi. Setelah itu ia mendirikan Yayasan Kesejahteraan yang beraktivitas dalam pelatihan kejuruan di berbagai bidang seperti pemeliharaan ulat sutera, peternakan unggas, kegiatan agraria di Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, dan Jakarta. Pada dekade 60-an, setelah pihak komunis menuduh yayasan yang didirikannya sebagai tameng (kamuflase) bagi aktivitasnya sebagai mantan aktivis PRRI yang masih dianggap berbahaya, Buchari pun terlibat dalam oposisi bersenjata perkotaan, dan selalu melakukan kontak dengan Mohammad Natsir, mantan pemimpin Partai Masyumi yang dalam tahanan politik di kota Malang, Jawa Timur. Seusai peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S PKI), pada tahun 1967, ia kemudian bergabung dengan sepuluh orang mantan anggota partai Masyumi yang telah dibekukan. Di Masjid Al-Munawarah, Tanah Abang, Jakarta Pusat, ia kemudian ikut mendirikan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) bersama beberapa orang tokoh Masyumi, seperti Mohammad Natsir dan lainnya. Ia juga mendirikan Yayasan Al-Ghurabaa yang kemudian mengelola masjid serta perguruan Islam, Institut Agama Islam Al-Ghurabaa di Jakarta. Buchari Tamam mengurus perguruan tersebut sebagai rektor hingga ajal menjemputnya pada tanggal 31 Desember 1994 dalam usia 72 tahun. ReferensiCatatan Kaki
Pranala luar
|