Wings (perusahaan)
PT Wings Surya merupakan perusahaan penghasil produk-produk rumah tangga dan pemeliharaan kesehatan diri yang bermarkas di Surabaya, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 21 September 1948 dengan nama Fa. Thong Fat, yang kemudian menjadi Fa. Wings.[1] Pada tahun 1991, ia berganti nama menjadi PT Wings Surya.[2] PerkembanganPerjalanan PT Wings Surya, PT Sayap Mas Utama (dan usaha-usaha lainnya yang dikenal secara informal sebagai "Wings Group") bermula di tahun 1948. Dua orang pria, Johannes Ferdinand Katuari (Oen Jong Khing, lahir di Surabaya tahun 1919) dan Harjo Sutanto (Tan Siey Miauw, lahir di Tulungagung pada tahun 1926)[3] merintis pabrik pembuatan sabun batangan dari soda api di Jl. Kalisosok Kidul No. 2, Surabaya. Usaha bernama Firma (Fa.) Thong Fat itu dibantu dengan 6 karyawan sebagai usaha kecil berskala home industry. Johannes dan Harjo merintis usahanya dengan gigih, lewat menjajakan sabun mereka yang diberi nama Wings dengan menggunakan sepeda dan dari rumah ke rumah.[4][5] Harganya yang murah dibanding sabun sejenis merek Sunlight, membuat sabun batang Wings populer di kalangan masyarakat bawah.[6][7] Nama "Wings" merupakan simbol kerjasama Johannes dan Harjo, bahwa mereka memiliki visi yang sama untuk mengembangkan usahanya seperti sepasang sayap burung hingga setinggi langit.[2] Nama tersebut kemudian juga diadopsi sebagai nama firma keduanya (Fa. Wings). Harjo dan Johannes kemudian dibantu oleh Wakijo Tanojo (Tan Kiek Sie) yang membantu pengembangan usaha Wings dalam memasuki 1970-an.[8] Keberhasilan sabun Wings mendorong mereka untuk memasarkan sabun-sabun cuci lainnya. Pada tahun 1971, merek sabun krim Ekonomi mulai diproduksi. Di tahun itu juga Wings mulai mengadopsi strategi pemasaran modern, seperti beriklan dan membangun sarana transportasi.[4] Sama seperti sabun batang Wings, merek Ekonomi juga diterima luas oleh masyarakat karena harganya yang murah, mengingat biaya produksinya yang lebih kecil dibanding deterjen bubuk.[2] Tiga tahun kemudian, Wings mendirikan kantor di Jakarta yang dikepalai putra Johannes, Teddy Jeffrey Katuari. Di kota ini, pada tahun 1976 didirikan PT Sayap Mas Utama yang bergerak di produksi sabun mandi,[3] sabun colek, dan plastik kemasan.[4] Periode selanjutnya menandai ekspansi grup ini dengan meluncurkan berbagai produk, seperti sabun colek Dangdut dan Wings Biru, deterjen bubuk So Klin, sabun mandi Nuvo, Giv dan Priti, ditambah aneka produk-produk pembersih atau toiletries lainnya.[7] Di tahun 1978 dan 1981 Wings kembali membangun pabriknya, masing-masing di Wonocolo, Surabaya[6] dan Jakarta. Adapun yang terakhir berada di bawah PT Lion Wings, yang awalnya didirikan dengan nama PT Cipta Segar Harum yang mendapatkan lisensi produksi dan kerjasama dengan perusahaan Jepang Lion Corporation. Masuknya modal dari Lion membuat pada tahun 1990 namanya menjadi PT Lionindo Jaya dan di tahun 2004 menjadi Lion Wings.[9] Produk utamanya adalah barang-barang toiletries (seperti sampo, pasta gigi dan produk perawatan bayi) dalam merek Emeron, Mama, Page One, Kodomo, Ciptadent, Zinc, dll.[7][10] Sejak tahun 1991 nama Fa. Wings diganti menjadi PT Wings Surya. Wings kemudian juga memiliki pabrik lain di Driyorejo, Gresik[6] dan di tahun 1991 sempat melakukan perluasan pabrik sabun dan deterjen senilai Rp 38,2 miliar.[3] Pada saat banyak usaha tiarap akibat krisis ekonomi di akhir 1990-an, Wings justru tetap terlihat tangguh. Tidak mengandalkan bantuan pemerintah, cenderung memutar modal sendiri dan gaya bisnis yang konservatif, membantu Wings menghadapinya.