Tugu Beatrix

Tugu Beatrix.

Tugu Beatrix adalah bangunan tugu peringatan yang dibangun sekitar abad ke-20 dan dahulu berada di sekitar kawasan Tamansari, Kota Salatiga (sekarang halaman depan mal Ramayana Salatiga). Tugu tersebut didirikan untuk memperingati kelahiran Putri Beatrix pada 31 Januari 1938. Pembukaan tugu ini dilakukan dengan upacara peresmian dan ditandai dentuman meriam, yang kemudian dilanjutkan dengan pesta di Gedung Societeit Harmoni. Pada 1962, tugu ini dihancurkan oleh rakyat setempat sebagai bentuk rasa nasionalisme atas gugurnya Yos Sudarso dalam pertempuran Laut Aru. Lokasi tugu tersebut berdiri saat ini telah menjadi pelataran parkir Mal Ramayana.

Asal-usul

Tugu ini dibangun sekitar abad ke-20 dan berada di sekitar kawasan Tamansari (sekarang halaman depan mal Ramayana Salatiga).[1] Kawasan tersebut saat itu bernama Toentangscheweg (sekarang Jalan Diponegoro). Ketika Salatiga berstatus sebagai gemeente (kotapraja), Toentangscheweg merupakan bagian dari Europeesche Wijk,[2][3] yaitu kawasan yang hanya dapat dihuni oleh masyarakat Eropa, Timur Asing, dan pribumi berpenghasilan setara dengan pegawai Eropa.[4]

Putri Beatrix dan Ratu Juliana pada 1960.

Tugu tersebut didirikan untuk memperingati kelahiran Beatrix Wilhelmina Armgard, yang lahir pada 31 Januari 1938 di Istana Soestdijk (Baarn, Belanda).[5] Dia adalah putri sulung dari Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina dan Bernhard dari Lippe-Biesterfeld, serta cucu dari Ratu Wilhelmina.[6] Beatrix di kemudian hari menjadi Ratu Belanda pada 30 April 1980 menggantikan Putri Juliana. Dia memegang kekuasaan hingga 30 April 2013 dan menyerahkan takhta kepada putranya sulungnya, Willem-Alexander.[7][8]

Sebagai pewaris takhta kerajaan, kelahirannya begitu dinantikan oleh masyarakat Belanda, termasuk yang berada di wilayah jajahannya. Saat itu, warga Belanda di Salatiga banyak yang tinggal di kawasan Toentangscheweg. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah gemeente memberikan izin pembangunan tugu yang bersebelahan dengan Tugu Jam Tamansari.[9]

Pembukaan tugu tersebut dilakukan dengan upacara peresmian dan ditandai dentuman meriam, yang kemudian dilanjutkan dengan pesta di Gedung Societeit Harmoni (di kemudian hari dihancurkan oleh tentara ketika Revolusi Fisik). Tugu ini berbentuk simetris dengan tiang bendera di puncaknya. Ketika era kolonial hingga sesudah kemerdekaan, tugu itu kerap dijadikan latar belakang pengambilan foto.[9] Slamet Rahardjo (sejarawan Salatiga) mengutarakan jika Soekarno pernah berpidato di sekitar area bangunan tersebut ketika berkunjung ke Salatiga pada 1952.[10]

Penghancuran

Pada 1962, tugu ini dihancurkan oleh pemuda dan penduduk lokal yang tergabung dalam Front Pemuda Salatiga.[11] Penghancuran tersebut dilatarbelakangi oleh rasa nasionalisme mereka atas gugurnya Yos Sudarso dalam pertempuran Laut Aru. Dia adalah pahlawan nasional dari Salatiga yang gugur di atas RI Matjan Tutul (650) pada 15 Januari 1962. Hal inilah yang menyebabkan rakyat melampiaskan kemarahannya dengan menghancurkan tugu itu karena dianggap sebagai lambang kekuasaan Belanda di Salatiga.[12] Lokasi tugu tersebut berdiri saat ini telah menjadi pelataran parkir Mal Ramayana.[13][14][15]

