Xi Wangmu
Xi Wangmu (Hsi Wang-mu; Hanzi=西王母; p=Xī Wángmǔ; w=Hsi1 Wang2-mu3; bahasa Jepang: Seiōbo; lit. Ibu Ratu dari Barat) adalah sesosok dewi masyarakat Tiongkok yang telah dikenal semenjak masa lampau. Informasi sejarah mengenai dirinya telah ada dalam inskripsi tulang orakel pada abad ke-15 SM yang mencatat sebuah persembahan untuk "Ibu Barat".[1] Meskipun inskripsi-inskripsi tersebut menunjukkan bahwa penyembahan kepadanya jauh sebelum Taoisme terorganisasi, ia sering kali diasosiasikan dengan Taoisme. Dari namanya saja, beberapa karakter pentingnya ditunjukkan: ia adalah keluarga kerajaan, wanita, dan diasosiasikan dengan arah Barat.[2] Ia dikenal dalam mitologi Tiongkok sebagai Dewi yang mengatur Surga bagian Barat dan juga dikenal sebagai Ratu para Dewi yang menjaga dan mengatur para dewi. Ada anggapan yang menyatakan ia adalah permaisuri Yu Huang Da Di.[3] Ia adalah salah satu dewata penting dalam legenda kuno Tiongkok dan dibawa para imigran hingga ke Asia Tenggara[4] bahkan Amerika.[5] Meningkatnya popularitas Ibu Ratu dari Barat, serta kepercayaan bahwa dirinya adalah pemberi kekayaan, umur panjang, dan kebahagiaan abadi dimulai semenjak sekitar abad ke dua SM, saat wilayah Tiongkok bagian Utara dan Barat dikenal lebih baik karena dibukanya Jalur Sutra.[6] Xi Wang Mu dahulu dikenal sebagai seorang wanita yang berbahaya berkuku harimau dan berekor seperti macan tutul, yang menyebarkan penyakit menular. Ditempat kediamannya, di Surga bagian Barat, ia menjaga kebun buah persik (yang berbunga setiap 3000 tahun) dan obat-obatan guna kelangsungan hidup keabadian para dewa dan dewi. Hsi Wang Mu ditemani oleh seekor burung Phoenix. Cerita mengenai Hsi Wang Mu diceritakan pertama kali sekitar 1766-1122 SM (masa Dinasti Shang) dimana ia digambarkan sebagai seorang Dewi pencipta yang memerintah seorang diri. Nama dan gelarGelar resmi yang diberikan Taoisme kepada Xiwangmu adalah Yao Chi Jin Mu (Yao-chih Chin-mu; Hanzi =瑤池金母; w=Yao2-ch'ih2 Chin1-mu3; p=Yáochí Jīnmǔ; lit. Ibu Emas dari Danau Bercahaya). Dalam artikel berbahasa Inggris, ia juga disebut sebagai Golden Mother.[4] Penulis biografi sejarah dari Dinasti Tang menyebutnya:
*Kemekaran Bunga Barat yang Disempurnakan Keajaibannya dan Gua Yin yang Paling Akhir Berharga. Masyarakat umum dan penyair dari Dinasti Tang menyebutnya lebih sederhana sebagai Ibu Ratu, Ibu Ilahi, atau Amah (lit. nenek, panggilan yang menunjukkan kedekatan). Pada masa modern ini, ia kerap kali disebut Wangmu Niangniang (Wang-mu Niang-niang; Hanzi=王母娘娘; w=Wang2-mu3 Niang2-niang0; p=Wángmǔ Niángniang; Hokkien=Ong Bo Nio Nio).[3] SejarahAsal MulaNama Ibu Ratu disebutkan pertama kali dalam inskripsi Tulang Orakel dari Dinasti Shang (1766-1122 SM). Salah satu inskripsi-inskripsi tersebut menuliskan:
