Abad Syi'ahAbad Syi'ah atau Abad Syiah adalah istilah historiografi yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan periode antara tahun 945 dan 1055, ketika rezim Muslim Syiah, terutama Fatimiyyah dan Buwayhiyah, memegang kendali atas wilayah-wilayah pusat dunia Islam.[1][2] Latar BelakangPada akhir abad ke-9, Kekhalifahan Abbasiyah mulai terpecah. Serangkaian krisis internal—"Anarki di Samarra" dan Pemberontakan Zanj—melemahkan pemerintah pusat dan memunculkan serangkaian dinasti regional di provinsi-provinsi kekhalifahan Abbasiyah.[3] Selama masa tersebut, penentangan terhadap rezim Abbasiyah yang melemah semakin diekspresikan oleh sekte-sekte Syiah radikal, yang banyak di antaranya lahir dan berkembang selama abad ke-9 di wilayah metropolitan Abbasiyah di Irak, sebelum menyebar ke wilayah-wilayah pinggiran dunia Islam.[4] Bangkitnya pengaruh Syi'ahMelemahnya rezim Abbasiyah memungkinkan berdirinya sejumlah rezim Syiah di pelosok-pelosok dunia Islam, seperti negara-negara Zaidiyah di Tabaristan (tahun 864) dan Yaman (tahun 897),[5] namun yang jelas, rezim tersebut memberi peluang bagi penyebaran besar-besaran gerakan misionaris milenialis Ismailiyah yang klandestin, yang kemudian melahirkan kaum Qaramithaniyah dan Kekhalifahan Fatimiyah.[6][7] Kekhalifahan Fatimiyah, yang didirikan pada tahun 909 di Ifriqiyah, dengan cepat menguasai Afrika Utara, menaklukkan Mesir pada tahun 969, dan memperluas wilayahnya ke Syam,[8] sementara orang-orang Qaramitah mendirikan negara sendiri di Bahrain pada tahun 899, menyerbu Irak dan Syam, dan bahkan merebut Mekah pada tahun 930.[9] Sementara itu, setelah kebangkitan sementara di masa Khalifah al-Mu'tadid dan al-Muktafi, Kekhalifahan Abbasiyah mengalami kemunduran dengan cepat pada awal abad ke-10 sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak efektif di bawah Khalifah al-Muqtadir (berkuasa 908-932), pertikaian antara militer dan birokrat, dan salah urus keuangan. Hal ini memuncak pada tahun 945 dengan direbutnya Baghdad oleh kaum Buwayhiyah yang pro-Syiah, yang muncul dari kaum kecil dan memerintah sebagian besar wilayah Iran pada dekade sebelumnya.[10][11] Meskipun kaum Buwayhiyah mempertahankan kekhalifahan Abbasiyah, selama satu abad berikutnya, para khalifah Abbasiyah kurang lebih menjadi boneka yang tak berdaya di bawah kendali kaum Buwayhiyah.[10] Buwayhiyah mensponsori cendekiawan Syi'ah, dan berada di bawah perlindungan mereka, Syiah Dua Belas Imam memperoleh bentuk yang pasti baik sebagai sekte maupun sebagai komunitas yang terpisah, dengan penjabaran ajaran khusus Syi'ah, dan penciptaan festival-festival khusus Syi'ah serta praktik-praktik ritualnya.[12] Selama akhir abad ke-10, di bawah penguasa Hamdaniyah di Aleppo, Suriah utara menjadi pusat utama Syi'ah,[13] sementara itu pada periode yang sama muncul sekte Alawi dan Druze. BerakhirPeriode dominasi Syiah berakhir dengan "Kebangkitan Sunni", sebuah kebangkitan Islam Sunni orientalis yang dimulai dengan formalisasi ajaran Sunni oleh Khalifah Abbasiyah, al-Qadir, dan dilaksanakan di bidang politik melalui penaklukan-penaklukan oleh Kekaisaran Seljuk yang beraliran Sunni pada pertengahan abad ke-11. Wazir besar Seljuk, Nizam al-Mulk, melanjutkan serangan intelektual Sunni dengan mensponsori jaringan sekolah-sekolah umum Sunni di seluruh wilayah kekuasaan Seljuk.[14][15] Referensi
Sumber
|