Uriankhai
Uriankhai (bahasa Mongolia tradisional:ᠤᠷᠢᠶᠠᠩᠬᠠᠢ, aksara Sirilik Mongolia: урианхай; bahasa Sakha: урааҥхай; Hanzi sederhana: 乌梁海; Hanzi tradisional: 烏梁海; Pinyin: Wūliánghǎi), Uriankhan (ᠤᠷᠢᠶᠠᠩᠬᠠᠨ, урианхан) atau Uriankhat (ᠤᠷᠢᠶᠠᠩᠬᠠᠳ, урианхад), adalah istilah yang dipakai oleh bangsa Mongol menyebut sekelompok masyarakat yang tinggal di wilayah hutan di Utara, yang mencakup suku Tuvan dan Yakut yang berbicara dalam bahasa Turki, dan dalam beberapa kasus juga diterapkan pada suku Altai Uriankhai yang berbahasa Mongolia. Sebutan Uriankhai termasuk suku Uriankhai di hutan barat dan suku Uriankhai yang tinggal disekitar Transbaikal, sebelumnya tercatat dalam sumber-sumber Hanzi: 兀良哈; Pinyin: Wùliánghā sebagai . Istilah ini adalah asal mula istilah "kaum barbar" dalam bahasa Korea, 오랑캐. SejarahNama "Uriankhai" beraasal dari "uria" (motto, semboyan perang) dan khan (tuan) dalam bahasa Mongolia. Bangsa Mongol menerapkan nama itu pada semua masyarakat yang tinggal di wilayah hutan dan, kemudian, pada masyarakat Tuvan. Bangsa Mongol menyebut mereka sebagai Darligin Mongol . Pada awal masa Kekaisaran Mongol (1206-1368), orang-orang Uriankhai bertempat tinggal di Mongolia tengah. Pada abad ke-13 era Dinasti Yuan, Rashid-al-Din Hamadani menggambarkan Hutan Uriankhai sebagai masyarakat yang thidup secara terisolasi di hutan Siberia. Masyarakat Uriankhai tinggal dalam tenda-tenda yang terbuat dari kulit kayu betula dan berburu menggunakan papan ski. Meskipun memiliki nama yang mirip dengan klan Uriyankhan Mongol yang terkenal, Rashid menyebutkan bahwa klan Uriyankhan tidak memiliki hubungan dengan masyarakat Uriankhai.[2] Pada masa pemerintahan dinasti Ming, suku Jurchen disebut oleh orang Tionghoa sebagai "orang hutan" (menggunakan kata bahasa Jurchen, Woji), dan konotasi ini kemudian mengalami alih bahasa ke Mandarin untuk istilah Uriankhai, Wulianghai.[3] Pada pertengahan abad ke-14, orang Uriankhai tinggal di daerah Liaoyang di Tiongkok Timur Laut. Pada tahun 1375, Naghachu, pemimpin orang-orang Uriankhai dibawah pemerintahan dinasti Yuan Utara yang dipimpin oleh bangsa Mongol di Liaoyang, menyerang Semenanjung Liaodong untuk mengembalikan wilayah kekuasaan bangsa Mongol. Meskipun Naghachu terus mempertahankan Manchuria selatan, kampanye militer Dinasti Ming melawan Naghachu berakhir dengan menyerahnya Naghachu pada tahun 1388.[4] Setelah masyarakat Uriankhai utara memberontak dinasti Ming, mereka ditaklukkan oleh Dayan Khan pada tahun 1538 dan wilayahnya dianeksasi oleh Khalkha utara. Batmunkh Dayan Khan membubarkan tumen (satuan) Uriankhai. Kelompok kedua dari orang-orang Uriankhai (yang berasal dari Pegunungan Khentii) tinggal di Mongolia tengah dan kemudian bermigrasi ke Pegunungan Altai di masa awal abad ke-16.[5] Beberapa kelompok orang-orang Uriankhai bermigrasi dari Pegunungan Khentii ke Provinsi Khövsgöl pada masa Dinasti Yuan Utara (1368-1635).[6] Pada awal abad ke-17 istilah Uriankhai merujuk untuk semua wilayah yang tersebar di barat laut, yang memiliki populasi beretnis Samoyed, Turki, atau Mongol.[7] Pada tahun 1757 Dinasti Qing memberikan wilayah perbatasan paling utara untuk diatur oleh serangkaian panji (suku) Uriankhai: Khövsgöl Nuur Uriankhai, Tannu Uriankhai; Kemchik, Salchak, dan Tozhu (semua orang Tuvan); dan orang Altai . Sebutan orang Mongolia untuk orang Tuvan adalah Monchoogo Uriankhai. Kelompok Uriankhai lainnya di Mongolia (di Provinsi Bayan-Ölgii dan Khovd) disebut Altai Uriankhai. Terdapat dugaan bahwa orang Uriankhai ini memiliki hubungan dengan suku Oirat. Kelompok ketiga Uriankhai Mongolia adalah salah satu dari 6 tumen Dayan Khan di Mongolia Timur. Dua kelompok Uriankhai terakhir ini disebutkan dalam beberapa catatan merupakan keturunan Jelme dan sepupunya yang lebih terkenal, Subutai. Nama klan Altai Uriankhai, Khövsgöl Nuur Uriankhai dan Tuvan berbeda. Tidak ada orang beretnis Turki atau Samoyed pada masyarakat suku Altai atau Khövsgöl Uriankhai. Variasi dari istilah Uriankhai, Uraŋxai Sakha, adalah nama lama suku Yakut.[8] Pavel Nebolsin dari Rusia mendokumentasikan bahwa terdapat klan Urankhu dari orang-orang Volga Kalmyks pada tahun 1850-an.[9] Keberadaan Uriankhai juga dicatat oleh orang Korea, yang menyebut mereka dengan istilah Orangkae ( 오랑캐, "orang barbar"), terutama dalam konteks serangan mereka terhadap negeri-negeri yang berbudaya Cina pada abad ke-14 dan ke-15.[10] Beberapa orang-orang Uriankhai masih tinggal di Pegunungan Khentii . Suku Taowen, Huligai, dan Wodolian Jurchen tinggal di wilayah Heilongjiang di Yilan di bahwa kekuasaan Dinasti Yuan, saat wilayah tersebut merupakan bagian dari provinsi Liaoyang. Suku-suku ini berintegrasi menjadi suku Jurchen Jianzhou pada masa kekuasaan Dinasti Ming, sedangkan orang-orang Taowen serta Wodolian sebagian besar merupakan etnis Jurchen asli. Pada masa Dinasti Jin, Jin Jurchen tidak menganggap dirinya satu etnis dengan orang Hurka yang kemudian disebut Huligai. Istilah Uriangqa kemudian digunakan sebagai nama pada tahun 1300-an oleh masyarakat Jurchen di Korea yang berasal dari Ilantumen karena Uriangqa memiliki pengaruh pada masyarakat di Ilantumen.[11][12][13] Bokujiang, Tuowulian, Woduolian, Huligai, Taowan secara terpisah membentuk 10.000 keluarga dan merupakan pembagian etnis yang digunakan oleh Dinasti Yuan untuk memerintah masyarakat di sepanjang sungai Wusuli dan wilayah Songhua.[14][15] Referensi
|