Zarifa Ghafari
Zarifa Ghafari (lahir di Paktia, 1992) adalah salah satu dari dua wali kota perempuan pertama Afganistan.[1] Ia menjabat wali kota saat masih berusia 26 tahun dan ini menjadikannya sebagai salah satu wali kota termuda di negara tersebut. Zarifa diangkat menjadi wali kota untuk daerah Maidan Wardak, salah satu wilayah yang cukup dipengaruhi Taliban.[2] Pada 6 Maret 2020, ia menerima penghargaan International Women of Courage (IWOC) dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat bersama beberapa perempuan dari Armenia, Azerbaijan, Bolivia, Burkina Faso, Kazakhstan, Malaysia, Pakistan, Nikaragua, Suriah, Yaman, dan Zimbabwe.[3] Ia juga masuk ke dalam daftar 100 Women (BBC) 2019.[2] Pada awal 2020, Zarifa sempat mengalami penyerangan dengan senjata api di dekat mobilnya saat berada di Khosha Khan di kota Kabul.[3] Kehidupan awal dan pendidikanZarifa merupakan anak sulung dari delapan bersaudara. Ia menyelesaikan sekolah menengahnya di Halima Khazan Highschool, Paktia. Zarifa memperoleh gelar MA di bidang ekonomi dari Universitas Punjab, Pakistan.[4][5] KarierSebelum menjadi wali kota, Zarifa merupakan jurnalis dan pemilik sebuah stasiun radio yang berfokus pada isu-isu perempuan bernama Peghla FM. Peghla merupakan bahasa Pashtun yang berarti gadis muda.[3][5] Zarifa juga memiliki LSM bernama APAW Organisation yang berfokus memberikan edukasi kepada perempuan mengenai hak-hak mereka sekaligus membantu mereka mengembangkan kemampuan dalam bidang pendidikan dan ekonomi. Ia ditunjuk menjadi wali kota oleh presiden petahana Ashraf Ghani pada 2018. Namun, ia secara resmi baru mulai menjabat pada Maret 2019.[3] Salah satu program yang ia lakukan adalah kampanye kebersihan kota dan pengelolaan sampah.[6] Ia juga memperjuangkan hak-hak dan keamanan bagi kaum perempuan serta akses universal ke pendidikan dan ekonomi.[5] Di hari pertama ia mulai resmi bekerja, sekelompok pria melakukan aksi demonstrasi di depan kantornya. Protes-protes tersebut tidak dihiraukannya dan ia terus berkantor setiap hari.[7] Ia menyatakan bahwa ia menyadari sepenuhnya ancaman pembunuhan yang setiap saat ditujukan kepadanya.[8] Pada akhir 2020, ayah Zarifa yang merupakan seorang anggota militer senior dibunuh oleh Taliban. Ia menduga ayahnya memiliki musuh di Taliban.[9] Kehidupan setelah kejatuhan KabulSetelah kejatuhan Kabul ke tangan Taliban pada Agustus 2021, Zarifa meninggalkan Afganistan untuk mencari perlindungan ke Jerman.[10] Sebelum melarikan diri ke luar negeri, ia sempat ingin bertahan di negaranya. Namun, sesaat setelah Taliban menguasai Kabul, Zarifa diminta oleh otoritas setempat untuk segera menyelamatkan diri. Puncaknya, pasukan Taliban mendatangi rumahnya dan melukai petugas keamanan yang sedang berjaga. Melihat situasi yang semakin genting, Zarifa memutuskan mengevakuasi diri dan keluarganya. Mereka menuju bandara Kabul dengan bersembunyi di dalam mobil. Dengan dibantu kedutaan Turki, Zarifa meninggalkan Afganistan menuju Jerman lewat Istanbul. Saat ini, Zarifa dan keluarganya tinggal di Düsseldorf.[9] Dalam pernyataannya, ia menegaskan akan terus menyuarakan krisis yang terjadi di Afganistan dan menarik perhatian para pemimpian dunia mengenai kondisi masyarakat di bawah penguasaan Taliban. Ia juga ingin kembali ke negaranya dan membangun dialog dengan kelompok Taliban pada suatu hari nanti. Meski berulang kali elit Taliban menyatakan akan memberikan ruang kepada wanita, Zarifa tidak yakin dengan hal itu. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh pemimpin Taliban seringkali bertolak belakang dengan kenyataan.[9] Referensi
|