Tun Fatimah

Tun Fatimah adalah seorang srikandi Melayu yang hidup pada abad ke-16. Ia merupakan putri dari Tun Mutahir, seorang bendahara Kesultanan Melaka. Ia menikah dengan Sultan Mahmud Syah dari Melaka.[1]

Permaisuri Sultan Melaka

Tun Fatimah merupakan istri kelima Sultan Melaka Mahmud Syah.[2] Sebelum menikah dengan Sultan, Tun Fatimah telah menikah dengan Tun Ali. Tertarik dengan paras cantik Tun Fatimah, Sultan memaksa Tun Fatimah untuk menceraikan suaminya. Bahkan, Sultan membunuh semua kerabat laki-laki Tun Fatimah, termasuk Tun Mutahir dan suami pertamanya, Tun Ali.[3][4]

Sebagai permaisuri, Fatimah digambarkan sebagai perempuan Melayu yang memimpin rakyat layaknya seorang ratu berdaulat yang karismatik.[5] Diceritakan bahwa Portugis lebih takut pada Permaisuri Melaka ketimbang suaminya yang memerintah sebagai Sultan. Tun Fatimah memiliki keterampilan menggunakan senjata, terutama keris dan ia sering berpakaian seperti lelaki untuk menentang musuhnya. Ia ikut membantu Tun Perak, seorang Bendahara Melaka, yang memimpin bangsa Melayu dalam perjuangan melawan kekuatan Portugis pada awal abad ke-16. Sayangnya, bangsa Melayu kalah perang dengan tentara Portugis.[1]

Namun begitu, Tun Fatimah digambarkan tidak pernah tersenyum, dan mengalami keguguran tiga kali. Hal tersebut mungkin akibat kesengsaraan yang ia alami atau wujud perlawanan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh Sultan terhadap keluarganya. Tun Fatimah baru mulai melahirkan anak ketika Sultan menjamin putranya akan menggantikannya sebagai penguasa Melaka. Fatimah akhirnya melahirkan dua anak laki-laki dan dua anak perempuan.[3][6] Sayangnya, ketika putra mahkota belum cukup umur, Melaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511.[7] Mahmud Syah menyingkir ke Muar, lalu ke Bintan. Ahmad Shah, putra Mahmud Syah dari istri terdahulu bernama Tun Teja, mengklaim sebagai penguasa Melaka yang telah dihapuskan. Ia berupaya merebut kembali Melaka dari Portugis, tetapi gagal sehingga ia dibunuh oleh ayahnya sendiri pada 1513.[3]

Keturunan

Pernikahan Tun Fatimah dengan Mahmud Syah melahirkan empat orang anak, yakni Raja Ali, Raja Ala'uddin, Raja Puteh, dan Raja Khadijah. Raja Ali mendirikan sebuah kesultanan di wilayah Perak. Adapun Raja Ala'uddin tinggal di Pahang beberapa saat sebelum menetap di Johor dan mendirikan Kesultanan Johor. Ia menjadi Sultan Johor pertama dengan gelar Sultan Alauddin Riayat Shah dan berkuasa selama 36 tahun.[8][9]

Referensi

  1. ^ a b Buyong bin Adil (Haji.) (1957). The Story of Tun Fatimah. Geliga. hlm. 33. 
  2. ^ Ruzy Suliza Hashim (2003). Out of the shadows: women in Malay court narratives. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. hlm. 207. ISBN 978-967-942-637-3. 
  3. ^ a b c Liaw Yock Fang (2013). A History of Classical Malay Literature. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 364. ISBN 978-979-461-810-3. 
  4. ^ Iskandar, Yusoff (1989). Kesultanan Melayu Melaka: kajian beberapa aspek tentang Melaka pada abad ke-16 dalam sejarah Malaysia (dalam bahasa Melayu). Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. ISBN 978-983-62-0756-2. 
  5. ^ Malay Annals. Longman, Hurst, Rees, Orme, and Brown. 1821. hlm. 349. 
  6. ^ Man, Siti Hajar Che' (2007). Esei-esei kritikan feminis dalam kesusasteraan Melayu (dalam bahasa Melayu). Penerbit Universiti Sains Malaysia. ISBN 978-983-861-315-6. 
  7. ^ Jaime Koh; Stephanie Ho Ph.D. (22 Juni 2009). Culture and Customs of Singapore and Malaysia. ABC-CLIO. hlm. 9. ISBN 978-0-313-35116-7. 
  8. ^ R.O. Winstedt (1992). A History of Johore. The Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society (MBRAS). hlm. 17. ISBN 9839961462. 
  9. ^ Andaya, Leonard Y. (2008). Leaves of the same tree: trade and ethnicity in the Straits of Melaka. University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-3189-6. 
Kembali kehalaman sebelumnya