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Supangkat, Eddy (2012). Salatiga: Sketsa Kota Lama. Salatiga: Griya Media. hlm. 79–80. ISBN 978-979-7290-68-9. 
  2. ^ Rohman, Fandy Aprianto (Juni 2020). "Administrasi Pemerintahan Gemeente di Salatiga 1917–1942". Walasuji. 11 (1): 115–127. ISSN 2502-2229. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-18. Diakses tanggal 2021-01-09. 
  3. ^ Anwar, Muhammad Khoirul (Agustus 2019). "Rekonstrusi Kota Kolonial Salatiga dan Kontribusi Teknologi Geographical Information System". Sasdaya. 3 (2): 141–150. ISSN 2549-3884. 
  4. ^ Prakosa, Abel Jatayu (2017). Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917–1942. Semarang: Sinar Hidoep. hlm. 27. ISBN 978-602-6196-60-6. 
  5. ^ Supangkat, Eddy (2020). Ensiklopedia Salatiga. Salatiga: Griya Media. hlm. 129. ISBN 978-623-7528-43-2. 
  6. ^ "Beatrix Queen of the Netherlands". Encyclopedia Britannica. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  7. ^ "Sejarah Hidup Wilhelmina, Ratu Belanda yang Tak Rela RI Merdeka". Tirto. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  8. ^ "Ratu Belanda Segera Turun Takhta". Tempo. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  9. ^ a b "Nostalgia Salatiga: Tugu Beatrix Menyambut Kelahiran Putri Mahkota". Pemerintah Kota Salatiga. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-20. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  10. ^ "Cinta di Balik Sayur Lodeh". Republika. Diakses tanggal 22 Januari 2022. 
  11. ^ Hatmadji, Tri, dkk (2009). Kajian dan Hasil Identifikasi Bangunan Bersejarah di Kota Salatiga. Klaten: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. hlm. 16. 
  12. ^ Rahardjo, Slamet, dkk (2013). Sejarah Bangunan Cagar Budaya Kota Salatiga. Salatiga: Pemerintah Daerah Kota Salatiga. hlm. 54–55. 
  13. ^ "Cagar Budaya dalam Bahaya". Kompas. Diakses tanggal 12 Januari 2022. 
  14. ^ "Mendorong "Narsisisme" Cagar Budaya". Kompas. Diakses tanggal 12 Januari 2022. 
  15. ^ "Opini Wilson MA Therik: Kota Salatiga Sebagai Heritage City". Tribun Jateng. Diakses tanggal 6 Februari 2022. 

Referensi tambahan

Buku

  • Harnoko, Darto, dkk (2012). Riwayat Perjuangan Pahlawan-Pahlawan Salatiga dalam Mengisi Kemerdekaan Republik Indonesia. Salatiga: Pemerintah Kota Salatiga Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan, dan Pariwisata. ISBN 978-602-1797-30-3. 
  • Raap, Olivier Johannes (2015). Kota di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-4243-61-6. 
  • Supangkat, Eddy (2019). Gedung-Gedung Tua yang Melewati Lorong Waktu Salatiga. Salatiga: Griya Media. ISBN 978-623-7528-00-5. 

Buku lama

  • Darmiati, dkk (1999). Otonomi Daerah di Hindia-Belanda (1903–1940). Jakarta: CV. Sejahtera. 
  • Handjojo, M.S. (1978). Riwayat Kota Salatiga. Salatiga: Sechan Press. 
  • Harnoko, Darto, dkk (2008). Salatiga dalam Lintasan Sejarah. Salatiga: Dinas Pariwisata, Seni, Budaya, dan Olah Raga Kota Salatiga. 
  • Kartoatmadja, dkk (1995). Hari Jadi Kota Salatiga 24 Juli 750. Salatiga: Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga. 
  • Oemar, Mohammad, dkk (1978). Sedjarah Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
  • Purnomo, Daru, dkk (2015). Kajian Pemekaran Kota Salatiga. Salatiga: Pusat Kajian Kependudukan dan Pemukiman Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya