Yazid bin Umar bin Hubairah
Yazid bin Umar bin Hubairah al-Fazari (bahasa Arab: يَزِيد بن عُمَر بن هُبَيْرَة الْفَزارِيّ adalah gubernur Irak Umayyah terakhir. Sebagai putra mantan gubernur Umar bin Hubairah, ia menjadi salah satu pendukung terpenting Khalifah Marwan bin Muhammad dalam Fitnah Ketiga, namun gagal membendung serangan Revolusi Abbasiyah. Setelah dikalahkan, dia ditangkap dan dieksekusi oleh Abbasiyah. SilsilahSilsilahnya adalah Yazid bin Umar bin Hubairah bin Mu'yah bin Sukain bin Khadij bin Baghid bin Malik bin Sa'ad bin Adi bin Fazarah. Kunyahnya adalah Abu Khalid.[1] Yazid mempunyai saudara yang bernama Abdul Wahid dan Sufyan.[2] Asal-usulYazid lahir pada 706. Ia berasal dari kabilah Bani Fazarah.[3] Seperti ayahnya, Umar bin Hubairah, Yazid adalah seorang anggota Qais dari Al-Jazirah, dan mengaku termasuk bangsawan Arab tradisional meskipun keluarganya tidak diketahui dari sumbernya sampai kemunculan Umar sendiri.[4] Baik Yazid maupun ayahnya sering disebut dalam sumber-sumber dengan nama "Ibnu Hubairah".[5] Sedemikian rupa pengaruhnya sampai-sampai Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (berkuasa 724–743) mencoba melamar Yazid dengan cucunya yang merupakan putri dari Muawiyah bin Hisyam, putra kesayangan Hisyam, tetapi Yazid merasa mampu menolak tawaran tersebut.[5] Dalam sumber-sumber sejarah, Yazid dipuji karena keberanian dan keterampilan militernya, tetapi juga karena menjadi pelindung para penyair dan orang-orang ahli agama yang murah hati. Yazid sendiri bahkan diketahui sesekali melontarkan pendapatnya tentang masalah hukum agama. Ia dikenang dengan baik karena kemurahan hatinya yang spontan dan nafsu makannya yang besar.[5] Peran dalam Fitnah KetigaMeskipun memiliki perbedaan pendapat dengan Hisyam, Yazid dengan cepat bergerak untuk memberi selamat kepada Al-Walid II (berkuasa 743–744) ketika dia menjadi khalifah setelah kematian Hisyam.[5] Sebagai balasannya, Al-Walid menunjuk Yazid sebagai gubernur Jund Qinnasrin.[6] Setelah Yazid III melengserkan Al-Walid II, Yazid bin Umar menentang khalifah baru, dan mengalihkan dukungannya kepada Marwan bin Muhammad (berkuasa 744–750), yang dia desak untuk datang ke Suriah.[5][7] Selama Fitnah Ketiga, Yazid berperan sebagai salah satu pendukung terpenting, dan jenderal paling cakap untuk Marwan.[5] Pada tahun 745, Marwan mengangkat Yazid untuk jabatan lama ayahnya sebagai gubernur Irak, yang pada saat itu dikuasai oleh pasukan yang menentang Marwan. Oleh karena itu, Yazid terpaksa menghabiskan tahun-tahun pertama jabatannya untuk menegakkan kekuasaannya di Irak. Pada tahun 746 ia mengalahkan pasukan Khawarij di bawah pimpinan Adh-Dhahhak bin Qais Asy-Syaibani di Ainut Tamur, lalu menaklukkan Sawad, dan berhasil memperluas kekuasaannya ke Ahwaz, Jibal, dan Al-Jazirah.[5][8] Karena sibuk menekan pemberontakan Khawarij, Yazid bagaimanapun tidak sempat memberikan bantuan kepada gubernur Khurasan, Nashr bin Sayyar, ketika dia dihadapkan pada pecahnya Revolusi Abbasiyah.[5][8] Dalam peristiwa tersebut, ketika pasukan Abbasiyah pergi ke arah barat, mereka mengalahkan wakil Yazid, Amir bin Dhubarah dan mencapai Irak. Yazid berhasil menimbulkan banyak korban di pihak Abbasiyah dalam pertempuran yang memakan korban nyawa pemimpin mereka, Qahthabah bin Syabib, tetapi dia dikejar dari Kufah oleh pemberontakan dari faksi Yaman, dan melarikan diri ke Wasith.[5][8] Di sana dia dikepung oleh Abbasiyah selama sebelas bulan lalu menyerah kepada Hasan bin Qahthabah dengan jaminan keselamatan. Namun, khalifah Abbasiyah yang baru, Abul Abbas As-Saffah (berkuasa 750–754) memerintahkan kematian Yazid dan perwira seniornya segera setelah itu. Yazid sendiri dibunuh saat sedang salat.[7][5][8] Di antara pendukung Yazid yang dibunuh bersamanya adalah Ubaidillah bin Al-Habhab, gubernur Mesir dan Ifriqiyah pada masa Khalifah Hisyam,[9] dan Abu Bakar bin Ka'ab, seorang anggota Bani Uqail dan kakek dari Nashr bin Syabats yang merupakan gubernur Al-Ma'mun di kota Kaysum.[10][11] Dua putranya, Dawud, yang bersama Yazid di Wasith, dan Al-Mutsanna, yang menjadi gubernur Al-Yamamah, juga dibunuh oleh Abbasiyah, sedangkan putra yang ketiga, Mukhallad, selamat di Suriah, tempat dia dan keturunannya mempertahankan pengaruh mereka.[7] Referensi
Sumber
|