Ular laut
Ular laut adalah sebutan umum untuk semua jenis ular yang hidup dan tinggal di lautan, yang kesemuanya diklasifikasikan ke dalam subfamilia Hydrophiinae (beberapa literasi mengklasifikasikan sebagai familia tersendiri: Hydrophiidae). Semua jenis ular laut teradaptasi sepenuhnya untuk hidup dan berkelana di dalam air, serta tidak mampu bergerak di daratan, kecuali untuk genus Laticauda yang memiliki kemampuan terbatas untuk bergerak di darat. Ular laut dapat ditemukan di perairan pantai yang hangat dari Samudra Hindia hingga Pasifik dan memiliki kekerabatan dengan ular-ular darat berbisa di Australia.[1] Semua jenis ular laut memiliki ekor pipih menyerupai dayung dan sebagian besarnya memiliki bagian bawah tubuh yang pipih, sehingga tampak menyerupai belut. Tidak seperti ikan, ular laut tidak memiliki insang dan harus ke permukaan secara teratur untuk bernapas. Bersama dengan paus, ular laut adalah vertebrata yang sepenuhnya hidup di dalam air tetapi bernapas dengan udara.[2] PengenalanSebagian besar spesies ular laut dewasa berukuran panjang antara 120 hingga 150 cm (1.2 meter sampai 1.5 meter),[3] dengan spesies terbesar, Hydrophis spiralis mencapai panjang maksimum 3 meter.[4] Mata ular laut berukuran relatif kecil dengan pupil bundar[5] dan hampir semua jenisnya memiliki lubang hidung terletak di atas.[6] Hampir semua jenis ular laut adalah hewan akuatik sepenuhnya dan telah teradaptasi untuk tinggal di lautan dalam berbagai cara, karakteristik yang paling khas adalah ekor menyerupai dayung yang meningkatkan kemampuan berenangnya.[7] Dalam kadar yang bervariasi, tubuh pada berbagai spesies terkompresi secara lateral, terutama pada spesies laut lepas (Pelagic). Hal ini kerap menyebabkan sisik ventral (bagian bawah tubuh) mengecil ukurannya, bahkan sulit dibedakan dari sisik yang bersebelahan. Sedikitnya sisik ventral menandakan bahwa ular laut menjadi hampir tidak berdaya di darat, tetapi karena sepenuhnya menjalani siklus hidup di dalam laut, ular ini tidak perlu keluar dari dalam air.[3][6] Satu-satunya ular laut yang masih memiliki sisik ventral yang membesar adalah erabu (genus Laticauda) yang terdiri dari 5 spesies. Ular-ular ini dianggap lebih primitif, karena masih lebih banyak menghabiskan waktunya di daratan, di mana sisik ventralnya membantunya dalam mencengkeram.[3][6] Erabu juga merupakan satu-satunya ular laut dengan sisik internasal, atau dengan kata lain, kedua lubang hidungnya tidak terletak di atas.[7] Penyebaran dan habitatUlar laut sebagian besar menyebar terbatas di perairan tropis yang hangat di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat,[3] dengan beberapa spesies terdapat di Oseania.[8] Ular laut berperut kuning (Hydrophis platurus), merupakan ular laut sekaligus salah satu reptilia dengan sebaran geografis terluas di dunia, kecuali jika dibandingkan dengan sebaran geografis beberapa spesies penyu.[2] Jenis ini tersebar luas di sepanjang pantai timur Afrika, meliputi Djibouti di utara hingga Cape Town di selatan, melewati Samudera Hindia, hingga Pasifik, ke selatan hingga wilayah pantai utara Selandia Baru,[8][9] berlanjut hingga sepanjang pantai barat benua Amerika, di mana ular ini bisa dijumpai di perairan utara Peru di selatan (termasuk Kepulauan Galápagos) hingga Teluk California di utara. Spesimen-spesimen terisolasi pernah ditemukan jauh di utara sejauh San Diego dan Oxnard di Amerika Serikat.[10] Tidak ada ular laut di Samudera Atlantik.