Ibu Barat merujuk pada dewata kuno yang tinggal di barat. Sifat-sifat alamiah dewi Ibu dari Dinasti Shang tersebut masih belum jelas, tetapi dipandang sebagai kekuatan hebat yang pantas menerima ritual dari masyarakat Shang. Xi Wang Mu diciptakan dari intisari yang paling murni dari hawa langit bagian barat dan lahir di tempat yang disebut “Yi Chuan”, dengan nama keluarga Hou. Nama kecilnya adalah Hui alias Wan Jin. Ia adalah penguasa langit bagian barat. Ia bersama Dong Wang Gong, yang diciptakan dari intisari hawa langit bagian timur (penguasa langit timur), merupakan lambang Yin dan Yang. Kedua unsur ini bekerjasama menciptakan langit dan bumi beserta makhluk di dalam semesta. Jadi kedua unsur inilah yang menjadi asas yang paling hakiki dari kehidupan, dan merupakan nafas dari segala makhluk hidup.[3] Buku Book of Pillow karya Ge Hong menyebutkan bahwa Tuhan tertinggi adalah Yuanshi Tianzun, yaitu Pangu yang telah sempurna. Ia telah ada sebelum penciptaan Surga dan Bumi. Setelah penciptaan, ia tinggal di Gunung Kapital Giok yang berada di pusat surga. Napas vital Taonya melahirkan Ibu Suci Primordial. Keduanya berpasangan dan melahirkan Kaisar Fushang serta Xi Wangmu.[4] Di abad ke 3 SM, masyarakat umum di distrik-distrik timur tertarik oleh sebuah gerakan religius yang berpusat di sekitar pemujaan terhadap Xi Wangmu.[7] Setelah kekeringan hebat di musim semi, orang-orang memulai prosesi dan persembahan untuk menghormati Xi Wangmu. Gerakan ini dengan cepat menyebar menjadi sebuah arus keagamaan yang menjalar ke wilayah-wilayah timur dan menyebar ke ibu kota.[7] Penggambaran pada masa Dinasti HanDi awal Dinasti Han, Xi Wangmu dibayangkan sebagai sosok penguasa Alam Surga yang memimpin para dewa. Kehadiran patungnya di makam-makam mungkin mengindikasikan harapan bahwa roh-roh orang yang mati akan dipandungnya ke surga.[7] Pemujaan terhadap Xi Wangmu ini menunjukkan beberapa ciri-ciri gerakan apokaliptik. Orang-orang di masa itu mengalami bencana kekeringan parah pada masa itu. Ini menjadi ladang subur untuk ramalan-ramalan yang mengatakan bahwa bencana besar akan segera terjadi. Dalam keadaan ini, Xi Wangmu dianggap sebagai dewi yang mampu menyelamatkan orang-orang beriman dari bencana tersebut.[8] Pada masa Dinasti Han, kedudukan Xi Wangmu meningkat lebih tinggi dan dihubungkan dengan kepercayaan mengenai keabadian. Xi Wangmu diyakini tinggal di Surga Barat di mana dia menyimpan semacam ramuan keabadian.[7] Buku Taois Dinasti Han yang berjudul Buku Master Huainan menyebutkan bahwa Yi meminta obat keabadian kepada Xi Wangmu, tetapi Chang’e istrinya mencuri obat tersebut. Setelah menelannya, Chang’e terbang ke bulan. Kisah tersebut menjelaskan mengapa Xi Wangmu sangat dihubungkan dengan kepercayaan mengenai keabadian. Bersama dengan Dong Wang Gong, keduanya dikelilingi sosok-sosok bersayap digambarkan pada permukaan cermin tembaga Dinasti Han, mensignifikasikan bahwa ia menjadi pusat bagi mereka yang memiliki aspirasi untuk Terbang menuju Keabadian.[4] Perubahan kultus pada masa Dinasti Ming dan QingPada masa Dinasti Ming dan Qing, kepercayaan yang beredar di masyarakat mengenai Xi Wangmu mengalami perubahan. Sebagian mempercayainya sebagai "Ibu Mulia yang Tidak Dilahirkan" (無生老母 Wusheng Laomu) dan memujanya sebagai Dewi Tertinggi. Hal tersebut berpengaruh terhadap kepercayaan penduduk dan membentuk beberapa kepercayaan baru pada beberapa sekte.[4] Karya SastraZhuangziSalah satu referensi paling pertama dari Xi Wangmu berasal dari penulis Taoisme bernama Zhuangzi (sekitar abad ke empat SM):
