The Da Vinci Code (film)
The Da Vinci Code adalah film thriller misteri buatan Amerika Serikat tahun 2006 yang disutradarai oleh Ron Howard dan naskahnya ditulis oleh Akiva Goldsman, diadaptasi dari novel laris tahun 2003 dengan judul sama karya Dan Brown. Film ini dibintangi oleh Tom Hanks, Audrey Tautou, Ian McKellen, Alfred Molina, Jürgen Prochnow, Jean Reno, dan Paul Bettany. Di dalam film ini, ketika berada di Paris, seorang profesor simbologi dan ikonografi religius dari Universitas Harvard yang bernama Robert Langdon adalah tersangka utama dalam pembunuhan yang tidak lazim terhadap seorang kurator Museum Louvre bernama Jacques Saunière. Dalam tubuhnya, polisi telah menemukan suatu sandi yang membingungkan dan sejak saat itu polisi memulai penyelidikan yang misterius.[3] Langdon dapat meloloskan diri dengan bantuan seorang kriptolog polisi, Sophie Neveu, dan mereka terlibat dalam pencarian Piala Suci (Cawan Suci). Langdon menyadari bahwa kurator tersebut merupakan anggota suatu kelompok rahasia. Dalam kelompok tersebut para anggotanya adalah: Da Vinci, Victori Hugo, Botticelli, dan sebagainya.[3] Ia dikejar oleh seorang kapten polisi Prancis bernama Bezu Fache. Seorang sejarawan Piala dari Britania, Sir Leigh Teabing, memberitahu mereka kalau Piala Suci yang sebenarnya dikodekan secara eksplisit dalam lukisan dinding Leonardo da Vinci, Perjamuan Terakhir. Yang juga mencari Piala tersebut yaitu suatu faksi rahasia dalam Opus Dei, suatu prelatur Takhta Suci yang sebenarnya, yang ingin menjaga rahasia Piala tersebut; pengungkapan rahasia itu dipandang sebagai serangan terhadap Kekristenan. Film ini, sama seperti novelnya, dianggap kontroversial. Gereja Katolik Roma secara khusus menyampaikan kritikan keras dengan tudingan bahwa film ini berada di luar konteks penyembunyian selama dua ribu tahun terkait Piala Suci yang sebenarnya serta konsep bahwa Yesus Kristus dan Maria Magdalena menikah dan mereka memiliki seorang putri. Banyak kalangan yang mendesak kaum awam untuk memboikot film ini. Dua organisasi, Priori Sion dan Opus Dei, tampil menonjol dalam kisah tersebut. Di dalam novelnya, Dan Brown mengklaim bahwa Priori Sion serta "... semua penggambaran karya seni, arsitektur, dokumen dan ritus rahasia dalam novel ini adalah akurat". Kendati mendapat ulasan campuran hingga negatif dari para kritikus, film ini memperoleh kesuksesan besar karena menghasilkan US$224 juta dalam akhir pekan pembukaannya di seluruh dunia, dan total pendapatan kotornya $758 juta di seluruh dunia sehingga menjadi film dengan pendapatan kotor tertinggi kedua pada tahun 2006 setelah Pirates of the Caribbean: Dead Man's Chest. Ringkasan plotJacques Saunière, kurator Museum Louvre, dikejar sampai Galeri Besar oleh seorang rahib albino Katolik bernama Silas, yang meminta lokasi "batu kunci" Priori agar dapat menemukan dan menghancurkan Piala Suci. Saunière menuntunnya ke jalan yang salah dan dibunuh; polisi menemukan jenazahnya dalam pose seperti Manusia Vitruvian. Kapten polisi Bezu Fache memanggil simbolog Amerika bernama Robert Langdon untuk meneliti jenazah Saunière. Langdon menemukan suatu pesan tersembunyi yang terungkap melalui cahaya hitam, mengandung barisan bilangan Fibonacci yang tidak beraturan. Seorang kriptografer polisi dan cucu Saunière, yaitu Sophie Neveu, mengungkapkan kepada Langdon bahwa Fache menanam suatu pelacak pada dirinya, percaya kalau ia membunuh Saunière karena suatu pesan untuk menemukannya, yang dihapus oleh Fache. Keduanya berhasil menyingkirkan pelacak tersebut dan menyelinap ke dalam Museum Louvre, menemukan petunjuk tambahan dalam karya-karya Leonardo da Vinci. Langdon menyimpulkan bahwa Saunière adalah grand master Priori Sion. Terungkap bahwa Silas bekerja untuk seseorang