Antropologi kedokteranAntropologi kedokteran adalah cabang ilmu antropologi yang mempelajari dimensi biologi, linguistik, serta sosial budaya untuk memahami dengan lebih baik faktor yang mempengaruhi suatu penyakit atau kesehatan manusia. Termasuk hal yang dipelajari dalam bidang ilmu ini adalah pola penyebaran penyakit, proses pencegahan penyakit, dan berbagai sistem penyembuhan penyakit. Ilmu antropologi kedokteran menggunakan beragam pendekatan teoretis untuk menyelidiki hubungan antara manusia dan spesies lain; norma dan institusi sosial; politik mikro dan makro; serta arus globalisasi yang melanda kawasan lokal, yang dapat mempengaruhi dan memberi dampak terhadap kesehatan individu maupun kesehatan pada formasi sosial yang lebih besar, dan juga terhadap lingkungan.[1] Perhatian umum studi antropologi kedokteran yang meliputi studi mengenai impak penyakit terhadap masyarakat dan impak kemasyarakatan serta kebudayaannya terhadap kesehatan dan penyakit pada masyarakat mencakup berbagai macam model pola penelitian, yang antara lain terdiri dari antropologi biokultural, etnomedis, epidemiologi sosial (faktor sosial-budaya yang berpotensi menyebabkan penyakit atau menyebabkan pemerataan penyakit dan cara pengobatan penyakit), politik-ekonomi kesehatan, dan penyertaan konsep sosial budaya pada perencanaan, implementasi, dan evaluasi, yang menjadi inti penerapan antropologi kedokteran.[2][butuh rujukan] Asal mula antropologi kedokteranPada mulanya dan memang sudah pada tempatnya bidang antropologi umum mempunyai posisi vital dalam dasar ilmu kedokteran. Namun pada perkembangannya seiring waktu, pendidikan kedokteran mulai terbatasi pada rumah sakit, dan studi klinis yang dilakukan pun hanya sebatas pengamatan pasien di rumah sakit atau instansi kesehatan lainnya.[3] Dengan dikembangkannya pelatihan klinis rumah sakit, sumber pengobatan yang utama ialah obat di rumah sakit dan laboratorium. Hal itu menyebabkan peran spesifik kultur/budaya masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan penyakit yang muncul menjadi terkesampingkan, dan konsep etnografi sebagai alat bantu pengetahuan menjadi ditinggalkan oleh hampir seluruh profesional yang bergerak di bidang kedokteran. Alasan lain ditinggalkannya etnografi dalam dunia kedokteran juga dipicu oleh diadopsinya konsep tersebut sebagai identitas profesi dalam bidang antropologi sosial yang perkembangannya mulai terpisah dari tujuannya yang awal, yakni antropologi umum. Hubungan antara ilmu kedokteran dan ilmu antropologi di abad ke-20 saling berjalan pada lintasannya masing-masing hingga berkembangnya antropologi kedokteran modern yang dapat menjembatani dua disiplin ilmu tersebut. Pada tahun 1978, mengikuti Khwaja Hassan, George Foster dan Barbara Anderson mencanangkan dibuatnya suatu bidang baru yang dapat mengakomodasi empat akar yang berbeda yang secara bersamaan muncul di pertengahan abad ke-20, yang terdiri dari: 1) variasi morfologi dan paleopatologi manusia, yang sebagian dilakukan oleh ahli anatomi dan sebagian lainnya dilakukan oleh ahli antropologi fisik 2) Antropologi psikologis, atau gerakan dalam kebudayaan dan kepribadian, yang dimulai pada awal abad ke-20 namun baru mendapat kepopulerannya selama berlangsungnya perang dunia ke-dua oleh sebab meningkatnya minat untuk memahami faktor psikologis berbagai kultur yang terlibat konflik 3) studi etnomedis, yang semula merupakan bagian dari etnografi di abad ke-19 tetapi kemudian menjadi fokus para ahli yang berorientasi pada kebudayaan, setelah diterbitkannya publikasi anumerta W. H. R. Rivers yang berjudul Medicine, Magic, and Religion pada tahun 1924 4) penerapan antropologi untuk kesehatan masyarakat. Studi yang mengemuka pascaperang dunia ke-dua ini dilakukan dalam rangka meningkatkan praktik kesehatan, di samping bertujuan juga untuk memperkenalkan biomedis pada negara-negara berkembang.