[6] Pelamis (Ular laut berperut kuning) mungkin akan sampai kesana apabila tidak terhalang arus laut yang dingin di Namibia dan Afrika Selatan bagian barat yang mencegahnya memasuki wilayah Atlantik selatan bagian timur, atau yang selatan dengan garis lintang 5°LS di pantai barat Amerika Selatan. Tidak ada ular laut di Laut Merah, yang diyakini karena tingkat salinitasnya yang meninggi, sehingga tidak ada bahaya yang melintas di sepanjang Terusan Suez. Rendahnya tingkat salinitas juga dianggap sebagai penyebab ular laut tidak menyeberang ke Karibia melalui Terusan Panama.[2] Ekologi dan perilakuUlar laut umumnya memangsa ikan-ikan kecil dan gurita muda. Ular laut seringkali dikaitkan dengan parasit teritip ular laut (Platylepas ophiophila), yang menempel pada kulitnya.[11] Ular laut umumnya enggan menggigit,[3][4] dan biasanya dianggap agak pemarah, meskipun terdapat perbedaan antarspesies dan individu.[8] Beberapa spesies seperti H. platurus (ular laut berperut kuning), yang makan dengan cara menelan mangsanya, cenderung lebih suka menggigit ketika diprovokasi karena ular ini tampaknya lebih banyak menggunakan bisa untuk pertahanan diri. Ular laut lainnya, semisal Laticauda (Erabu), menggunakan bisanya untuk melumpuhkan mangsa. Ular laut sering ditangani tanpa hati-hati oleh nelayan setempat yang mengurainya dari jeratan dan melemparkannya kembali ke air dengan tangan kosong, biasanya tanpa digigit, apabila ular ini terjerat di jaring ikan.[3][6] Ular laut terlihat aktif pada siang dan malam hari. Pada pagi hari, dan kadang-kadang di sore hari, ular ini bisa terlihat di permukaan berjemur di bawah sinar matahari, dan ular ini akan menyelam apabila merasa terganggu.[3] Ular laut diketahui mampu berenang pada kedalaman lebih dari 90 meter, dan mampu bertahan selama beberapa jam, mungkin tergantung pada suhu dan tingkat aktivitas.[4][8] ReproduksiUlar laut berkembangbiak dengan melahirkan (ovovivipar), kecuali beberapa spesies; ular muda dilahirkan hidup-hidup di dalam air tempat mereka menjalani seluruh hidup mereka.[6] Pada beberapa spesies, ular muda berukuran cukup besar, hingga separuh panjang induknya.[4] Pengecualian untuk genus Laticauda (erabu), yang berkembangbiak dengan bertelur (ovipar); Terdapat lima spesies erabu seluruhnya menempatkan telurnya di daratan.[6] BisaSeperti halnya kerabat daratnya dalam familia Elapidae, sebagian besar ular laut adalah ular berbisa tinggi yang mematikan; Tetapi, ketika terjadi gigitan, jarang terjadi penyuntikan bisa, sehingga gejala keracunan biasanya terlihat tidak ada atau tidak berarti.[7] Gigitan di mana keracunan terjadi biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan bahkan mungkin tidak diketahui ketika terjadi kontak. Giginya mungkin tetap terdapat pada luka. Biasanya, terjadi sedikit atau tidak ada pembengkakan, dan jarang mengenai kelenjar getah bening di sekitarnya. Gejala yang paling berpengaruh adalah Rhabdomyolysis (kerusakan jaringan otot rangka yang cepat) dan kelumpuhan atau paralisis. Gejala-gejala awal yang terasa meliputi sakit kepala, lidah yang terasa berat, haus, berkeringat, dan muntah. Bisanya bekerja sangat lambat dan gejala yang muncul mulai dari 30 menit hingga beberapa jam setelah gigitan termasuk rasa sakit yang umum, kekakuan, dan nyeri otot di seluruh tubuh. Peregangan otot-otot pasif juga terasa sakit, dan trismus, yang mirip dengan tetanus, seringkali terjadi. Gejala-gejala seperti ini kemudian diikuti oleh gejala khas gigitan Elapidae (elapid envenomation) lainnya, progressive flaccid paralysis, dimulai dengan ptosis dan kelumpuhan otot secara sengaja. Kelumpuhan pada otot menelan dan pernapasan bisa berakibat fatal.[12] Klasifikasi
Referensi
Bacaan lanjut dan pranala luar
|