Tukang cukur
Tukang cukur adalah orang yang biasanya bekerja untuk memotong, menghias, menata, memberi gaya dan memotong rambut laki-laki. Tempat kerja tukang cukur disebut sebagai "tempat pangkas rambut". Tempat cukur juga merupakan tempat interaksi sosial dan tempat umum. Dalam beberapa kasus, tempat pangkas rambut juga menjadi forum publik yang menjadi tempat para pria membicarakan berbagai topik yang sedang hangat di lingkungan mereka. Di masa lalu (khususnya pada abad pertengahan Eropa), tukang cukur (dikenal sebagai ahli bedah tukang cukur) juga melakukan praktik operasi dan kedokteran gigi. Dengan berkembangnya pisau cukur aman dan menurunnya tren memelihara janggut dalam budaya Anglofonik (negara-negara berbahasa Inggris), sebagian besar tukang cukur sekarang mengkhususkan diri dalam memotong rambut pada kulit kepala pria alih-alih rambut wajah. Sejarah
Komersialisasi tukang cukur memiliki sejarah panjang: pisau cukur telah ditemukan di antara peninggalan Zaman Perunggu (sekitar 3500 SM) di Mesir. Praktik pencukuran rambut dengan balas jasa atau berbayar mungkin pertama dilakukan oleh orang Mesir pada 5000 SM dengan peralatan yang mereka buat dari cangkang tiram atau batu yang diasah.[1] Dalam budaya Mesir kuno, tukang cukur adalah individu yang sangat dihormati. Pendeta dan ahli pengobatan biasanya merangkap menjadi beberapa tukang cukur yang tercatat paling awal dalam sejarah.[2] Selain itu, seni pangkas rambut memainkan peran penting di berbagai belahan dunia. Budaya Maya, Aztek, Iroquois, Viking, dan Mongolia memanfaatkan seni cukur sebagai cara untuk membedakan peran serta status sosial dalam masyarakat dan pada masa perang.[3] Janggot, rambut, dan kuku pria di Yunani Kuno akan dipangkas dan ditata dengan κουρεύς (cureus), di agora (pasar) yang juga berfungsi sebagai sarana pertemuan sosial. Budaya mencukur rambut pria dibawa ke Roma oleh koloni Yunani di Sisilia pada 296 SM. Tempat cukur kemudian menjadi pusat berita dan gosip harian yang sangat populer. Kunjungan pagi ke tonsor menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari, sama pentingnya dengan kunjungan ke pemandian umum. Cukur pertama (tonsura) seorang pemuda dianggap sebagai bagian penting dari upacara kedewasaannya. Beberapa orang Romawi menjadi tukang cukur yang kaya dan berpengaruh, menjalankan binsis cukur yang menjadi lokasi favorit masyarakat kelas atas. Namun, sebagian besar tukang cukur pada masa itu adalah pengusaha kecil, yang memiliki etalase kecil atau bekerja di jalanan dengan tarif murah.[butuh rujukan] Pada Abad Pertengahan, tukang cukur sering merangkap sebagai ahli bedah dan dokter gigi. Selain memotong rambut, menata rambut, dan melakukan pencukuran, tukang cukur juga melakukan operasi, buang darah, bekam api, enema, dan pencabutan gigi; dan mereka dijuluki "ahli bedah tukang cukur".[4] Ahli bedah tukang cukur mulai membentuk serikat pekerja yang kuat seperti Worshipful Company of Barbers di London. Tukang cukur menerima gaji lebih tinggi daripada ahli bedah hingga ahli bedah dimasukkan ke kapal perang Inggris selama perang angkatan laut. Beberapa tugas tukang cukur pada saat itu meliputi perawatan leher, pembersihan kotoran telinga dan kulit kepala, pengeringan bisul, fistula dan menusuk kista atau bisul dengan jarum untuk mengempiskannya. Abad ke-19Tempat pangkas rambut menjadi bisnis yang cukup berpengaruh pada pergantian abad ke-19 di Amerika Serikat, sebagai salah satu bisnis Afrika-Amerika yang membantu mengembangkan budaya dan ekonomi Afrika-Amerika.[5] Tempat potong rambut kulit hitam pada awalnya kebanyakan melayani orang kulit putih kaya. Pada akhir abad ke-19, mereka juga mulai membuka tempat cukur di komunitas kulit hitam untuk melayani orang kulit hitam.[6] Pada tahun 1880-an rata-rata diperlukan modal $20 untuk membuka sebuah tempat cukur, dengan menggunakan ruangan seluas sepuluh kali dua belas kaki. Sementara tarif potong rambut pada masa itu berkisar antara lima atau sepuluh sen dan tiga sen untuk mencukur jenggot.[7] Sejarah tukang cukur di IndonesiaDalam beberapa budaya di Asia Tenggara, rambut dianggap sebagai sesuatu yang suci. Dalam budaya melayu, memotong rambut hanya dilakukan di saat-saat tertentu. Seperti saat kehilangan anggota keluarganya, atau mangkatnya sang raja. Kedatangan bangsa Eropa juga turut mempengaruhi dan mengubah kebisaan mencukur rambut para pria. Karena bagi mereka lelaki yang terhormat harus berambut pendek dan bisa menata serta merawat rambutnya dengan rapi. Sementara pemakaian wig juga sudah mulai dianggap ketinggalan zaman oleh orang-orang Eropa pada masa itu. Pada zaman penjajahan Belanda, tukang cukur yang banyak ditemui di Batavia sebagian besar dari keturunan Tionghoa. Seperti yang diungkapkan oleh H.C.C. Clockener Brousson, seorang serdadu KNIL. Ia mengungkapkan pengalamanya mengunjungi pasar senen di Batavia kala itu (awal abad ke-20). Ia menceritakan mengenai banyaknya tukang cukur Tionghoa yang sibuk mencukur para perwira dan pembantu rumah tangga, tukang cukur tersebut sangat terampil dan cepat dalam memangkas rambut.[8][9] Perilaku hewanIstilah "mencukur" ketika diterapkan pada tikus laboratorium adalah perilaku di mana tikus menggunakan giginya untuk mencabut bulu dari wajah pasangannya ketika mereka saling merawat. Aktivitas ini dilakukan baik oleh tikus jantan maupun betina. Si "tukang cukur" akan mencabuti vibrissae rekannya. Perilaku tersebut mungkin terkait dengan dominasi sosial.[10] Galeri
Referensi
Bacaan tambahan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Barbers.
|