yang tidak diketahui namanya yang disebut Guru, bersama para anggota Opus Dei yang dipimpin oleh Uskup Aringarosa. Sambil menghindari polisi, Langdon dan Sophie pergi ke Bank Penyimpanan Zurich, menemukan sebuah kotak simpanan yang dapat dibuka menggunakan deret Fibonacci. Di dalamnya terdapat sebuah cryptex: wadah silindris dengan pesan papirus tersembunyi yang hanya dapat diakses menggunakan lima lempeng pemutar yang bertuliskan huruf-huruf. Ketika polisi tiba, Langdon dan Sophie dibantu oleh Andre Vernet sang manajer bank semata-mata agar ia dapat menyandera mereka di belakang truk, dan ia menuntut cryptex tersebut. Langdon berhasil melucuti Vernet, dan ia melarikan diri dengan Sophie. Keduanya mengunjungi Sir Leigh Tebing, seorang ahli Piala Suci yang adalah teman Langdon, yang mengklaim bahwa Piala tersebut bukanlah sebuah cawan melainkan Maria Magdalena, yang benar-benar hamil dan istri dari Yesus Kristus, dan Piala tersebut dibentuk untuk melindungi keturunan mereka. Opus Dei telah berupaya untuk menghancurkannya untuk melindungi kredibilitas Vatikan. Saat itu Silas masuk, namun Teabing merobohkannya. Kelompok tersebut melarikan diri ke London menggunakan pesawat pribadi Teabing, ditolong oleh Remy Jean kepala pelayannya. Mereka melakukan perjalanan menuju Temple Church, tetapi petunjuk untuk membuka cryptex tersebut adalah suatu "hering merah". Silas dibebaskan oleh Remy, yang mengaku sebagai Guru, menyandera Teabing dan menaruhnya di bagasi mobilnya ketika Silas bersembunyi di sebuah rumah aman Opus Dei. Teabing meracuni Remy dan mengirim polisi untuk menangkap Silas, yang bunuh diri dengan bantuan polisi setelah secara tidak sengaja melukai Aringarosa, yang segera ditangkap oleh Fache agar dapat menggunakan dirinya untuk memburu Langdon. Langdon dan Sophie berhadapan dengan Teabing, terungkap sebagai sang Guru, yang ingin menjatuhkan Gereja karena penipuan dan penganiayaan selama berabad-abad. Ketiganya pergi menuju Westminster Abbey ke makam Isaac Newton, salah seorang mantan grand master Priori Sion. Langdon melempar cryptex tersebut ke udara, Teabing menangkapnya namun papirus itu hancur. Polisi tiba untuk menangkap Teabing, tetapi ia menyadari bahwa Langdon telah terlebih dahulu mengeluarkan dan memecahkan kode cryptex tersebut. Kode yang terungkap itu adalah "apple" (apel), seturut penemuan berbasis gravitasi oleh Newton, dan petunjuk itu mengarahkan Langdon dan Sophie ke Kapel Rosslyn di Skotlandia. Di dalamnya, mereka menemukan kalau makam Magdalena sudah tidak ada. Langdon menyadari bahwa keluarga Sophie meninggal karena suatu kecelakaan mobil, tetapi media melaporkan kalau ia juga meninggal. Saunière bukan kakeknya yang sesungguhnya, tetapi pelindungnya, dan ia adalah keturunan terakhir Yesus Kristus. Keduanya disambut oleh beberapa anggota Priori, termasuk nenek Sophie, yang berjanji untuk melindunginya. Langdon dan Sophie berpisah, Sophie kembali ke Paris. Sementara sedang bercukur, Langdon melukai dirinya sendiri dan mendapat suatu pencerahan ketika darahnya mengalir di wastafel, mengingatkan dia akan Garis Mawar. Ia mengikuti garis tersebut menuju Louvre, menemukan bahwa Piala Suci tersembunyi di bawah piramida ikoniknya dan ia berlutut di hadapannya sebagaimana dahulu Ksatria Templar melakukannya. Pemeran
