Valéry Marie René Giscard d'EstaingValéry Marie René Georges Giscard d'Estaing (bahasa Prancis: [valeʁi ʒiskaʁ dɛstɛ̃] ( simak); 2 Februari 1926 – 2 Desember 2020), juga dikenal sebagai Giscard atau VGE, adalah seorang politikus Prancis yang menjabat sebagai Presiden Prancis dan ex officio pangeran bersama Andorra dari tahun 1974 hingga 1981. Setelah menjabat sebagai Menteri Keuangan di bawah perdana menteri Jacques Chaban-Delmas dan Pierre Messmer, ia kemudian memenangkan pemilihan presiden tahun 1974 dengan perolehan 50,8% suara atas François Mitterrand dari Partai Sosialis. Masa jabatannya ditandai dengan sikap yang lebih liberal pada masalah sosial — seperti perceraian, kontrasepsi, dan aborsi — dan upaya untuk memodernisasi negara dan kantor kepresidenan, terutama meluncurkan proyek infrastruktur dengan jangkauan yang jauh seperti TGV dan beralih ke ketergantungan pada tenaga nuklir sebagai sumber energi utama Prancis. Namun, popularitasnya menjadi turun karena kemerosotan ekonomi setelah krisis energi 1973, menandai akhir dari "tiga puluh tahun kejayaan" Prancis setelah Perang Dunia II. Giscard d'Estaing menghadapi oposisi politik dari kedua sisi spektrum: François Mitterrand yang berasal dari haluan kiri sosialisnya dan Jacques Chirac yang sedang naik daun, yang membangkitkan Gaullisme di garis oposisi sayap kanan. Pada tahun 1981, meskipun mendapat peringkat persetujuan yang tinggi, ia dikalahkan dalam putaran kedua pilpres melawan Mitterrand, dengan hanya memperoleh 48,2% suara. Sebagai mantan Presiden Prancis, Giscard d'Estaing adalah anggota Dewan Konstitusi. Ia juga menjabat sebagai Presiden Dewan Regional Auvergne dari 1986 hingga 2004. Terlibat di dalam Uni Eropa, terutama karena memimpin Konvensi tentang Masa Depan Eropa yang menyusun Perjanjian pendirian Konstitusi untuk Eropa. Pada tahun 2003, ia terpilih menjadi anggota Académie française, mengambil kursi yang pernah dipegang oleh temannya dan mantan Presiden Senegal Léopold Sédar Senghor. Sampai kematiannya pada usia 94 tahun 304 hari, Giscard adalah Presiden Prancis dengan umur terpanjang dalam sejarah. Kehidupan awal dan pendidikanValéry Marie René Giscard d'Estaing lahir pada tanggal 2 Februari 1926 di Koblenz, Jerman, selama pendudukan Prancis di Rhineland.[1] Ia adalah putra sulung dari Jean Edmond Lucien Giscard d'Estaing, seorang pegawai negeri sipil berpangkat tinggi, dan istrinya, Marthe Clémence Jacqueline Marie (May) Bardoux.[2] Ibunya adalah putri dari senator dan akademisi Achille Octave Marie Jacques Bardoux, menjadikannya sebagai cicit dari menteri pendidikan Agénor Bardoux.[3] Giscard memiliki seorang kakak perempuan, Sylvie dan adik laki-laki serta perempuan, Olivier, Isabelle dan Marie-Laure.[4] Meskipun ada penambahan "d'Estaing" pada nama keluarga oleh kakeknya, Giscard bukanlah keturunan dari keluarga bangsawan Laksamana Madya d'Estaing yang telah punah.[5] Ia bergabung dengan Pemberontak Prancis dan berpartisipasi dalam Pembebasan Paris; selama pembebasan ia ditugaskan untuk melindungi Alexandre Parodi.[6] Ia kemudian bergabung dengan Pasukan Kemerdekaan Prancis dan bertugas sampai akhir perang.[6] Ia kemudian dianugerahi Croix de guerre untuk dinas militernya.[7] Pada tahun 1948, ia menghabiskan satu tahun di Montreal, Kanada, di mana dia bekerja sebagai guru di Collège Stanislas.[8] Ia belajar di Lycée Blaise-Pascal di Clermont-Ferrand, École Gerson dan Lycées Janson-de-Sailly dan Louis-le-Grand di Paris.