Zufar bin al-Harits al-Kilabi
Zufar bin al-Harits al-Kilabi (bahasa Arab: زفر بن الحارث الكلابي) adalah seorang pemimpin dan tabi'in dari kalangan penduduk Al-Jazirah. SilsilahZufar bin al-Harits bin Abdu Amr bin Mu'adz bin Yazid bin Amr bin ash-Sha'iq, dan nama ash-Sha'iq adalah Khuwailid bin Nufail bin Amr bin Kilab.[1] Kunyahnya adalah Abu Al-Hudzail dan Abu Abdullah. BiografiSebelum Perang Saudara Islam I terjadi, Zufar tinggal di Bashrah. Ketika terjadi Pertempuran Jamal di bulan November 656, ia bertempur bersama pasukan Aisyah, istri Nabi Muhammad, melawan Khalifah Ali (memerintah 656–661), dan Zufar memimpin pasukan dari Bani 'Amir.[2] Menurut catatan Ibnu Jarir ath-Thabari (meninggal 923), dari seluruh pendukung Aisyah, Zufar adalah pendukung terakhir yang menjadi pemegang dan pembimbing unta, serta membelanya dari serangan lawan. Semua pemuka Bani 'Amir yang berpartisipasi dalam pertempuran terbunuh dengan pengecualian Zufar.[3] Pertempuran dimenangkan oleh pasukan Ali dan Aisyah kemudian dipulangkan kembali ke Madinah. Zufar kemudian pindah ke al-Jazirah (Mesopotamia Atas).[2] Muawiyah bin Abi Sufyan, wali negeri Syam, mengangkat Zufar sebagai panglima sayap kanan pasukan dalam Pertempuran Shiffin pada tahun 657 ketika Ali dan pasukannya memasuki al-Jazirah.[4] Pertempuran berakhir dengan arbitrase. Khalifah Ali dibunuh pada tahun 661 oleh seorang anggota Khawarij, sebuah kelompok yang menentang kepemimpinan Ali maupun Muawiyah dan Muawiyah mendirikan Kekhalifahan Umayyah serta menjadi khalifahnya di tahun yang sama. Pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah (680–683), yang merupakan putra Muawiyah dan penerusnya, terjadi pemberontakan di Hijaz yang bertujuan untuk menjadikan Abdullah bin az-Zubair sebagai khalifah. Zufar menjabat sebagai panglima pasukan Muslim bin Uqbah dalam kampanye pada tahun 683 untuk menumpas pemberontakan tersebut.[2] Menurut sejarawan Ibnu Wadhih al-Ya'qubi (meninggal 897), Zufar memimpin pasukan yang berasal dari Jund Qinnasrin (distrik militer Qinnasrin) pada Pertempuran al-Harrah di luar Madinah.[5] Sebagai pemimpin QaisKematian Yazid pada tahun 683 dan penerusnya yang juga merupakan anaknya, Muawiyah bin Yazid (disebut juga Muawiyah II) pada tahun 684, di tengah pemberontakan Ibnu az-Zubair, membuat Kekhalifahan Umayyah berada dalam kekacauan politik.[6] Gubernur Yazid dan Muawiyah II di Qinnasrin adalah sepupu dari pihak ibu mereka Sa'id bin Malik bin Bahdal dari suku Banu Kalb,[7][8] yang memegang posisi istimewa di Suriah yang dikecewakan oleh Qais.[9] Para Qais dari Qinnasrin tidak suka berada di bawah kekuasaan seorang anggota Banu Kalb di distrik yang mereka kuasai dan dibawah kepemimpinan Zufar, mereka mengusir Sa'id.[9] Zufar memberontak melawan Bani Umayyah dan memberikan kesetiaan kepada Ibnu az-Zubair.[2] Sementara para kepala suku Qais condong mendukung Ibnu az-Zubair, para pemimpin Banu Kalb dan sekutu mereka berjuang untuk mempertahankan kekuasaan Umayyah dan menominasikan Marwan I yang merupakan sepupu jauh Muawiyah I dari kabilah Bani Umayyah untuk menjadi khalifah.[6] Kaum Qais bersatu di bawah kepemimpinan Adh-Dhahhak bin Qais al-Fihri, yang merupakan bekas pendukung Muawiyah I dan Yazid, dan mereka menantang aliansi Umayyah–Kalb pada Pertempuran Marj Rahith pada tahun 684.[6] Beberapa riwayat menyatakan bahwa Zufar sendiri ikut serta dalam pertempuran ini, tetapi hal ini dibantah oleh sejarawan Ibnu Wadhih al-Ya'qubi dan Awanah bin al-Hakam (w. 764);[10] Ath-Thabari berpendapat bahwa Zufar mengirim pasukan dari Qinnasrin untuk bergabung dengan pasukan Adh-Dhahhak di dekat Damaskus.[11] Pasukan Qais dikalahkan dan Adh-Dhahhak beserta pemimpin Qais terbunuh.[2][12] Berita kekalahan Qais sampai kepada Zufar dan alhasil Zufar melarikan diri dari Qinnasrin ke Qarqisiya.[2][12] Qarqisiya saat itu berada dibawah kekuasaan Iyadh al-Jurasyi[a] dan pada awalnya Iyadh menolak memberikan izin Zufar masuk ke wilayahnya sambil berkata, "Saya berjanji kepada Anda dengan rasa sakit karena harus menceraikan istri saya dan membebaskan budak saya bahwa begitu saya memasuki pemandiannya, saya akan meninggalkan kota. ." [15] Dia kemudian masuk dengan anak buahnya dan menggulingkan Iyadh. [15] Qarqisiya dibentengi oleh Zufar dan dari sana ia mengambil alih kepemimpinan utama suku-suku Qaysi yang babak belur, tetapi masih kuat, sambil mempertahankan pengakuannya atas Ibn al-Zubayr sebagai khalifah. KeturunanZufar memiliki anak-anak yang bernama Al-Hudzail bin Zufar, Kautsar bin Zufar, Waki' bin Zufar,[1] dan putri yang bernama Ar-Rabab binti Zufar. Waki' disebutkan terbunuh dalam Pertempuran Marj Rahith[13] atau pertempuran antara Zufar dengan Aban bin Al-Walid bin Uqbah,[14] sementara Al-Hudzail adalah orang yang membunuh Yazid bin al-Muhallab meskipun ada yang mengatakan ia dibunuh oleh Al-Fahl bin Ayyasy al-Kalbi. Ar-Rabab sendiri menikah dengan Maslamah bin Abdul Malik. Kautsar pernah diangkat oleh Khalifah Marwan bin Muhammad sebagai gubernur Mar'asy di perbatasan Bizantium–Arab.[45] Cucu Zufar Majza'ah bin Kautsar, yang lebih dikenal sebagai Abu al-Ward, dan Watsiq bin Al-Hudzail adalah bagian dari anggota Qais pendukung Marwan, tetapi setelah kekalahan Marwan II pada Pertempuran Zab pada tahun 750, mereka tunduk kepada Kekhalifahan Abbasiyah. Namun, Abu al-Ward kemudian memimpin pemberontakan Qais melawan Abbasiyah. [46] Dia terbunuh bersama dengan anggota sukunya. [47] Periwayatan haditsZufar termasuk diantara golongan tabi'in. Zufar meriwayatkan hadits dari Muawiyah dan Aisyah. Sedangkan yang meriwayatkan darinya adalah Tsabit bin al-Hajjaj dan lainnya. Catatan
Referensi
Daftar pustaka
|