[11] Justru mereka bisa mencatatkan sejumlah prestasi. Lewat produk deterjen Daia yang dilempar ke pasar di tahun 1998, Wings langsung meroket sebagai market leader, meninggalkan Unilever.[12] Tahun selanjutnya, Wings mulai menjajaki bisnis FMCG lainnya di sektor makanan dan minuman. Produk yang diluncurkan mulanya adalah minuman serbuk bermerek Jas Jus dan Segar Dingin lewat PT Karunia Alam Segar.[7][5] Di tahun 2003, Wings kembali menggegerkan pasar setelah terjun ke produksi mi instan (via PT Karunia Alam Segar dan PT Prakarsa Alam Segar) dengan merek Mie Sedaap, yang langsung tampil sebagai pesaing tangguh Indomie. Menurut putra Johannes, Eddy William Katuari, mereka memasuki bisnis tersebut hanya karena ingin memenuhi permintaan konsumen.[5] Tidak puas dengan minuman bubuk, pada tahun 2007 Wings memasuki bisnis minuman siap saji dengan produk Ale-Ale. Kesuksesannya mendorong produk minuman lain (kini diproduksi PT Tirta Alam Segar dan PT Mitra Alam Segar), seperti Teh Rio (2010), Floridina (2012), Power F (2013), Teh Javana (2015), Milku, Isoplus, dan merek-merek lainnya.[13] Produk makanan lain yang diluncurkan seperti minyak goreng, kecap bermerek Sedaap, dan kopi instan bermerek Top Coffee (diproduksi PT Harum Alam Segar).[14] Di bulan September 2013, Wings kembali berekspansi dengan mendirikan perusahaan patungan dengan Glico (PT Glico Wings Indonesia), yang dilanjutkan dengan pendirian perusahaan sejenis bersama Calbee bernama PT Calbee Wings Food pada tahun selanjutnya. Adapun perusahaan pertama memproduksi es krim, sedangkan yang kedua bergerak di produksi dan pemasaran makanan ringan. Kedua perusahaan kemudian mengenalkan produknya di tahun 2016.[15][16] Selain berhasil menjadi pemain yang diperhitungkan dalam negeri, Wings juga dikenal memiliki pasar ekspor yang kuat. Menurut Eddy W. Katuari di tahun 2004, produk Wings telah menjangkau 90 negara dan berkontribusi pada 30% pendapatan perusahaan.[5] Produk Wings tersebar di banyak negara, dari Nigeria hingga Filipina.[17] Ekspor yang digenjot sejak 1991 ini membuat merek-merek seperti So Klin dan Mie Sedaap menjadi semakin dikenal luas.[11] Sektor huluSejak awal, kelompok Wings sudah menyentuh sektor hulu yang digunakan untuk membantu bisnis produk-produk pembersih dan toiletries-nya. Di bulan Februari 1975, perusahaan pertama bernama PT Findeco Jaya (First Indonesian Detergent Company Jaya), hasil patungan dengan PT Lautan Luas, PT Sinar Antjol, dan dua perusahaan Jepang (Teikoku Kako Co. Ltd. dan Toyo Menka Kaisha Ltd.) didirikan.[3] Perusahaan ini merupakan produsen bahan deterjen pertama di Indonesia, seperti ABS (alkilbenzena sulfonat).[18] Di tahun 1978 didirikan perusahaan kedua bernama PT Aktif Indonesia Indah, juga memproduksi bahan deterjen yang berbasis di Surabaya.[19] Ada juga PT Petrocentral, perusahaan kimia produsen natrium tripolifosfat yang didirikan bersama Grup Kodel dan PT Petrokimia Gresik di tahun 1986. Pabrik bahan deterjen (alkilbenzena sulfonat dan heavy alkylate) besar lainnya didirikan Wings bersama Grup Salim, Grup Sinar Mas dan beberapa investor di tahun 1983, yaitu PT Unggul Indah Cahaya Tbk.