Zhuangzi menggambarkan Xi Wangmu sebagai salah satu dewata tertinggi, artinya ia telah memperoleh keabadian dan kekuatan ilahi. Zhuangzi juga menegaskan bahwa Xiwangmu berkedudukan pada sebuah rentetan pegunungan spiritual di barat, dan menduga dirinya tidak hanya memiliki koneksi dengan surga, tetapi juga arah barat. Catatan dari Dinasti TangSelama Dinasti Tang (18 Juni 618-4 Juni 907), karya sastra tumbuh subur di Tiongkok (periode ini dikenal dengan sebutan "masa keemasan sastra Tiongkok "). Pada periode ini, Ibu Ratu menjadi tokoh yang sangat populer dalam sastra. Mitologinya tercatat dalam puisi-puisi Quan Tangshi, sebuah kumpulan puisi yang selamat (dari yang diperkirakan sekitar of 50,000 tulisan dari masa itu) dari Dinasti Tang.[9] Setelah jatuhnya Dinasti Tang (sekitar 910 - 920), seorang guru Taois Shang-ching dan penulis kronikel pengadilan yang bernama Tu Kuang-ting menulis sebuah biografi agiografikal Xi Wangmu sebagai bagian dari tulisannya yang berjudul "Yung ch'eng chi hsien lu" ("Catatan Kumpulan Transenden dari Kota Bertembok Kokoh "). Catatan ini menjadi sumber informasi paling komplet mengenai persepsi masyarakat Tang terhadap Xīwángmǔ.[10] KultusIkonografi dan penggambaranXi Wangmu biasanya digambarkan mengadakan pertemuan pada istananya istananya di Gunung Kunlun (mitologi), gunung suci umat Taoisme yang dianggap berada wilayah barat Tiongkok ( Pegunungan Kunlun pada masa modern dinamakan berdasarkan gunung ini). Pegunungan Gun Lun mempunyai keliling 1000 li atau 333 mil. Istananya yang dikelilingi oleh benteng dari emas dan batu mulia dipercaya merupakan surga yang sempurna dan komplet. Paviliun di sebelah kanannya merupakan tempat bermukim para dewa, yang terbagi menjadi beberapa golongan menurut warna pakaian yang mereka kenakan, yaitu merah, biru, hitam, ungu, kuning, dan warna alam. Disini terdapat sebuah air mancur besar yang dibangun dari bermacam-macam batu mulia dan disebut Yao Chi atau Telaga Zamrud. Pesta buah persik atau Pan Tao Hui diselenggarakan disini dengan dihadiri para dewata, dan sebagai pilar kosmis sehingga para dewa dan manusia bisa berkomunikasi.[3][11] Di istananya, ia dikelilingi oleh rombongan dewi-dewi terkemuka dan para pelayan spiritual. Meskipun tidak semua percaya bahwa kebunnya ditumbuhi pepohonan persik panjang umur yang akan berbuah setiap tiga ribu tahun sekali,[11] beberapa percaya bahwa halamannya di Gunung Kunlun berada di dekat kebun Persik Keabadian. Dimanapun lokasi persik tersebut, Xi Wangmu secara umum dikenal menyuguhkan buah-buah persik tersebut kepada para tamunya, yang akan membuat berumur panjang. Hari pesta tersebut ditetapkan sebagai hari lahir Xi Wang Mu, para dewa berkumpul untuk memberi selamat kepadanya.[3] Ia biasanya mengenakan mahkota khusus yang digantungi Persik Keabadian.