ProduksiPengembanganHak cipta film ini dibeli dari Dan Brown seharga $6 juta.[4] SyutingSyuting film ini dijadwalkan dimulai pada Mei 2005. Namun, beberapa penundaan menyebabkan syuting baru dimulai pada tanggal 30 Juni 2005.[5] LokasiIzin untuk melakukan syuting di lokasi diberikan oleh Museum Louvre (meskipun, karena kru tidak diizinkan untuk menyinari Mona Lisa dengan cahaya, sebuah replika digunakan sebagai gantinya, sementara kru film menggunakan ruang Mona Lisa sebagai suatu ruang penyimpanan). Westminster Abbey menolak penggunaan lokasinya sebagai tempat syuting, sebagaimana juga Gereja Saint-Sulpice. Adegan-adegan di dalam Westminster Abbey difilmkan di Katedral Lincoln dan Winchester, keduanya adalah katedral Gereja Inggris. Westminster Abbey adalah suatu Royal Peculiar, yaitu suatu gereja ataupun kapel yang berada langsung di bawah yurisdiksi pemimpin monarki; sedangkan Saint-Sulpice adalah gereja Katolik Roma. Karena penolakan izin syuting di lokasi Saint-Sulpice,[6] seluruh adegan harus diciptakan secara virtual oleh perusahaan pasca-produksi Rainmaker U.K. dan meskipun latarnya telah dibangun sebagian, koordinat-koordinat y yang diharapkan oleh para penyusun meleset beberapa sentimeter sehingga keseluruhan proses sangat sulit untuk diselesaikan.[7] Katedral Lincoln dikabarkan menerima £100.000 sebagai imbalan atas hak untuk melakukan syuting di sana, yang dilakukan antara 15 dan 19 Agustus 2005, terutama di serambi terbuka di dalam katedral itu. Bel Katedral Lincoln, yang seharusnya berbunyi sebagai penanda waktu ibadat, tidak dibunyikan untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II pada saat syuting tersebut. Kendati syuting dilakukan secara tertutup, para demonstran yang dipimpin oleh seorang wanita berusia 61 tahun bernama Suster Mary Michael berunjuk rasa untuk menentang pembuatan film ini. Suster Mary Michael menghabiskan 12 jam berdoa sambil berlutut di luar katedral tersebut dalam rangka memprotes apa yang dilihatnya sebagai penggunaan yang menghujat terhadap suatu tempat suci untuk memfilmkan sebuah novel yang berisi bidah.[8] Katedral Winchester menanggapi kritikan dengan menggunakan imbalan pemakaian lokasinya untuk membiayai suatu pameran, serangkaian ceramah dan kampanye untuk menyelesaikan prasangka-prasangka terhadap novel ini.[9] Adegan-adegan seputar kediaman musim panas Paus, Castel Gandolfo, difilmkan di Kastel Belvoir di Leicestershire, Inggris. Bandar Udara Shoreham di West Sussex, Inggris, digunakan sebagai salah satu lokasi syuting; bangunan terminalnya yang bergaya Art Deco dimanfaatkan dalam syuting malam hari untuk adegan-adegan di Bandar Udara 'Le Bourget'.[10] Pengambilan gambar juga dilakukan di tempat lainnya di Britania Raya.[11] Lokasi-lokasi seperti kampus King's College London, Fairfield Halls (Croydon), Temple Church (London), Burghley House (Lincolnshire) serta Kapel Rosslyn dan Kastel Rosslyn (Midlothian, Skotlandia) terlihat pada bagian akhir film. Pengambilan gambar di studioPara pembuat film melakukan banyak pengambilan gambar internal di Studio Pinewood;[12] rangkaian adegan pembukaannya di 007 Stage di Pinewood Shepperton, tempat pembentukan kembali interior Louvre.[13] Dalam rangkaian ini, karakter Hank diambil oleh polisi Prancis di Louvre, tempat ditemukannya jenazah. David White dari Altered States FX, suatu perusahaan efek rias khusus dan prostetik, bertugas membuat tubuh telanjang dari silikon fotorealistik untuk adegan tersebut. Efek pencahayaan digunakan untuk mengaburkan organ kelamin tubuh, suatu teknik yang juga digunakan dalam program televisi seperti NCIS.[14] Underwater Stage yang canggih di Pinewood digunakan untuk memfilmkan rangkaian adegan bawah air.[15] Panggung tersebut dibuka pada tahun 2005 setelah perencanaan dan pengembangan selama empat tahun. Air di dalam tangkinya disaring menggunakan sistem ultraviolet yang mampu menghasilkan air jernih, dan air tersebut dijaga pada suhu 30 °C (86 °F) untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi para pemeran dan kru.[16] Versi-versi pengganti dari adegan-adengan flagelasi Bettany dalam keadaan telanjang difilmkan atas dirinya yang menggunakan sehelai cawat hitam. Cuplikan-cuplikan versi tersebut diperlihatkan dalam dokumenter "Opus Dei Unveiled" yang ditayangkan History Channel pada musim panas tahun 2006. Tanggapan dari kalangan Katolik dan lainnyaVatikanDalam suatu konferensi pers pada tanggal 28 April 2006, sekretaris Kongregasi Ajaran Iman, suatu departemen kurial Vatikan, Uskup Agung Angelo Amato, secara khusus menyerukan untuk melakukan boikot terhadap film ini. Ia mengatakan kalau film ini "penuh dengan berbagai fitnah, serangan, dan kesalahan historis maupun teologis."[17] Kardinal Francis Arinze, dalam sebuah dokumenter berjudul The Da Vinci Code: A Masterful Deception, mendesak untuk dilakukannya gugatan hukum terhadap para pembuat film ini. Ia sebelumnya menjabat sebagai Prefek Kongregasi Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen di Vatikan.[18] Opus DeiDalam sebuah pernyataan pada tanggal 14 Februari 2006, Opus Dei (organisasi Katolik yang berperan menonjol dalam novel dan film ini) menyatakan bahwa tidak ada maksud untuk melakukan boikot dalam bentuk apapun dan meminta agar Sony Pictures mempertimbangkan untuk mengedit film yang pada saat itu akan segera dirilis sehingga tidak mengandung referensi yang dirasa menyakitkan bagi umat Katolik. Pernyataan tersebut juga menyebutkan kalau novel Brown menyajikan suatu penggambaran yang "cacat"[19] terhadap Gereja, dan Opus Dei akan menggunakan kesempatan saat perilisan film ini untuk melakukan edukasi mengenai Gereja. Pada Hari Raya Paskah tanggal 16 April 2006, Opus Dei mempublikasikan sebuah surat terbuka melalui Kantor Informasi Opus Dei Jepang yang secara halus mengusulkan agar Sony Pictures mempertimbangkan untuk mencantumkan disclaimer pada adaptasi film ini sebagai suatu "tanda penghormatan terhadap figur Yesus Kristus, sejarah Gereja, dan keyakinan religus para penonton."[20] Organisasi itu juga mendorong studio tersebut untuk melabelkan film ini secara jelas sebagai fiktif "dan bahwa adanya kemiripan dengan realitas adalah murni kebetulan."[20] Menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Manuel Sánchez Hurtado, dari Kantor Berita Opus Dei di Roma,[21] berlawanan dengan publikasi "Kode Etik" Sony Corporation, perusahaan tersebut mengumumkan bahwa film ini tidak akan menyertakan disclaimer semacam itu. Uskup-uskup Katolik Amerika SerikatPara uskup Katolik Amerika Serikat meluncurkan situs web, JesusDecoded.com, untuk menyangkal klaim-klaim pokok dalam novel ini yang hendak dibawa ke layar tayang. Para uskup itu prihatin mengenai berbagai kekeliruan dan kesalahan penyajian yang serius di dalam The Da Vinci Code.[22] Film ini juga diberi peringkat "ofensif secara moral" oleh Kantor Film dan Penyiaran Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat, yang mengecam penggambaran dalam film ini seputar hubungan antara Yesus dan Maria Magdalena serta Opus Dei dengan sebutan "sangat memuakkan".[23] PeruKonferensi Episkopal Peru (CEP) menyatakan bahwa film ini—dan novelnya—sebagai bagian dari suatu "serangan sistematis terhadap Gereja Katolik".[24] Selain itu, Uskup Agung Lima Juan Luis Cipriani Thorne, Kardinal dan anggota Opus Dei, mendesak umatnya untuk tidak menonton film ini: "Jika seseorang pergi (untuk melihat film ini), [ia] memberikan uang kepada mereka yang melukai imannya. Ini bukan masalah fiksi; jika kebenaran tidak dihormati, muncul apa yang dapat kita sebut terorisme kerah putih."[25] NOAHOrganisasi Nasional untuk Albinisme dan Hipopigmentasi (NOAH) mengungkapkan keprihatianannya terkait karakter Silas yang memberikan citra buruk pada orang-orang albino.[26] Namun, para pembuat film ini tetap tidak mengubah penampilannya. PenyensoranTiongkokMeskipun The Da Vinci Code diloloskan oleh badan sensor Tiongkok, film ini secara mendadak dihilangkan dari tayangan publik di Tiongkok daratan oleh pihak berwenang, setelah "suatu derap yang luar biasa di Tiongkok, menghasilkan pendapatan kotor lebih dari $13 juta",[27] karena protes yang diajukan oleh kelompok-kelompok Katolik Tionghoa.[28] MesirBaik novel maupun film in dilarang beredar di Mesir karena tekanan dari kalangan Kristen Koptik. Beberapa kalangan Muslim membandingkan film ini dengan kartun Denmark yang sebelumnya sempat menimbulkan kontroversi pada tahun itu.[29] Hafez Abu Saeda, dari Organisasi Mesir untuk Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa, "Ini melanggar kebebasan pemikiran dan keyakinan ... Ini adalah fiksi. Itu seni dan harus dianggap sebagai seni."[30] Kepulauan FaroeJaringan bioskop terbesar di Kepulauan Faroe, Havnar Bio, memutuskan untuk memboikot film ini, secara efektif memblokirnya bagi bioskop kecil yang lain, yang mengandalkan film tangan-kedua dari sumber ini, karena mereka menganggap film ini merupakan hujatan. Jákup Eli Jacobsen, CEO Havnar Bio, mengatakan bahwa "ia takut kehilangan izin operasi jika [perusahaannya] menampilkan penghujatan di bioskop".[31] Suatu inisiatif pribadi dilakukan oleh seorang individu bernama Herluf Sørensen; ia mengatur agar film ini dapat ditayangkan, terlepas dari boikot yang dilakukan oleh Havnar Bio. Film ini diputar di Rumah Nordik di Kepulauan Faroe pada tanggal 8-9 Juni 2006.[32] IndiaTerjadi protes berskala besar di banyak negara bagian oleh kalangan minoritas Kristen agar film ini dilarang tayang di India karena mereka merasa film ini mengandung pesan anti-Kristen. Reaksi terbesar kemungkinan terjadi di Kolkata, tempat suatu kelompok yang terdiri dari sekitar 25 pemrotes "menyerbu" toko buku Crossword, mengeluarkan salinan-salinan novel ini dari raknya dan melemparkannya ke lantai. Pada hari yang sama, suatu kelompok 50-60 pemrotes berhasil membuat Toko Buku Oxford di Park Street memutuskan untuk menghentikan penjualan buku "sampai kontroversi yang dipicu oleh rilis film tersebut terselesaikan".[33] Film ini diizinkan untuk dirilis tanpa adanya pemotongan tetapi dengan sertifikasi A (Khusus Dewasa) dari Badan Pusat Sertifikasi Film dan penambahan disclaimer berdurasi 15 detik pada akhir film yang menyatakan bahwa film ini adalah murni karya fiksi.[34] Mahkamah Agung India juga menolak petisi-petisi yang menyerukan larangan terhadap film ini, dengan alasan bahwa plot yang mengemukakan kalau Yesus menikah adalah fiktif dan tidak ofensif.[35] Film ini dilarang sepenuhnya di negara-negara bagian seperti Punjab, Goa, Nagaland, Meghalaya, Maharashtra, Tamil Nadu, Andhra Pradesh.[36][37] Pengadilan Tinggi Andhra Pradesh belakangan membatalkan keputusan Pemerintah Negara Bagian Andhra Pradesh yang melarang pemutaran film ini di negara bagian itu; Pemerintah Negara Bagian itu sebelumnya melarang pemutaran film ini berdasarkan keberatan-keberatan yang diajukan oleh kalangan Kristen dan Muslim.[38] YordaniaFilm ini dilarang di Yordania karena pihak berwenang menganggap film ini "menodai kenangan akan figur-figur Kristen dan Islam serta bertentangan dengan kebenaran sebagaimana tertulis di dalam Alkitab dan Al-Qur'an mengenai Yesus".[39] LebanonFilm ini dilarang beredar di Lebanon.[40] PakistanPakistan melarang peredaran The Da Vinci Code karena menampilkan apa yang disebut para pejabatnya sebagai materi hujatan tentang Yesus. Kelompok-kelompok Kristen, bersama dengan Muttahida Majlis-e-Amal, mengadakan aksi-aksi protes untuk menentang film ini dengan menyerukan pelarangan secara global.[41] FilipinaAliansi Filipina Melawan Pornografi (PAAP) meminta Presiden Filipina kelak Gloria Macapagal-Arroyo untuk menghentikan pemutaran film The Da Vinci Code di Filipina. Mereka mencap film ini sebagai "film yang paling porno dan menghujat sepanjang sejarah"[42] serta juga meminta bantuan Paus Benediktus XVI, Konferensi Uskup Katolik Filipina (CBCP), dan kelompok religius lainnya untuk menghentikan pemutaran film ini.