Teungku Muhammad Irsyad Ie LeubeuSyaikh Teungku Chik Haji Muhammad Irsyad al-Asyi atau yang dikenal sebagai Teungku Di Balee atau Teungku Irsyad Ie Leube[1] adalah ulama Aceh Darussalam yang mendirikan Kampung Aceh di Kota Yan, Kedah Darul Aman, Malaysia.[2] Madrasah Irsyadiyah Addiniyah (Meunasah Al Irsyad) atau Dayah Yan yang ia dirikan pada tahun 1902 telah menghasilkan banyak ulama seperti Teungku Muhammad Hasan Krueng Kalee atau Abu Hasan Krueng Kalee[3][4] dan Teungku Teuku Mahmud Blangpidie atau Abu Syekh Mud[5].[6] Kehidupan PribadiTeungku Irsyad Ie Leubeu adalah salah satu ulama Aceh yang lahir pada tahun 1850-an dan hijrah ke Malaysia pada abad 19 karena menjadi korban perang Aceh melawan Belanda. Beliau menetap di Daerah Yan, Kedah dan mendirikan Madrasah Irsyadiyah Yan. Setelah lama menetap di sana, Teungku Irsyad pulang ke Aceh dan meninggal di Ie Leubeu, Pidie. Beliau mewakafkan semua harta miliknya untuk masyarakat Kampung Aceh di Yan, Kedah. Membangun Kampung AcehTeungku Irsyad Ie Leubeu atau Teungku Chik Di Yan disebut sebagai orang Aceh pertama yang menginisiasi terbentuknya Kampung Aceh (Kampong Acheh) di Yan, Kedah, Malaysia. Bersama ulama Aceh yang hijrah ke semenanjung Malaya lainnya seperti Syaikh Oemar bin Auf atau dikenal sebagai Teungku Chik Oemar Diyan atau Abu Chik Lam U[7], Teungku Haji Musa atau Teungku Lam Suro, Teungku Abdul Jalil dari Lamno dan Teungku Muhammad Shaleh atau Teungku Chik Lambhuk saling bahu membahu membangun Kampung Aceh, Yan, Kedah. Hingga akhirnya, daerah ini sangat identik dengan ke-Aceh-an dan kemudian menjadi kampung baru di Yan, Kedah dengan nama Kampung Aceh. Banyak yang menyebut Kampong Acheh di Kedah ini menjadi refleksi dari Gampong Keudah di Aceh. Setelah Kampung Aceh berdiri, Teungku Irsyad dan kawan-kawan membuka lahan kebun lada, pala, cengkeh dan karet. Hasil dari perkebunan ini dimanfaatkan untuk membeli senjata yang akan dikirimkan ke Aceh dibawah gerakan “Breuëh Saböh Reugam”. Tujuannya hanya satu, membantu logistik perang pejuang Aceh melawan Belanda. Sebahagian lainnya digunakan untuk membangun pondok madrasah dan pondok rangkang pengajian anak-anak di kampung dan masyarakat setempat. Masyarakat setempat menggelari Teungku Irsyad sebagai Tengku Di Balee karena ketinggian ilmunya dan banyaknya murid dan santri dari seluruh Nusantara yang datang untuk menimba ilmu di Dayah Yan. Kehadiran Kampung Aceh di Malaysia turut memasyhurkan nama Aceh di Negeri Jiran ini. Sehingga kemudian banyak tokoh Aceh di Kedah yang menjadi tokoh penting di Malaysia seperti Tan Sri Dato' Amar Teuku Zakaria bin Teuku Nyak Puteh atau P. Ramlee dan Tan Sri Dato' Sanusi Junid.[8] Membangun Dayah YanSejak muda, Teungku Irsyad adalah seorang pelajar yang sangat cerdas dan rajin. Setelah menimba ilmu dengan ulama-ulama besar di Masjidil Haram beliau pulang ke kampungnya, Ie Leubeu dan membuka dayah untuk mengembangkan ilmu yang telah dipelajari kepada masyarakat di Aceh. Namun dikarenakan situasi Aceh yang saat itu sedang menghadapi perang dengan Belanda, menyebabkan dayahnya tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu ia dan pengikutnya hijrah ke Yan dan menetap di daerah yang saat ini disebut Kampung Aceh. Rombongan Teungku Muhammad Irsyad Ie Leubeu adalah kelompok yang paling awal menetap di kampung ini. Sesudah itu menyusul Teungku Haji Musa (Teungku Lam Suro), Teungku Syaikh Umar Bin Auf Lam U (Teungku Chik Oemar di Yan) dan Teungku Muhammad Saleh Lambhuk. Pada tahun 1902, Teungku Muhammad Irsyad mendirikan sebuah dayah atau pesantren di Yan dengan nama Madrasah Irsyadiyah Addiniyah (Meunasah Al Irsyad) atau Dayah Yan. Dayah ini menjadi pusat pendidikan ilmu agama yang sangat terkenal saat itu. Banyak santri baik yang datang langsung dari Aceh, anak keturunan orang Aceh yang sudah menetap di semenanjung Malaya maupun dari daerah lain dan masyarakat setempat yang belajar ilmu agama di dayah ini. Setelah beberapa tahun menetap di Yan, Kedah, Malaysia, Teungku Irsyad dan keluarganya kembali ke kampung asalnya yaitu Ie Leubeu, Pidie, Aceh. Sepeninggal Teungku Irsyad, kepemimpinan Dayah Yan diteruskan oleh murid-murid Teungku Irsyad.[6] Rujukan
|