[9] Ia lulus dari École polytechnique dan École nationale d'administration (1949–1951) dan memilih untuk mengikuti Inspection des finances yang bergengsi.[7][9] Ia lantas bekerja di Layanan Pajak dan Pendapatan, kemudian bergabung dengan staf Perdana Menteri Edgar Faure (1955–1956).[6] Ia fasih berbahasa Jerman.[10] Karier politik awalJabatan pertama: 1956–1962Pada tahun 1956, ia terpilih menjadi anggota Majelis Nasional dari dapil département Puy-de-Dôme.[11] Ia bergabung dengan Pusat Nasional Independen dan Petani (CNIP), sebuah partai konservatif.[12] Setelah proklamasi Republik Kelima, pemimpin CNIP Antoine Pinay menjadi Menteri Ekonomi dan Keuangan dan memilihnya sebagai Sekretaris Negara untuk Keuangan dari tahun 1959 hingga 1962.[7] Anggota koalisi mayoritas Gaullisme: 1962–1974Pada tahun 1962, ketika Giscard dinominasikan sebagai Menteri Ekonomi dan Keuangan, partainya memutuskan hubungan dengan partai-partai Gaullisme dan meninggalkan koalisi mayoritas.[5][7] Giscard menolak untuk mengundurkan diri dan mendirikan Republikan Independen (RI), yang menjadi mitra junior Gaullisme di koalisi "mayoritas presiden".[6] Selama berada di Kementerian Ekonomi ia menciptakan frase "hak istimewa selangit" untuk mencirikan hegemoni dolar AS dalam pembayaran internasional di bawah sistem Bretton Woods.[13] Namun, pada tahun 1966, ia diberhentikan dari kabinet.[7] Ia mengubah RI menjadi partai politik, yakni Federasi Nasional Republikan Independen (FNRI), dan mendirikan Klub Perspektif dan Realitas.[6][7] Dalam hal ini, ia mengkritik "praktik kekuasaan yang soliter" dan meringkas posisinya terhadap kebijakan De Gaulle dengan "ya, tapi ...".[14] Sebagai ketua Komite Keuangan di Majelis Nasional, ia mengkritik penggantinya di kabinet.[6] Karena alasan itu, Gaullis menolak untuk memilihnya kembali ke posisi Menteri Keuangan setelah pemilihan legislatif 1968.[6] Pada tahun 1969, tidak seperti kebanyakan pejabat terpilih dari FNRI, Giscard menganjurkan untuk memilih "tidak" dalam referendum konstitusi mengenai daerah dan Senat, sementara De Gaulle mengumumkan niatnya untuk mundur jika "tidak" menang.[15] Gaullis menuduhnya bertanggung jawab atas kepergian De Gaulle dari kursi kepresidenan.[6][15] Selama kampanye presiden 1969 ia mendukung kandidat pemenang Georges Pompidou, setelah itu ia kembali ke Kementerian Ekonomi dan Keuangan.[6] Ia adalah perwakilan dari generasi baru politisi yang muncul dari pengabdian sipil senior, yang dipandang sebagai "teknokrat".[16] Kemenangan pilpresPada tahun 1974, setelah kematian mendadak Presiden Georges Pompidou, Giscard mengumumkan pencalonannya sebagai presiden.[5][7] Dua penantang utamanya adalah François Mitterrand dari sayap kiri dan Jacques Chaban-Delmas, mantan Perdana Menteri dari kubu Gaullis.[17] Jacques Chirac dan tokoh Gaullis lainnya menerbitkan Seruan 43 di mana mereka menjelaskan bahwa Giscard adalah kandidat terbaik untuk mencegah terpilihnya Mitterrand.[18] Dalam pemilihan, Giscard finis jauh di depan Chaban-Delmas pada putaran pertama, meskipun berada di urutan kedua setelah Mitterrand.[6] Namun, dalam putaran kedua pada 20 Mei, Giscard mengalahkan Mitterrand dengan tipis, menerima 50,7% suara.[19] Presiden PrancisPada tahun 1974, Giscard terpilih sebagai Presiden Prancis, mengalahkan kandidat Partai Sosialis François Mitterrand dengan selisih kurang lebih 425.000 suara.