[4] Sejumlah besar kontributor di bidang antropologi kedokteran di abad ke-20 mempunyai latar belakang kedokteran, keperawatan, psikologi, serta psikiatri, sedangkan sebagiannya lagi berasal dari disiplin ilmu antropologi sosial dan antropologi klinik. Karya dan organisasiTulisan pertama yang berbicara tentang antropologi kedokteran adalah karya William Caudill yang berjudul Applied Anthropology in Medicine (Penerapan antropologi dalam ilmu kedokteran) pada tahun 1953. Tulisan tersebut memasukkan konsep antropologi dan metode etnografi ke dalam alur yang berkenaan dengan jalur perobatan medis. Dengan meminjam istilah yang dicetuskan Robert Straus dalam istilah sosiologi kedokterannya, hal tersebut dinamakan ilmu sosial dalam kedokteran ("social science in medicine", 1957). Karya yang lebih komprehensif dalam pendekatan antropologi kedokteran dihasilkan oleh Norman Scotch pada tahun 1963 dalam sebuah tulisan yang berjudul Medical Anthropology (Antropologi kedokteran), yang diikuti dengan ulasan atas tulisan tersebut oleh Horacio Fabrega pada tahun 1971, Anthony Colson dan Karen Selby pada tahun 1974, kemudian berlanjut dengan debat atas sifat dasar antropologi kedokteran itu sendiri, apakah termasuk cabang ilmu antropologi atau merupakan titik pertemuan ilmu antropologi dengan ilmu kedokteran. Perkumpulan yang mewadahi bidang ilmu antropologi kedokteran secara lebih terorganisasi hadir di pertengahan tahun 70an. Perhimpunan Antropologi Kedokteran (The Society for Medical Anthropology) yang bertindak sebagai komite organisasi antropologi kedokteran memulai penerbitan laporan berkalanya yang diberi nama Medical Anthropology Newsletter (MAN) pada tahun 1968. Nama MAN kemudian berubah menjadi MAQ (Medical Anthropology Quarterly). MAQ menerima status sebagai jurnal peer review triwulanan atau yang terbit setiap tiga bulan sekali, sehingga dapat menjalankan fungsinya menerbitkan berbagai penelitian dalam seluruh jangkauan bidang ilmu antropologi kedokteran, pada tahun 1987.[4] Filosofi dan teoriAntropologi biokultural memusatkan studinya pada teori neoevolusi yang dihasilkan di pertengahan abad ke-20, dan juga pada paradigma adaptasi pada era 70an yang masuk dalam area antropologi kedokteran dengan diterbitkannya Adaptasi dalam Antropologi Kultural: Pendekatan terhadap Antropologi Kedokteran (Adaptation in Cultural Anthropology: An Approach to Medical Anthropology) oleh Alexander Alland pada tahun 1970. Studi ini melibatkan para ahli di bidang antropologi kultural dan antropologi biologi yang menyelediki bagaimana mekanisme adaptasi terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial dapat membentuk ketahanan dan cara penyesuaian diri masyarakat terhadap penyakit. Peneliti lainnya yang ikut terlibat yakni dari ahli biologi, serta ahli anatomi dan ahli antropologi fisik yang menggeluti bidang paleopatologi yang kini lebih direpresentasikan dengan antropologi forensik. Antropologi biokultural mendapat berbagai kritikan dari banyak penulis berlatar belakang antropologi kedokteran karena ketidakmampuannya memperkirakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori neoevolusi maupun teori adaptasi secara kritis. Namun demikian, ahli teori seperti Goodman dan Leatherman (1998) dan Andrea Wiley (2004) telah berusaha mencoba menyertakan sebuah pendekatan politik-ekonomi ke dalam antropologi biokultural tersebut. Gerakan kesehatan publik internasional mencuat pascaperang dunia ke-2.