[43] Namun, Cecille Guidote Alvarez, Penasihat Presiden Filipina dalam Budaya dan Seni, mengatakan bahwa pemerintah Filipina tidak akan turut campur dalam kontroversi mengenai film ini dan menyerahkan keputusan tersebut pada peringkat yang dikeluarkan Badan Klasifikasi dan Pengkajian Televisi dan Film (MTRCB).[44] MTRCB kemudian memutuskan untuk memberikan The Da Vinci Code peringkat R-18 (terbatas pada mereka yang berusia 18 tahun dan di atasnya), terlepas dari penentangan PAAP untuk menayangkannya.[45] SamoaFilm ini langsung dilarang di Negara Independen Samoa setelah para pemimpin gereja yang menonton tayangan pra-rilis mengajukan keluhan kepada badan sensor film negara itu.[46] SingapuraDi Singapura, Otoritas Pengembangan Media meloloskan versi yang belum diedit dari film ini meskipun dengan peringkat NC-16, suatu pembatasan bagi anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun.[47] Kepulauan SolomonPerdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare mengatakan bahwa ia akan berupaya untuk melarang film ini di negaranya, karena berpotensi mengancam keimanan Kristen yang mendominasi Kepulauan Solomon:
Sri LankaSri Lanka juga termasuk salah satu negara yang melarang dirilisnya film ini.[49] Film ini dilarang beredar berdasarkan perintah presiden Mahinda Rajapaksa.[50] ThailandKelompok-kelompok Kristen di negara yang sebagian besar penduduknya Buddhis ini memprotes film The Da Vinci Code dan menyerukan agar dilarang tayang. Pada tanggal 16 Mei 2006, Komite Sensor Thai mengeluarkan suatu putusan bahwa film ini akan ditayangkan, tetapi 10 menit terakhirnya akan dipotong. Selain itu, beberapa sub judul dalam bahasa Thai harus diedit untuk mengubah maknanya dan bagian-bagian Alkitab juga akan dikutip pada awal dan akhir film ini. Namun, pada hari berikutnya, Sony Pictures mengajukan keberatan atas putusan tersebut dan menyampaikan bahwa perusahaan itu akan menarik film ini jika keputusan untuk memotongnya tidak dibatalkan. Panel sensor tersebut kemudian memutuskan, dengan hasil pemungutan suara 6–5, bahwa film ini akan ditayangkan tanpa dipotong, tetapi suatu disclaimer akan dicantumkan sebelum dan setelahnya, yang menyebutkan bahwa film ini adalah suatu karya fiksi.[51][52] Keputusan menit-terakhir itu menyebabkan pemutaran perdananya ditunda ataupun dibatalkan di beberapa bioskop provinsi karena menunggu pengiriman gulungan film yang telah diperbarui dari Bangkok.[53] Tanggapan kru dan pemeranHanks mengatakan kepada Evening Standard bahwa mereka yang terlibat dalam film ini "selalu tahu kalau akan ada segmen masyarakat yang tidak menginginkan film ini ditayangkan. Tetapi cerita yang kami sampaikan sarat dengan segala macam bualan dan bentuk omong kosong jenis-perburuan yang menyenangkan."[54] Ia mengatakan bahwa adalah suatu kesalahan jika "menerima segala macam film begitu saja, terutama suatu film beranggaran besar seperti ini."[54] Ia juga menyampaikan, saat di Festival Film Cannes, kalau ia dan istrinya tidak melihat kontradiksi antara keimanan mereka dengan film ini, karena "warisan yang saya miliki, dan yang dari istri saya, menunjukkan bahwa dosa-dosa kami telah dihapuskan, bukan otak kami."[55] Juga ketika di Cannes, McKellen dilaporkan mengatakan, "Saat saya sedang membaca novel tersebut, saya percaya sepenuhnya. Dan Brown yang pintar memutar benak saya secara meyakinkan. Tetapi saat saya meletakkannya saya berpikir, 'Betapa setumpuk [jeda] potensi omong kosong.'"