Teori psikoanalitikTeori psikoanalitik adalah teori organisasi kepribadian dan dinamika perkembangan kepribadian yang berkaitan dengan praktik psikoanalisis, suatu metode klinis untuk mengobati psikopatologi. Pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud pada akhir abad ke-19, teori psikoanalitik telah mengalami banyak penyempurnaan dalam sejarahnya. Teori psikoanalitik menjadi terkenal pada sepertiga terakhir abad kedua puluh sebagai bagian dari aliran wacana kritis mengenai perawatan psikologis setelah tahun 1960-an, jauh setelah kematian Freud pada tahun 1939.[1] Freud telah menghentikan analisisnya terhadap otak dan studi fisiologisnya dan mengalihkan fokusnya ke studi tentang jiwa, dan pada pengobatan menggunakan asosiasi bebas dan fenomena transferensi. Studinya menekankan pengenalan peristiwa masa kanak-kanak yang dapat mempengaruhi fungsi mental orang dewasa. Pemeriksaannya terhadap aspek genetik dan perkembangan memberikan karakteristik pada teori psikoanalitik.[2] Dimulai dengan penerbitan The Interpretation of Dreams pada tahun 1899, teorinya mulai mendapat perhatian. Struktur kepribadianDalam model Freud, jiwa terdiri dari tiga elemen berbeda, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah aspek kepribadian yang didorong oleh dorongan dan kebutuhan internal dan mendasar, seperti rasa lapar, haus, dan dorongan untuk berhubungan seks, atau libido. Id bertindak sesuai dengan prinsip kesenangan. Karena kualitas instingtual dari id, ia bersifat impulsif dan tidak menyadari implikasi dari tindakan. Superego didorong oleh prinsip moralitas. Ini menegakkan moralitas pemikiran dan tindakan sosial pada tingkat intrapsikis. Ia menggunakan moralitas, menilai salah dan benar, serta menggunakan rasa bersalah untuk mencegah perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial.[3][4] Ego didorong oleh prinsip realitas. Ego berusaha menyeimbangkan tujuan-tujuan yang saling bertentangan antara id dan superego, dengan mencoba memuaskan dorongan-dorongan id dengan cara-cara yang sesuai dengan kenyataan. Ego adalah cara kita memandang diri kita sendiri: itulah yang kita sebut sebagai 'aku' (kata Freud adalah ich dalam bahasa Jerman, yang berarti 'aku'). Referensi
|