Theodorus van den Tillaart
Theodorus Fransiskus Maria van den Tillaart, S.V.D. (dikenal juga sebagai Theodorus Sulama; 15 Agustus 1909 – 7 Mei 1991) adalah seorang rohaniwan Belanda yang bermisi ke Indonesia. Pada 14 November 1957, ia terpilih sebagai Vikaris Apostolik Atambua dengan gelar Uskup Tituler Mulia. Ia kemudian ditunjuk sebagai Uskup Atambua pada 3 Januari 1961 hingga mengundurkan diri pada 3 Februari 1984. Latar belakangVan Den Tillaart menerima pendidikan di Steyl dan di Haaren. Ia menerima tahbisan imamat sebagai imam Serikat Sabda Allah (SVD) pada 18 Agustus 1935, kemudian berangkat bermisi ke Hindia Belanda pada tahun 1936.[2] Den Tillaart mendapat penugasan misi di Pulau Timor Barat sejak tahun 1937.[3] Uskup AtambuaPada 14 November 1957, Takhta Suci menunjuk Van Den Tillaart menjadi Vikaris Apostolik Atambua. Pada saat yang sama ia mendapatkan gelar Uskup Tituler Mulia, suatu wilayah yang kini berada di wilayah Aljazair.[4] Pada waktu yang sama Takhta Suci juga menerima pengunduran diri Jacques Pessers, S.V.D. setelah bertugas di Atambua selama 20 tahun sejak tahun 1937. Tahbisan episkopal berlangsung pada 29 Juni 1958, bertepatan dengan Hari Raya Santo Petrus dan Paulus. Pessers, yang bergelar Uskup Tituler Candyba dan juga merupakan Vikaris Apostolik Emeritus Atambua, bertindak sebagai Uskup Penahbis Utama. Dua orang uskup yang mendampingi Pessers adalah Gabriel Wilhelmus Manek, S.V.D. yang merupakan Vikaris Apostolik Larantuka bergelar Uskup Tituler Alinda bersama dengan Wilhelmus van Bekkum, S.V.D. yang bergelar Uskup Tituler Tigias dan menjadi Vikaris Apostolik Ruteng. Ia memilih motto "Sub Tutela Matris", yang dapat diterjemahkan sebagai "Dalam Perlindungan Maria". Seiring dengan berdirinya hierarki Gereja Katolik di Indonesia secara mandiri pada 3 Januari 1961 berdasarkan Konstitusi Apostolik Qoud Christus Adorandus Paus Yohanes XXIII, status Vikariat Apostolik Atambua ditingkatkan menjadi Keuskupan Atambua. Pada waktu yang bersamaan, Mgr. Van Den Tillaart diangkat menjadi Uskup Atambua. Tillaart menghadiri keempat sesi dalam Konsili Vatikan II (1962–1965). Pada 3 Oktober 1961, Tillaart menjadi Uskup Ko-konsekrator dalam penahbisan Uskup Denpasar, Paulus Sani Kleden, S.V.D. Ia kembali menjadi Uskup Ko-konsekrator dalam penahbisan Gregorius Manteiro, S.V.D. sebagai Uskup Kupang pada 15 Agustus 1967. Keuskupan Kupang merupakan wilayah pemekaran baru yang berasal dari wilayah Keuskupan Atambua. Pada tahun 1975, Tillaart sempat menulis surat kepada Kardinal James Knox, Uskup Agung Melbourne mengenai FRETILIN.[5] Selama masa kepemimpinannya, Van Den Tillaart menekankan pentingnya tenaga inti Gereja, dengan melakukan peningkatan jumlah umat dan klerus yang terlibat dalam pengajaran di sekolah. Guru-guru yang mengajar ini kemudian ditugaskan ke beberapa wilayah. Beberapa fasilitas yang ditunjukkan untuk menunjang karya pastoral juga disiapkan dalam masa kepemimpinannya. Dalam masa kepemimpinan Van Den Tillaart, Keuskupan Atambua menyelenggarakan dua kali sinode pastoral. Sinode Pastoral pertama berlangsung pada tahun 1980 di Nenuk. Sinode Pastoral yang kedua berlangsung pada tahun 1982 di Lalian. Sinode tersebut mengangkat beberapa permasalahan sosial yang terjadi di Atambua, terkait dengan perkembangan iman umat, kualitas sumber daya manusia, dan kemampuan ekonomi yang rendah.[6] Sejak tahun 1982, Van Den Tillaart dibantu oleh seorang uskup auksilier, yakni Anton Pain Ratu, S.V.D. yang terpilih pada 2 April 1982. Van Den Tillaart menjadi Uskup Penahbis Utama dalam tahbisan Mgr. Pain Ratu pada 21 September 1982. Van Den Tillaart mengundurkan diri sebagai Uskup Atambua dalam usia 74 tahun pada 3 Februari 1984. Kepemimpinan di Atambua dilanjutkan oleh Mgr. Pain Ratu yang ditunjuk sebagai Uskup Atambua. Ia memilih tinggal di Atapupu setelah pensiun. Van Den Tillart meninggal dunia pada 7 Mei 1991 di RKZ Surabaya karena kanker otak yang dialaminya.[7][8] PenghormatanNama Van Den Tillaart menjadi nama suatu jalan di Veghel.[9] Jalan tersebut berada di antara Molenstraat dengan Stationsstraat.[10] Referensi
Pranala luar
|