[55] Dalam wawancara pada tanggal 17 Mei 2006 di The Today Show dengan pemeran dan sutradara The Da Vinci Code, Matt Lauer mengajukan suatu pertanyaan kepada kelompok tersebut tentang bagaimana perasaan mereka jika film ini dari awal telah menyertakan suatu disclaimer yang mencolok yang menyebutnya sebagai suatu karya fiksi, sebagaimana diinginkan oleh beberapa kelompok religius. (Beberapa petinggi Vatikan telah menyerukan pemboikotan film ini.[56]) McKellen menjawab, "Saya sering berpikir [kalau] Alkitab seharusnya menyertakan suatu disclaimer di bagian mukanya dengan kata-kata 'Ini adalah fiksi.' Maksud saya, berjalan di atas air? Dibutuhkan ... suatu tindakan iman. Dan saya memiliki keyakinan dalam film ini—bukan bahwa itu adalah benar, bukan bahwa itu adalah faktual, tetapi bahwa itu adalah suatu cerita yang menyenangkan." Ia melanjutkan, "Dan saya pikir para penonton cukup pintar dan cukup cerdas untuk memisahkan antara fakta dan fiksi, serta mendiskusikannya setelah mereka melihat itu."[57] Tanggapan terhadap film iniFestival Film CannesMenurut Associated Press, pada saat pratayang yang ditujukan bagi para kritikus film di Festival Film Cannes, suatu kalimat yang diucapkan oleh Tom Hanks "menyebabkan tawa berkepanjangan dan beberapa ejekan". Mendekati akhir pemutaran film, "terdengar beberapa siulan dan desis, serta tidak ada satu pun tepuk tangan bertaburan yang bahkan film-film buruk pun terkadang mendapatkannya di Cannes."[58] Aksi protesTerjadi berbagai aksi unjuk rasa di beberapa bioskop di Amerika Serikat pada saat akhir pekan pembukaan untuk memprotes tema film ini, menyebutnya sebagai penghujatan, serta mengklaim bahwa film ini mempermalukan baik Gereja Katolik maupun Yesus Kristus sendiri. Lebih dari 200 pengunjuk rasa juga terlihat di Athena, Yunani; mereka memprotes rilis film ini sesaat menjelang hari pembukaannya. Di Manila, film ini dilarang tayang di semua bioskop dan ditetapkan oleh MTRCB setempat sebagai film R18 bagi rakyat Filipina.[59] Di Pittsburgh, para pengunjuk rasa juga tampil saat pemutaran khusus film ini pada hari sebelum rilisnya secara luas.[60] Berbagai aksi protes juga terjadi di lokasi-lokasi syuting, tetapi hanya seorang rahib dan seorang biarawati yang tampak berdiri dalam suatu aksi protes diam ketika pemutaran perdana di Cannes.[55] Di Chennai, India, film ini dilarang tayang selama dua bulan untuk menenangkan kelompok-kelompok Kristen dan Muslim setempat.[61] Penerimaan kritisThe Da Vinci Code mendapatkan rating 25% "rotten" (busuk) dalam agregat ulasan film ini di situs web Rotten Tomatoes berdasarkan sampel dari 220 ulasan, dan memperoleh rating rata-rata 4.8/10. Konsensus para kritikus menyatakan: "Apa yang membuat novel Dan Brown meraih penjualan terbaik terbukti tidak ada dalam film adaptasi The Da Vinci Code yang membosankan dan berlebihan ini."[62] Film ini mendapat penerimaan buruk di Festival film Cannes, tempat film ini memulai debutnya.[58] Michael Medved memberikan film ini ulasan negatif, menyebutnya sebagai "suatu serangan terhadap agama".[63] Anthony Lane dari The New Yorker membahas keprihatinan umat Katolik dalam ulasan filmnya, menyatakan bahwa film ini "terbukti dengan sendirinya, omong kosong penurun semangat yang tidak dapat dibayangkan menyebabkan satu anggota kawanan tersebut berpaling dari keimanan."[64] Dalam Movie Guide karyanya, Leonard Maltin menyebut film ini "suatu kekecewaan dalam segala hal".[65] Howard sang sutradara mengatakan bahwa ulasan-ulasan yang sangat negatif membuatnya "frustasi".[66] Sebaliknya, Roger Ebert dari Chicago Sun-Times (yang telah berbicara sangat negatif mengenai novelnya) memberikan film ini tiga dari empat bintang. Katanya, "Film itu berhasil; melibatkan, menarik, dan telihat secara konstan di akhir pengungkapan-pengungkapan yang mengejutkan." Mengenai alur ceritanya, ia juga berkomentar, "Ya, plotnya tidak masuk akal, tapi kemudian kebanyakan plot film tidak masuk akal. Itulah yang kita bayar untuk [kita] lihat."