Sebenarnya berdasarkan "Shan Hai Jing" yang ditulis pada masa Dinasti Zhou, Xiwangmu digambarkan sebagai dewi yang buas bergigi serta berekor macan tutul, tinggal di gua, suka memangsa manusia, dan mengirim wabah penyakit ke dunia. Setelah diadopsi ke dalam panteon Taoisme, ia dipuja sebagai dewi hidup dan keabadian; sebagai nyonya bangsawan paruh baya berwajah cantik dan berwibawa, dilayani para bidadari yang memayungi dan menyuguhkan buah tao, duduk di singgasana atau mengendarai burung fenghuang.[13] Tempat berziarahBerdasarkan catatan Biografi Kaisar Mu, masyarakat percaya bahwa Danau Tianchi (lit. Kolam Surgawi) di Xinjiang adalah Kolam Zamrud milik Xi Wangmu. Juga ada beberapa tempat terkenal lain yang biasanya menjadi tujuan berziarah kepada Xi Wangmu, misalnya Gunung Thian Shan dan Pegunungan Kunlun.[4] Xiwangmu dan para wanita Dinasti TangKarena menjadi perwujudan Yin, dewi tertinggi, dan pemimpin para Transenden wanita, Xi Wangmu dipandang memiliki hubungan spesial dengan semua wanita. Pada bagian pendahuluan hagiografi Tu Kuang-ting, ia mengurutkan daftar fungsi-fungsi penting Xi Wangmu:[10]
Xi Wangmu dipercaya mengurusi semua wanita Taois di seluruh alam semesta, baik dalam hal menyembpurnakan maupun sebagai pengaspirasi. Para penulis Tang sering menyebutkan dalam puisi mengenai wanita Taois. Dalam penglihatan Shang Ch'ing, sebagaimana ditulis oleh Tu, ia merupakan hakim guru, pendaftar, dan pelindung umat wanita. Wujudnya merefleksikan definisi Tu. Ibu Ratu sangat dihormati oleh para wanita Tiongkok yang menentang norma sosial mengenai wanita harus selalu tunduk. Bagi mereka, Xi Wangmu dipandang sebagai "dewi penuh kuasa dan merdeka yang mempresentasikan Yin tertinggi dan mengontrol keabadian serta kehidupan setelah kematian".[14] Kultus di TaiwanSebelum tahun 1950an, kultus Xi Wangmu masih belum terkenal di Taiwan. Semenjak berdirinya aliran Zi Hui Tang, pemujaannya mulai meluas. Taiwan memiliki tradisi sendiri mengenai Xi Wangmu, dan theogonianya mirip dengan Taoisme. Kultus Xi Wangmu terbelah menjadi dua tradisi besar semenjak Dinasti Qing, yang pertama adalah tradisi Taoisme dan yang lain adalah tradisi masyarakat. Tradisi Taoisme menetapkan posisinya yang semula dalam theogonia Taoisme, sementara tradisi masyarakat lebih tidak sistematik dan tidak dibatasi theogonia Taoisme. Keberadaan Charity Hall yang tersebar di Taiwan menjadi penanda berkembangnya kultus Golden Mother di negara tersebut.[4] Aliran Buddha SejatiDalam agama Buddha, khususnya aliran Tantrayana Zhen Fo Zhong atau Aliran Buddha Sejati, Yao Chi Jin Mu adalah dewi yang pertama kali membuka mata Mulacarya Lu Sheng Yen.[5] Kisah dan legendaXiwangmu dan LaoziDalam teks Tu Kuang-ting, setelah memperkenalkan Xiwangmu, ia juga memasukkan naratif pertemuan Xi Wangmu dengan berbagai pahlawan legendaris Tiongkok. Salah satunya mengisahkan pertemuan Xi Wangmu dengan Laozi (Catatan: Laozi yang dimaksudkan dalam teks tersebut adalah dewa Tuan Lao):[10]