[20] Pada usia 48, ia adalah presiden termuda ketiga dalam sejarah Prancis pada saat itu, setelah Louis-Napoléon Bonaparte dan Jean Casimir-Perier.[6] Dalam hal pengangkatan menteri, ia berinovasi dalam pemberian jabatan kepada wanita. Ia memberikan posisi kabinet utama kepada Simone Veil sebagai Menteri Kesehatan dan Françoise Giroud sebagai sekretaris urusan perempuan. Giroud bekerja untuk meningkatkan akses perempuan terhadap pekerjaan yang berarti dan memperjuangkan karier perempuan yang melahirkan anak. Veil menghadapi permasalahan tentang kebijakan aborsi.[21][22] Kebijakan domestikSaat menjabat presiden yang baru, ia dengan cepat memulai reformasi. Termasuk di antaranya adalah meningkatkan upah minimum serta tunjangan keluarga dan pensiun hari tua. Ia juga memperluas hak suaka politik, asuransi kesehatan yang mencakup semua rakyat Prancis, menurunkan usia pemilih menjadi 18 tahun dan memodernisasi hukum perceraian. Pada 25 September 1974, Giscard menyimpulkan tujuannya:
Ia mendorong pengembangan jaringan kereta kecepatan tinggi TGV dan peningkatan telepon Minitel, pendahulu Internet.[24] Ia mempromosikan tenaga nuklir, sebagai cara untuk menegaskan kemerdekaan Prancis.[25] Secara ekonomi, kepresidenan Giscard mengalami kenaikan yang stabil dalam pendapatan pribadi, dengan daya beli para pekerja naik sebesar 29% dan pensiunan hari tua sebesar 65%.[26] Krisis besar yang membebani masa jabatannya adalah krisis ekonomi dunia yang disebabkan oleh naiknya harga minyak dengan cepat. Ia mengangkat Perdana Menteri Raymond Barre pada tahun 1976, yang menganjurkan berbagai kebijakan rumit dan ketat ("Rencana Barre"). Rencana Barre pertama muncul pada 22 September 1976, dengan prioritas menghentikan inflasi. Rencana tersebut juga termasuk kebijakan pembekuan harga selama 3 bulan; pengurangan pajak pertambahan nilai; kontrol upah; kontrol gaji; pengurangan pertumbuhan jumlah uang beredar; dan kenaikan pajak penghasilan, pajak mobil, pajak barang mewah dan tarif bank. Terdapat juga langkah-langkah untuk memulihkan neraca perdagangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta lapangan kerja. Impor minyak, yang harganya sedang melonjak, dibatasi. Ada bantuan khusus untuk ekspor, dan dana aksi disiapkan untuk membantu industri. Ada peningkatan bantuan keuangan untuk para petani, yang menderita kekeringan, dan untuk jaminan sosial. Paket kebijakan itu tidak terlalu populer, tetapi terus dikejar dengan semangat.[27] Giscard awalnya mencoba memproyeksikan citra yang lebih merakyat daripada para presiden Prancis sebelumnya.[16] Ia naik Métro, makan malam bulanan dengan rakyat Prancis biasa, dan bahkan mengundang tukang sampah dari Paris untuk sarapan bersamanya di Istana Élysée.[28] Namun, ketika ia mengetahui bahwa sebagian besar orang Prancis agak dingin dengan tampilan informalitas seperti itu, Giscard menjadi begitu menyendiri dan berjarak sehingga lawan-lawannya sering menyerangnya karena terlalu jauh dari warga biasa.[29][halaman dibutuhkan] Dalam kebijakan domestik, reformasi yang dilakukan presiden mengkhawatirkan para pemilih konservatif dan partai Gaullisme, terutama undang-undang oleh Simone Veil yang melegalkan aborsi.[30] Meskipun ia mengatakan bahwa dirinya memiliki "kebencian yang mendalam terhadap hukuman mati", Giscard mengklaim dalam kampanyenya tahun 1974 bahwa ia akan menerapkan hukuman mati kepada orang-orang yang melakukan kejahatan paling keji.[31] Ia tidak mengubah keputusan tiga hukuman mati selama masa kepresidenannya, menjadikan Prancis sebagai negara terakhir dalam Komunitas Eropa yang menerapkan hukuman mati.[6][32] Persaingan muncul dengan Perdana Menteri Jacques Chirac, yang mengundurkan diri pada tahun 1976.[33] Raymond Barre, yang disebut sebagai "ekonom terbaik di Prancis" pada saat itu, menggantikannya.[6] Tanpa diduga, koalisi sayap kanan memenangkan pemilihan legislatif 1978.[6] Namun demikian, hubungan dengan Chirac, yang mendirikan Rassemblement pour la République (RPR), menjadi lebih tegang.[33] Giscard bereaksi dengan mendirikan konfederasi kanan-tengah, Persatuan Demokrasi Prancis (UDF).[5] Pilpres 1981Dalam pemilihan presiden tahun 1981, Giscard mendapat pukulan telak terhadap dukungannya ketika Jacques Chirac melawannya di putaran pertama.[7] Chirac menduduki tempat ketiga dan menolak untuk merekomendasikan agar pendukungnya mendukung Giscard dalam putaran kedua, meskipun ia menyatakan bahwa ia sendiri akan memilih Giscard. Giscard kalah dari François Mitterrand dengan selisih 3 % suara di putaran kedua,[34] dan sejak saat itu ia menyalahkan Chirac atas kekalahannya.[35] Pada tahun-tahun berikutnya, secara luas dikatakan bahwa Giscard membenci Chirac;[36] tentunya dalam banyak kesempatan Giscard mengkritik kebijakan Chirac ketika ia menjadi presiden, meskipun begitu Giscard tetap mendukung koalisi pemerintahan Chirac.[33] Kehidupan pribadiNama Giscard sering disingkat menjadi "VGE" oleh media Prancis.[5] Pada 17 Desember 1952, Giscard menikahi Anne-Aymone Sauvage de Brantes.[7] Kehidupan pribadi Giscard menjadi sumber banyak rumor baik di tingkat nasional maupun internasional.[37] Keluarganya tidak tinggal di kediaman kepresidenan Istana Élysée, dan The Independent melaporkan perselingkuhannya dengan seorang wanita.[37] Pada tahun 1974, Le Monde melaporkan bahwa ia biasa meninggalkan surat bersegel yang menyatakan keberadaannya dalam keadaan darurat.[38] Pada Mei 2020, Giscard dituduh meraba-raba bokong jurnalis Jerman selama wawancara pada 2018.[39] Ia membantah tuduhan tersebut.[39] Sakit dan meninggalPada 14 September 2020, Giscard dirawat di rumah sakit untuk perawatan komplikasi pernapasan di Hôpital Européen Georges-Pompidou di Paris.[40] Ia kemudian didiagnosis menderita infeksi paru-paru.[41] Ia dirawat lagi di rumah sakit pada tanggal 15 November,[42] tetapi keluar pada tanggal 20 November.[43] Giscard meninggal karena komplikasi COVID-19 pada 2 Desember 2020.[5] Ia berusia 94 tahun saat meninggal.[32][44][45] Keluarganya mengatakan bahwa pemakamannya akan diadakan dalam "keintiman yang ketat".[6] Presiden Emmanuel Macron merilis pernyataan tentang Giscard sebagai "abdi negara, politisi kemajuan dan kebebasan".[6] Mantan presiden Nicolas Sarkozy dan François Hollande,[46] calon presiden 2017 Marine Le Pen,[46] Kanselir Jerman Angela Merkel,[47] dan pemimpin Uni Eropa Charles Michel, David Sassoli dan Ursula von der Leyen semuanya mengeluarkan pernyataan yang memuji upaya Giscard dalam memodernisasi Prancis dan memperkuat hubungan dengan Uni Eropa.[48] PenghargaanNasional
EropaPada tahun 2003 ia menerima Penghargaan Charlemagne dari kota Aachen di Jerman. Ia juga seorang Ksatria Malta.[50] Luar negeriSebagai Menteri Keuangan
Sebagai Presiden Prancis
Referensi
Sumber
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Valéry Giscard d'Estaing.
|