[67] Lawrence Toppman dari The Charlotte Observer, yang juga menyukai film ini, memberinya tiga setengah dari empat bintang dan mengatakan, "tidak seperti kebanyakan film Hollywood yang sukses, yang satu ini mengasumsikan [kalau] para penonton seharusnya cerdas."[68] Meskipun banyak kritikus memberikan ulasan-ulasan yang umumnya negatif terhadap film ini, para kritikus dari kedua belah pihak mengakui dan memuji penampilan baik McKellen serta Bettany.[69] Dalam episode "Film Terburuk 2006" pada acara televisi Ebert & Roeper (13 Januari 2007), kritikus tamu bernama Michael Phillips (menggantikan Roger Ebert yang sedang dalam masa pemulihan kesehatan) mencantumkan film ini di No. 2.[70] Film ini mendapatkan nominasi Razzie Award untuk Ron Howard sebagai Sutradara Terburuk, namun dikalahkan oleh M. Night Shyamalan untuk Lady in the Water. Tanggapan di box officeAkhir pekan pembukaanFilm ini dibuka dengan perkiraan penjualan box office senilai $31 juta pada hari pembukaannya, dengan rata-rata $7.764 per layar.[71] Saat akhir pekan pembukaannya, para penonton bioskop menghabiskan total sekitar $77 juta di Amerika, dan total $224 juta di seluruh dunia.[2] The Da Vinci Code adalah pembuka terbaik di dalam negerinya bagi Tom Hanks maupun Ron Howard.[72] Film ini juga merupakan tayangan akhir pekan pembukaan tertinggi ketiga pada tahun itu (setelah Pirates of the Caribbean: Dead Man's Chest dan X-Men: The Last Stand), dan tayangan akhir pekan pembukaan tertinggi kedua di seluruh dunia hingga saat itu (tepat setelah Star Wars: Episode III – Revenge of the Sith yang dirilis pada tahun 2005).[73] Hal ini menyebabkan beberapa kritikus, terutama di Britania Raya, membincangkan gagasan mengenai 'film tahan-kritik'.[74] Peringkat dan pendapatan kotor
Penghargaan
Media rumahFilm ini dirilis dalam media DVD dan VHS pada tanggal 14 November 2006[77] dalam tiga edisi:
Semua set DVD memuat kata pengantar dari sutradara Howard, sepuluh featurette, dan fitur bonus lainnya. Di Australia, Selandia Baru, Spanyol, dan Amerika Latin (kode wilayah DVD 4), set dua-cakram juga meliputi suatu edisi film yang diperluas, termasuk lebih dari dua puluh lima menit cuplikan tambahan, menjadikan waktu putarnya hampir tiga jam.[butuh rujukan] Di Hong Kong dan Korea (wilayah 3), cuplikan perluasan tersebut juga dirilis dalam set dua-cakram DVD. Dua set hadiah juga dirilis, dengan replika cryptex yang dapat berfungsi, replika jurnal, dan lainnya. Cakram wilayah 2, Prancis dan Spanyol, juga mendapatkan set hadiah khusus.[butuh rujukan] Pada tanggal 28 April 2009, suatu edisi Blu-ray dua-cakram berisi versi perluasan film tersebut dirilis di Amerika Utara. Namun, tidak ada rilis DVD reguler berupa versi perluasan tersebut di Amerika Serikat ataupun suatu rilis wilayah 2 di Britania Raya; sementara suatu versi dengan cuplikan perluasan dirilis di Jerman.[butuh rujukan] SekuelAkiva Goldsman sang penulis naskah, dengan bantuan David Koepp (penulis naskah Jurassic Park), mengadaptasi Angels & Demons (novel Dan Brown yang diterbitkan sebelum The Da Vinci Code) ke dalam naskah film,[80] yang juga disutradarai oleh Howard. Secara kronologis, novel tersebut dibuat sebelum The Da Vinci Code. Namun, para pembuat film itu mengemasnya kembali sebagai suatu sekuel. Hanks mengulang kembali perannya sebagai Langdon dalam film tersebut, yang dirilis pada bulan Mei 2009 dengan memperoleh ulasan-ulasan moderat (tetapi secara umum lebih baik daripada The Da Vinci Code). Lihat pula
Referensi
SumberBerikut ini adalah sumber referensi, diulang dalam urutan abjad:
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai The Da Vinci Code.
|