Yazdegerd III
Yazdegerd III (bahasa Persia Pertengahan: 𐭩𐭦𐭣𐭪𐭥𐭲𐭩, Persia: یزدگرد Yazdākird, Arab:يزدجرد الثالث Yazdajird ats-Tsalits, Yunani: Izdegerdes), adalah penguasa ketiga puluh delapan dan terakhir dari Kekaisaran Sasaniyah di Iran.[1] Ayahnya adalah Shahriyar dan kakeknya adalah Khosrau II (590-628).[2] Yazdegerd III naik tahta pada 16 Juni 632 ketika masih berusia 8 tahun,[3] setelah serangkaian konflik internal. Nama berarti "Dibuat oleh Tuhan". Masa awalYazdegerd III adalah putra dari Shahriyar dan seorang wanita yang tidak disebutkan namanya dari Baduraya.[4] Selama perang saudara, Yazdegerd III bersembunyi di Estakhr. Namun pada tanggal 16 Juni 632, para panglima yang bertikai Rostam Farrokhzad dan Piruz Khosrow setuju untuk bekerja-sama dan memilih Yazdegerd sebagai penguasa baru Sasaniyah. Ia dinobatkan di kuil Anahita, yaitu kuil Zoroaster di Estakhr, pada usia 8 tahun.[5] Masa pemerintahanPada tahun 633, pasukan Muslim berhasil menaklukan Al Hirah, pusat kekuasaan Kerajaan Bani Lakhm yang juga negara vasal Sasaniyah.[6] Yazdegerd III memerintahkan Rostam Farrokhzad mengirim pasukan ke Irak, dan di bawah pimpinan panglima Sasaniyah Bahman Jadhuyih dan perwira Armenia Jalinus berhasil memperoleh kemenangan besar atas pasukan Muslim dalam Pertempuran Jisr tahun 634.[7] Pasukan Muslim membalikkan keadaan dalam Pertempuran Qadisiyyah pada tahun 636, di mana banyak panglima perang Sasaniyah termasuk Rostam Farrokhzad, Bahman Jadhuyih, dan Jalinus tewas terbunuh.[8] Pasukan Muslim mengepung dan kemudian berhasil merebut ibu kota Sasaniyah Ctesiphon,[9][2] sehingga Yazdegerd III dan para pendukungnya pindah ke Hulwan untuk mengumpulkan pasukan perlawanan baru. Pada Pertempuran Jalula tahun 637, kembali pasukan Yazdegerd III dikalahkan.[10] Pegunungan Zagros menjadi batas pembagi wilayah kekuasaan Muslim di Irak pada sebelah baratnya, dan kekuasaan Sasaniyah di Iran di sebelah timurnya. Yazdegerd III pindah ke Merv dan terus menggalang perlawanan dalam bentuk penyerangan-penyerangan ke wilayah Muslim. Kekalahan pasukan besar Sasaniyah baru terjadi pada tahun 642 dalam Pertempuran Nahawand,[11] yang merupakan awal runtuhnya sisa wilayah kekuasaan mereka pada tahun 652.[11] Yazdegerd III yang semakin terdesak meminta bantuan suku-suku Turk serta Dinasti Tang di Tiongkok, namun ia terbunuh di Merv oleh bawahannya sendiri[1] setelah mereka memberontak dan tak lagi bersedia mendukungnya.[11] KeluargaAnak-anak Yazdegerd III, yaitu Peroz III dan Bahram VII, melarikan diri ke Tiongkok setelah kehancuran Sasaniyah. Berdasarkan riwayat Syi'ah, seorang putrinya Shahrbanu[12] menikah dengan Husain bin Ali.[3] Anak Shahrbanu, yaitu Ali bin Husain Zainal Abidin, dianggap sebagai Imam Syi'ah yang keempat.[12] Beberapa penulis Bahá'í mengklaim bahwa Bahá'u'lláh adalah salah satu keturunan Yazdegerd III, yang mereka ungkapkan untuk menarik minat penganut Zoroastrianisme agar memeluk agama Bahá'í.[13][14] Sejarawan Muslim Al-Masudi menulis berbeda, yaitu Yazdegerd III memiliki putra-putra yang bernama Bahram dan Peroz, serta tiga putri yang bernama Shahrbanu, Adrag, dan Mardawand.[15] Riwayat menyebutkan bahwa putri-putri tersebut dibawa ke Madinah, dan setelah dimerdekakan oleh Ali bin Abi Thalib, masing-masing kemudian menikah dengan Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, dan Muhammad bin Abu Bakar.[16] Kalender ZoroasterKalender keagamaan Zoroastrianisme yang hingga kini masih digunakan mengunakan masa bertahta Yazdegerd III sebagai tahun awalnya,[17] dan era masanya ditandai dengan imbuhan Y.Z. sebagai penanda. Kaum Majusi menganggap kematian Yazdegerd III sebagai akhir dari milenium Zoroaster dan awal dari milenium Oshedar.[11] Catatan kaki
Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Yazdegerd III.
|