Dalam naskah ini, Xiwangmu menjadi atasan Laozi dan dianggap sebagai penulis tertinggi Dao De Jing. Dikotomi ini merupakan karakteristik Taoisme aliran Shang Ch'ing, sekte Taoisme yang memuja sang dewi dimana Tu Kuang-ting merupakan guru di sana.[10] Terdapat versi lain pertemuan Xiwangmu dan Laozi dalam sastra Tang. Versi ini merupakan versi tradisional dan menyebutkan Xi Wangmu sebagai bawahan Laozi, menyebutnya "Tuan Primordial" (gelar dalam wujud manifestasinya yang tertinggi) dan memberi hormat kepada sang nabi.[12] Ibu Ratu dan para pemimpin TiongkokYu AgungXunzi, sebuah literatur tata negara dari abad ketiga SM yang ditulis oleh pengikuti Konfusius, menuliskan bahwa "Yu belajar kepada Ibu Ratu dari Barat". Kalimat tersebut merujuk kepada Yu Agung, pendiri legendaris Dinasti Xia, dan memposisikan Xi Wangmu sebagai guru dari Yu. Dipercaya bahwa ia memberi Yu legitimasi dan hak untuk memerintah serta teknik yang dibutuhkan untuk memerintah.[2] Fakta bahwa Xi Wangmu telah mengajari Yu memberinya kekuatan yang besar, karena menurut pemikiran masyarakat Tiongkok, sesosok guru pastilah lebih tua dan lebih bijaksana daripada muridnya. Raja Mu dari Dinasti ZhouMungkin salah satu kisah pertemuan antara dewa dengan pemimpin manusia yang paling terkenal adalah antara Raja Mu dari Zhou dengan Xi Wangmu. Ada beberapa versi yang berbeda, tetapi semua menyebutkan bahwa Raja Mu, salah satu raja terhebat dari Dinasti Zhou, melakukan perjalanan bersama dengan delapan suruhannya menuju wilayah paling barat kerajaan. Setelah mengumpulkan kedelapan suruhan dan melihat batas dari kerajaannya, itu akan membuktikan bahwa ia memiliki Mandat dari Surga. Dalam perjalannya, ia bertemu dengan Xi Wangmu di Gunung Kunlun (gunung dalam legenda). Mereka terlibat percintaan dan Raja Mu berharap dapat memperoleh keabadian, tetapi pada akhirnya ia harus kembali ke dunia manusia tanpa menjadi abadi. Hubungan antara Xi Wangmu dengan Raja Mu dianggap sebagai hubungan guru Tao dengan muridnya (Bernard: hal. 206).[2] Xi Wangmu menurunkan ajaran rahasia atas permintaannya, tetapi Raja Mu sebagai murid telah gagal dan akhirnya meninggal sebagaimana manusia biasa. Raja pertama Dinasti QinRaja pertama Dinasti Qin, Qin Shi Huang, menyatukan negara-negara yang berperang di Tiongkok menggunakan strategi dan diplomasi militer yang brilian untuk mengontrol wilayah paling luas yang pernah dikuasi Tiongkok sepanjang sejarah. Ia juga memerintahkan para pekerja untuk menyatukan bagian-bagian tembok yang telah dibangun sehingga menjadi Tembok Raksasa Tiongkok. Meskipun begitu, sejarah mengenalnya sebagai raja -maupun pencari keabadian- yang gagal. Qin memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Xi Wangmu dan memperoleh kehebatan darinya, tetapi ia malah menyia-nyiakan hal itu (Bernard: hal. 207)[2] dan meninggal tanpa Mandat dari Surga. Kisah hidupnya yang tidak berkesemp[atan untuk bertemu dengan Xi Wangmu menjadi peringatan kepada umat manusia: betapapun besarnya usaha untuk mengejar keabadian, kini ia telah meninggal dan tidak dapat berbicara lagi. Sastrawan dari abad kesembilan bernama Zhunag Nanjie menulis:
Raja Wu dari HanLegenda mengenai Raja Wu dari Han atau Han Wudi, raja Dinasti Han yang sering berperang, dan Xi Wangmu mengatakan bahwa keduanya bertemu pada masa puncak pemerintahannya, saat Xi Wangmu mengunjunginya di malam Tujuh-Tujuh, malam pertemuan antara pria biasa dengan wanita langit.[2] Saat Xi Wangmu berkunjung, ia mengadakan perjamuan makan sambil memberikan pelajaran khusus untuk Raja Mu, kemudian pergi. Raja Wu, sebagaimana Raja Mu sebelumnya, gagal mempraktikkan ajaran tersebut sehingga ia meninggal sebagaimana manusia biasa. Keseluruhan kisah tersebut diceritakan dalam tulisan Li Qi yang berjudul "Lagu-lagu Xi Wangmu ":
Kultur populer
Lihat pulaReferensi
Daftar Pustaka
Pranala luar
|