[5] Salah satu serial pertama yang dihasilkan studi etnomedis dalam menerapkan praktik kesehatan publik dan perawatan biomedis ditulis oleh seorang antropolog yang bekerja untuk biro etnologi Amerika Serikat (Bureau of American Ethnology) di institusi Smithson (the Smithsonian Institution), di bawah kontrak dengan Kantor Studi Khusus (the Office of Special Studies) yang di kemudian hari berubah nama menjadi Agensi Amerika Serikat untuk Pengembangan Internasional (the U.S. Agency for International Development) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization). Digabungkan juga ke dalamnya penelitian dan studi mengenai sistem medis timur/non-western, di antaranya karya Mark Nichter dalam Sistem Etnomedis (1989) dan Perubahan pada Sistem Medis (1992). Di kemudian hari, garis pemisah antara riset berbasis teoretis dan riset terapan menjadi semakin sulit untuk dibedakan. Untuk itu, beberapa tokoh teoretis seperti Meril Singer dan Paul Farmer aktif dalam perancangan dan implementasi intervensi serta aplikasi yang berbasis pendekatan politik-ekonomi untuk memahami epidemiologi penyakit. Politik-ekonomi kesehatanTermasuk kontribusi antropologi kedokteran yang paling penting yaitu konsentrasi pada aspek teoretis dan metodologis dalam kerangka berpikir antropologi untuk memahami imbas politik-ekonomi terhadap kesehatan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Morgan(1987), seorang yang berkecimpung di bidang antropologi kedokteran dan spesialisasinya terutama dalam pembahasan ekonomi yang bersifat politis, politik-ekonomi kesehatan merupakan perspektif historis untuk menganalisis distribusi penyakit dan layanan kesehatan dalam naungan sistem ekonomi tertentu, dengan penekanan khusus pada pengaruh stratifikasi sosial yang berlaku serta inter-relasi antara sistem politik-ekonomi yang diterapkannya tersebut dengan ekonomi dunia.[6] Para ahli menilai bahwa kondisi yang mengancam kesehatan merupakan hasil perjalanan panjang suatu proses ketidakadilan ekonomi, politik, dan sosial. Kondisi itu diperparah dengan adanya konsepsi untuk mempertahankan struktur ketidakadilan tersebut dengan menurunkannya pada generasi selanjutnya. Tidak ada jalan penanggulangan lain untuk hal itu selain berubah. Politik-ekonomi kesehatan berdiri di atas landasan ideologi ketidakadilan. Fokus dalam penyelidikan lapangan dilakukan untuk dapat secara langsung mengetahui hubungan antar-kelas di dalam masyarakat sekaligus mempelajari dan melakukan analisis terhadap kebiasaan atau budaya masyarakat yang mendapat sponsor dari pemerintah. Studi ini berawal dari level mikro, menilik sehat dan sakit dari kacamata budaya keseharian suatu komunitas atau kalangan sosial tertentu, kemudian membawa hasil studi pada konteks yang lebih luas dimana fenomena kesehatan yang menyebar secara tidak merata itu terjadi di antara kelas-kelas sosial di dalam masyarakat. Kekuasaan adalah pusat representasi analitis utama yang membangun struktur konseptual dasar politik-ekonomi kesehatan.