[3] Pada tahun 2000 Wings berkolaborasi dengan Lautan Luas dan Grup Djarum mengakuisisi Salim Oleochemical dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dengan mendapat persentase saham terbesar (47,7%). Perusahaan yang kelak diganti namanya menjadi PT Ecogreen Oleochemicals ini memiliki pabrik di Belawan, Batam dan Singapura yang berfungsi mengolah minyak sawit menjadi bahan baku sabun seperti gliserin dan fatty acid untuk keperluan dalam negeri dan ekspor. Sejak 1995, Grup Wings juga sudah punya perkebunan kelapa sawit di bawah PT Gawi Makmur Kalimantan dan PT Damit Mitra Sekawan. Menurut seorang pengamat, kiprah Wings yang rajin berinvestasi di sektor hulu ini memiliki beberapa keuntungan: mengamankan mereka dari gejolak harga, ditambah membantu menyediakan harga barang jadi yang lebih murah.[5][11] Selain itu, sejak 2011 Grup Wings memiliki pabrik minyak goreng di bawah PT Karya Indah Alam Sejahtera,[20] dan baru-baru ini, lewat PT Pratama Nusantara Sakti, mereka terjun ke industri gula.[7] Wings juga memiliki industri pengemasan dan pengepakan di sejumlah perusahaan. Di tahun 1983 didirikan PT Multipack Unggul, produsen kemasan plastik dan kertas di Jakarta dan Surabaya. Pabrik ini memakan investasi Rp 9,7 miliar ketika didirikan.[3] Lalu di tahun 2002 berdiri PT Unipack Indosystems, juga bergerak di industri kemasan plastik flexible. Salah seorang putri Harjo Sutanto, Fifi Sutanto juga memiliki latar belakang pendidikan dari sebuah sekolah parfum di Prancis, yang diharapkan bisa meningkatkan kualitas produk Wings.[5] Usaha lainnyaSama seperti banyak pebisnis lainnya, Katuari dan Sutanto mengembangkan usahanya ke berbagai sektor (baik dimiliki sendiri atau berpatungan), sehingga Wings kini menjadi sebuah konglomerasi. Beberapa sektor lain yang mereka geluti seperti properti, keuangan dan bahan bangunan. Di properti, mereka mengibarkan PT Wiranusa Grahatama (konstruksi), PT Dianlestari Perdana (pengelola gedung perkantoran Graha Ekonomi di Surabaya), PT Ekatama Makmur (pembangun perumahan murah), perumahan mewah Raffles Hills, pusat perdagangan Pulogadung Trade Center, dan hotel mewah The Apurva Kempinski Bali. Untuk produksi bahan bangunan sejak 1989 Wings merintis produsen ubin keramik Milan dan Hercules di bawah PT Adyabuana Persada dan PT Saranagriya Lestari Keramik. Lalu, di tahun 1997 didirikan pabrik gipsum bersama Siam Cement Group (SCG) bernama PT Siam-Indo Gypsum Industry. Ada juga merek genteng keramik M-Class yang diproduksi PT M-Class Industry.[5][3][7] Di sektor jasa, Wings terjun ke industri keuangan setelah penerbitan Paket Kebijaksanaan Oktober 1988. Pada tahun 1989 keluarga Katuari dan Sutanto mendirikan PT Bank Ekonomi Raharja yang memfokuskan diri pada sektor ritel.[5][3] Di bulan Oktober 2008, saham mereka dijual kepada bank asing HSBC,[21] dan saat ini dikenal dengan nama PT Bank HSBC Indonesia. Seakan tidak betah meninggalkan bisnis perbankan, pada tahun 2013 Wings mengakuisisi mayoritas saham Bank Multiarta Sentosa (Bank MAS),[7] sebuah bank kecil milik keluarga Winoto. Selain di perbankan, Wings juga memiliki lengan usaha di bidang pasar modal. Mulanya mereka memiliki UOB-Kay Hian Sekuritas, namun saat ini fokusnya ada di PT Ekokapital Sekuritas yang berdiri sejak 2001.[5] Era 2010-an dimanfaatkan kelompok bisnis keluarga Katuari-Sutanto ini untuk terjun ke sektor ritel dan restoran. Sejak 2013, di bawah PT Fajar Mitra Indah, Wings mengembangkan minimarket FamilyMart, lisensi dari Jepang. Pada tahun 2023 FamilyMart sudah memiliki 254 gerai yang berada di banyak kota-kota besar di Indonesia.