Tetrasiklina
Tetrasiklina (INN) adalah antibiotik poliketida spektrum luas yang diproduksi dari genus Streptomyces dari Actinobacteria. Tetrasiklina umumnya digunakan untuk mengobati jerawat (acne vulgaris), kolera, brucellosis, pes atau sampar, malaria, dan sifilis.[1] Tetrasiklina dijual dengan beberapa nama dagang seperti Super Tetra, Sumycin, Terramycin, Tetracyn, Panmycin, dan lain-lain. Actisite adalah jenis tetrasiklina periodontal yang berbentuk seperti benang serat digunakan dalam aplikasi kedokteran gigi.[2] Tetrasiklina juga digunakan untuk menghasilkan beberapa senyawa turunan semi-sintetik yang dikenal sebagai antibiotik tetrasiklina. Tetrasiklina umumnya diproduksi oleh beberapa anggota dari genus Streptomyces dan merupakan antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan manusia.[3] Namun, tetrasiklina juga sering digunakan untuk pengobatan hewan contohnya unggas.[3] Tetrasiklina termasuk antibiotik dengan spektrum luas karena menghambat pertumbuhan hampir semua bakteri Gram-negatif maupun Gram-positif.[3] Mekanisme kerjaTetrasiklina saat ini tidak termasuk ke dalam golongan antibiotik aminoglikosida dan digolongkan sebagai golongannya tersendiri, yakni antibiotik golongan tetrasiklina, dimana didalamnnya terdapat Oksitetrasiklin, Doksisiklin, dan Tetrasiklina itu sendiri.[3] Cara kerjanya adalah menghambat atau menginhibisi sintesis protein pada bakteri dengan cara mengganggu fungsi subunit 30S ribosom.[3] PerhatianPenyebab gigi berwarna pada anak-anakTetrasiklina pertama kali diperkenalkan pada tahun 1948, dan perhatian adanya perubahan warna gigi pada anak-anak dilaporkan pada tahun 1956.[4] Kejadian tidak diinginkan ini kemungkinan besar terjadi selama proses kalsifikasi gigi, yang selesai pada usia 8 tahun.[5] Penggunaan tetrasiklina secara rutin pada anak-anak berusia di bawah 8 tahun tidak dianjurkan karena adanya hubungan kuat antara obat ini dengan perubahan warna gigi permanen. Mekanisme yang diajukan: Tetrasiklina terikat pada kation, yang dapat menyebabkan pembentukan kompleks tetrasiklina-kalsium yang secara ireversibel (tidak terbalikkan) tersimpan dalam pengembangan tulang dan gigi.[6] Setelah kalsifikasi selesai, tidak terjadi pertukaran kalsium lebih lanjut, yang membatasi kemampuan tetrasiklina untuk tersimpan ke gigi.[5] Tingkat paparan tetrasiklina, jumlah pemberian, dosis total, dan waktu perkembangan gigi yang tepat dapat memengaruhi risiko terjadinya kejadian ini.[5][6][7] Pewarnaan dapat bervariasi menurut jenis obat, doksisiklina (anggota lain dari kelas tetrasiklina) berpotensi memiliki kejadian paling rendah karena afinitasnya menurun dalam mengikat kalsium dibandingkan dengan tetrasiklina lainnya.[6][8] Volovitz dan rekannya melaporkan tidak ada kasus perubahan warna gigi pada penelitian terhadap 31 anak (rata-rata usia 4 tahun) yang diobati dengan doksisiklina untuk pneumonia atipikal.[9] Pada beberapa infeksi yang sulit diobati dengan terapi alternatif terbatas, tetrasiklina dapat berkhasiat dan relatif aman pada anak-anak berusia kurang dari 8 tahun. Tetrasiklina berguna untuk pengobatan demam berdarah Rocky Mountain (Rocky Mountain spotted fever, RMSF) dan ehrlichiosis, penyakit rickettsial terpisah yang dapat meniru RMSF dan harus diobati secara empiris bilamana diduga RMSF.[10] Selain itu, penelitian retrospektif menunjukkan bahwa kloramfenikol, satu-satunya antibiotik lainnya dengan aktivitas melawan RMSF, mungkin kurang efektif daripada doksisiklina, dengan tingkat kematian 8,9% berbanding 1,6% pada kelompok doksisiklina. Mengingat efek buruk kloramfenikol, termasuk neuropati perifer dan anemia aplastik, tetrasiklina dapat dianggap sebagai pilihan yang lebih bagus untuk RMSF bahkan pada anak berusia di bawah 8 tahun.[11] SejarahStruktur tetrasiklina terdiri atas empat cincin yang bergabung dengan dua ikatan terkonjugasi. Substitusi pada cincin memungkinkan perbaikan sifat farmakokinetik dan perbedaan spektrum aktivitasnya terhadap bakteri. Tetrasiklina awalnya digunakan untuk mengobati infeksi bakteri Gram positif dan Gram negatif, serta beberapa protozoa.[12] Pada 1948, senyawa tetrasilin semula diperolah dari Streptomyces aureofaciens (klortetrasiklina) dan Streptomyces rimosus (oksitetrasiklin). Setelah 1960, zat induk tetrasiklina mulai dibuat seluruhnya secara sintetik, yang kemudian disusul oleh derivat oksi- dan -klor serta senyawa beraksi panjang doksisiklin dan minosiklin.[13] Klortetrasiklina (aureomisin) adalah anggota pertama dari golongan tetrasiklina yang pertama kali ditemukan oleh Benjamin Minge Duggar. Anggota kedua yaitu oksitetrasiklina (terramisin) ditemukan oleh Finlay dan sejawat diisolasi dari Streptomyces rimosus. Struktur senyawa berhasil dielusidasi pada tahun 1950 oleh Robert Woodward (dari Universitas Harvard). Dua tahun setelahnya, dia bekerjasama dengan Lloyd Conover (dari Pfizer) untuk memproduksi tetrasiklina secara sintesis dan dipatenkan tahun 1955.[12] Lihat pulaReferensi
|