[7] Menurut Morsy (1996), seorang tokoh di bidang antropologi kedokteran lainnya, kekuasaan adalah sebuah konsep yang menjelaskan keistimewaan suatu kelompok dibandingkan kelompok-kelompok lain yang menempati status di bawah mereka. Penelitian dan analisis terhadap kekuasaan yang dilakukan peneliti politik-ekonomi kesehatan, Ida Susser, dapat memberi hubungan keterkaitan yang lebih jelas antara distribusi sosial dan material dengan ketidakadilan struktur sosial. Oleh karena itu, dengan mengerahkan perhatian yang besar terhadap dimensi yang memiliki keterkaitan dengan kekuasaan, para ahli antropologi kedokteran berusaha mendalami kesehatan dan penyakit pada populasi manusia, sebab fenomena tersebut juga bersumber dari permasalahan sosial. Contoh kasusDalam sebuah studi yang dilakukan di antara wanita pecandu obat-obatan yang sedang hamil,[8] Whiteford (1996) membuat eksplorasi terhadap bentuk diskriminasi yang diterima wanita Afrika-Amerika miskin dalam hal kesehatan dan penegakan hukum. Whiteford memfokuskan studinya pada statuta Florida yang mengharuskan pengetesan obat-obatan dan penjatuhan hukuman penjara bagi wanita hamil yang didapati positif menggunakan obat-obatan. Namun demikian, hanya rumah sakit umum yang melayani sebagian besar pasien dari kalangan wanita Afrika-Amerika miskin saja yang mematuhi dan mengikuti mandat tersebut. Sebaliknya, wanita dari kalangan menengah serta menengah-ke atas yang memiliki akses kesehatan pribadi terlindung dari pengawasan ini di masa kehamilan mereka. Buah atas kebijakan ini ialah ketidakseimbangan dalam jumlah tahanan wanita Afrika-Amerika berpenghasilan rendah yang dikurung, dibandingkan warga lainnya, selama kurun waktu ditolaknya akses golongan tersebut pada pelayanan kesehatan. Menggunakan peranti antropologi kedokteran dapat dibuat penilaian bahwa kebijakan tersebut pada penerapannya tidak memperhatikan masalah kesehatan publik yang penting, termasuk kebutuhan sebelum melahirkan yang mudah dijangkau, serta program rehabilitasi terhadap pecandu obat-obatan yang disesuaikan dengan kondisi wanita hamil. Kebijakan ini justru menghukum satu golongan tertentu dengan memaksakan kondisi kehamilan dalam keadaan yang buruk. Topik studiBeberapa bahasan dalam antropologi kedokteran yang ramai didiskusikan dan berkaitan langsung dengan topik kesehatan, di antaranya:[9]
Antropologi kedokteran di masa depanAntropologi kedokteran telah berinteraksi secara produktif dengan bidang-bidang keilmuan lain (interdisiplin) dan telah pula menemui titik perpotongannya dengan beragam bidang ilmu lain. Semakin luas dipelajarinya antropologi kedokteran di berbagai universitas di seluruh dunia, tidak hanya dalam kapasitasnya sebagai bagian dari disiplin ilmu antropologi, tetapi juga sebagai salah satu ilmu sosial kedokteran, disebabkan karena keinterdisiplinan bidang ilmu tersebut yang merupakan sisi manfaat bagi pihak akademi terutama pada era global seperti saat ini. Praktik atau profesi di bidang ilmu ini juga sangat menjanjikan. Namun demikian sejalan dengan pergerakan zaman, konsensus mengenai arah perkembangan sebuah ilmu akan selalu muncul. Sepuluh potensi besar bidang penerapan ilmu antropologi kedokteran yang akan bersinggungan dengan bidang ilmu lain di masa yang akan datang, yaitu:[10] 1. Kesehatan masyarakat globalKesehatan global merefleksikan kebutuhan akan perhatian terhadap ketidakadilan kesehatan dan berbagai sumber penyakit yang terjadi di dunia global. 2. Ilmu sains dan teknologiIlmu sains dan teknologi merupakan area baru yang penting lainnya, yang mempelajari bagaimana ilmu sains, teknologi, serta ilmu kedokteran dihasilkan, diformulasi ulang, atau bahkan ditolak. 