[22] Sebelumnya, pada Juli 2010, Wings berkerjasama dengan Yoshinoya dan Charoen Pokphand (di bawah PT Multirasa Nusantara) untuk kembali memboyong restoran gyudon tersebut ke Indonesia. Pengelolaan bisnisProduk Wings dikenal sebagai pesaing tangguh dari produk-produk sejenis yang diproduksi perusahaan multinasional, seperti Unilever dan P&G. Strateginya adalah menjual produk dengan harga lebih murah, namun berkualitas lebih tinggi atau setara dibanding pemain utama.[5][6] Wings juga berusaha mencuri pasar yang signifikan dalam setiap produknya (sekitar 10-15%),[6] lewat konsisten tidak bertanding head-to-head dengan pemain pasar.[23] Aspek lainnya adalah pentingnya pemilik perusahaan ini mengembangkan branding, yang dapat dilihat dari anggaran belanja iklannya yang cukup besar. Bahkan di tahun 2004 dikabarkan Wings sudah memiliki puluhan merek yang sudah dipasarkan dan ribuan merek lainnya yang sudah didaftarkan dan siap dieksekusi produksi maupun pemasarannya.[5] Sejak 1990-an, Johannes Katuari dan Harjo Sutanto sudah menyerahkan pengelolaan bisnis Wings ke generasi kedua, yang meliputi Eddy William Katuari, Teddy Jeffrey Katuari, Freddy Ignatius Katuari, Finney Henry Katuari, Hanny Sutanto dan Hendrik Tanojo.[3] Masing-masing biasanya mengelola sektor tertentu, seperti Finney di bidang operasional dan Eddy di kepemimpinan perusahaan.[11] Adapun Johannes meninggal di tahun 2004,[5] sementara Harjo masih hidup sampai saat ini. Forbes pada November 2021 menempatkan Harjo sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia dengan harta sebesar Rp 7,5 triliun.[24] Meskipun dibangun oleh dua orang dari keluarga yang berbeda, relasi antara generasi keluarga Sutanto dan Katuari berjalan mulus dan hampir tidak terdengar bergejolak. Menurut Eddy di tahun 2004, masing-masing keluarga mendapat "kue" seimbang dan tidak saling mendahului, dengan keduanya berkolaborasi sebagai tim.[5] Yang terdengar dari keluarga Katuari atau Sutanto paling hanya masalah pribadi,[25] seperti ketika salah seorang putri Harjo, Silviana, meninggal dunia di tahun 2016 akibat kebakaran di Alaska, AS.[26] Sikap low profile bisnis Wings juga nampak pada usaha-usahanya. Seperti ketika mulai merintis Mie Sedaap, pabrik mi tersebut di Jawa Timur hanya ditandai dengan papan bertuliskan "KAS" (singkatan dari PT Karunia Alam Segar). Sebisa mungkin keluarga Katuari-Sutanto dan Wings menghindari publikasi media.[25] Akan tetapi tidak bisa dipungkiri juga beberapa bisnis Wings sempat memasuki pemberitaan baru-baru ini, seperti polemik perizinan gudang di Padangsidempuan,[27] isu limbah di PT Mitra Alam Segar,[28] dugaan gratifikasi izin ekspor yang menimpa PT Karya Indah Alam Sejahtera,[20] adanya dugaan bahan berbahaya di Mie Sedaap, hingga masalah perburuhan di PT Karunia Alam Segar.[29] Keluarga Katuari dan Sutanto juga dikenal memiliki relasi kekeluargaan pada grup bisnis lainnya yang tidak berkaitan. Grup Victoria Investama milik Suzanna Tanojo (putri salah satu perintis bisnis Wings, Wakijo Tanojo) bergerak di industri keuangan dan properti (lewat PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk).[30] Relasi kuat lainnya adalah dengan keluarga Hartono, pemilik Djarum. Putra Eddy W. Katuari, Grace Katuari memiliki suami Martin Hartono dan duduk sebagai salah satu pimpinan pusat perbelanjaan Grand Indonesia milik konglomerasi kretek tersebut. Dua putri Eddy Katuari yang lain, Erlina dan Jane, masing-masing dinikahkan dengan Benjamin Jiaravanon dan Kreisna Gozali, yang masing-masing mengelola PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Gozco Plantations Tbk.[7] ProdukWings Care
Lion Wings
Wings Food
Calbee Wings
Glico Wings
Referensi
Pranala luar |