3. Genetika/genomikaProyek genom manusia di bidang genetika dan genomika yang menjadi pelopor pesatnya pertumbuhan ilmu rekayasa genetika, seperti tes DNA dan haplotype, telah merevolusi kedokteran forensik dan memberi pengetahuan baru tentang bentuk risiko penyakit yang diakibatkan karena faktor keturunan. 4. BioetikaBioetika merupakan perpotongan antara profesi kedokteran dan hukum, sehingga praktisi di bidang ini sebagian besarnya muncul dari kalangan dokter serta pengacara, tetapi terbuka peluang bagi filsuf, sejarawan, dan antropolog untuk berperan. Kemampuan berpikir secara mendalam dan mengekstraksi beberapa kecenderungan universal berdasarkan pertimbangan moral yang bernilai lokal merupakan salah satu peran evaluatif antropologi kedokteran yang unik yang dapat diaplikasikan. 5. Kebijakan publikPeran antropologi kedokteran sangat baik untuk dipertimbangkan mengisi posisi pembuat kebijakan kesehatan pada level institusi kesehatan nasional maupun institusi kedokteran. 6. Pekerjaan sosialBaik antropologi kedokteran maupun pekerjaan sosial, keduanya fokus pada penyakit atau penderitaan yang dialami masyarakat. Berdasarkan persamaan sumber inspirasi dan komitmen utama dalam mengatasi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut, sangat masuk akal bagi bidang antropologi kedokteran dan pekerjaan sosial menemukan titik temu. 7. Studi mengenai kecacatanStudi mengenai kecacatan merupakan salah satu area yang mendapat sorotan dalam antropologi kedokteran yang tidak kalah penting dan telah berkembang, ditandai dengan diterbitkannya suatu karya pada tahun 2007 oleh Benedicte Ingstad dan Susan Reynold Whyte yang bertemakan kebudayaan dan kecacatan.[11] 8. Sejarah kesehatanSejarah kesehatan merupakan sebuah studi yang berdampingan dengan antropologi kedokteran dalam kajian ilmu sastra. Sejarah mengenai penyakit dan kematian yang melanda suatu kawasan perlu diberitakan dan diceritakan ulang. Oleh karena alasan tersebut antropologi kedokteran berperan sangat penting pada perpotongannya dengan sejarah kesehatan. 9. Studi gender - studi kemaskulinitasan baruAntropologi kedokteran memiliki potensi untuk lebih berperan dalam topik gender dan kesehatan, dimana topik tersebut menjadi besar dengan merebaknya isu feminisasi, tetapi tidak demikian halnya dengan studi mengenai laki-laki. Penelitian yang berkenaan dengan gender laki-laki, kesehatan reproduksi, serta aspek lainnya tentang kesehatan laki-laki kurang mendapatkan perhatian. Studi kemaskulinitasan baru, baru muncul dua dekade terakhir dengan mewabahnya LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender). Studi ini telah memperluas area studi gender dan sekaligus merupakan area baru bagi antropologi kedokteran untuk melakukan penelitian. 10. Studi wilayahStudi wilayah ini memiliki makna melakukan studi dengan cara menceburkan diri ke dalam bahasa, kebudayaan, sejarah, maupun politik negara atau kawasan di bagian bumi lain agar dapat merasakan interaksinya secara langsung. Salah satu tren studi wilayah yang paling banyak dilakukan adalah studi mengenai Timur Tengah dan Afrika Utara. Studi di kawasan ini merupakan studi wilayah yang paling banyak dilakukan pascapengeboman gedung WTC di Amerika Serikat pada tahun 2001, yang lebih dikenal dengan peristiwa Sebelas September. Di bidang studi wilayah ini, antropologi kedokteran dapat berperan serta memberikan sumbangsih. Referensi
|