Teori penerimaan pesanTeori Penerimaan Pesan (Inggris: Audience Reception Theory atau Reception Theory) adalah teori yang menekankan pada peran pembaca atau khalayak dalam menerima pesan, bukan pada peran pengirim pesan.[1] Pemaknaan pesan bergantung pada latar belakang budaya dan pengalaman hidup khalayak itu sendiri.[2] Hal ini menunjukkan bahwa makna dalam sebuah teks tidak melekat pada teks, tetapi dibentuk pada hubungan antara teks dan pembaca.[2] Dalam teori yang dikemukakan oleh Stuart Hall ini, proses komunikasi (encoding dan decoding) berlangsung lebih kompleks. Khalayak tidak hanya menerima pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan (pengirim-pesan-penerima), tetapi juga bisa mereproduksi pesan yang disampaikan (produksi, sirkulasi, distribusi atau konsumsi-reproduksi).[3] PerkembanganStuart Hall (1980) dan David Morley (1992) sama-sama menggunakan model komunikasi encoding dan decoding dalam penelitiannya.[4] Namun, Morley lebih tertarik untuk melihat bagaimana kelompok sosial (serikat buruh, kalangan muda dan orang dengan kulit berwarna) dibandingkan dengan individu dalam memaknai apa yang mereka lihat.[4] Gagasan mengenai penelitian khalayak sebagai kelompok sosial pun telah banyak dilakukan.[4] Misalnya saja penelitian etnografi yang dikembangkan oleh Dorothy Hobson dan Charlotte Brundson yang telah mempelajari perempuan sebagai khalayak dari opera sabun.[4] Sejumlah penelitian juga telah mengeksplorasi cara perempuan membaca teks-teks populer (majalah, melodrama, novel cinta) sehingga membuat teks menjadi berarti bagi mereka.[4] Hal ini berkaitan erat dengan keadaan sosial dimana perempuan mengkonsumsi media dan bagaimana mereka menghubungkan hal tersebut pada kehidupan nyata.[4] John Fiske juga mengembangkan gagasan bahwa khalayak bisa menolak teks yang ditampilkan kepada mereka.[4] Hal ini dikarenakan khalayak mempunyai kekuatan atas teks yang mereka konsumsi. Dari penelitian-penelitian tersebut, kajian mengenai khalayak menunjukkan bagaimana mereka memaknai teks dari perspektif masing-masing.[4] Encoding, DecodingKonsep terpenting yang menjadi awal lahirnya teori penerimaan pesan adalah encoding dan decoding.[5] Encoding merupakan proses membuat pesan yang sesuai dengan kode tertentu, sedangkan decoding merupakan proses menggunakan kode untuk memaknai pesan.[5] Encoding dan decoding mempunyai struktur makna yang tidak selalu simetris.[3] Derajat simetri (simetris atau tidak simetrisnya pertukaran komunikasi) bergantung pada kesetaraan hubungan yang dibentuk antara pemberi pesan dan penerima pesan (pembuat kode dan penerima kode).[3] Tipe PenerimaanTerdapat tiga tipe dalam penerimaan pesan, yaitu.[3]
Ketika khalayak menerima pesan dari media secara penuh dan memaknai pesan tersebut seperti yang diinginkan oleh media maka khalayak berada pada posisi yang dominan.[3] Dalam hal ini berlangsung pertukaran komunikasi yang sempurna.[3]
Khalayak cukup memahami apa yang ditampilkan oleh media, tetapi tidak semua dimaknai sama.[3] Penerimaan dalam tipe ini mengandung dua hal, yaitu unsur adaptif dan oposisi.[3] Hal ini menunjukkan bahwa pesan dinegosiasikan.[3]
Ketika khalayak sama sekali menolak pesan yang disampaikan media maka khalayak tersebut berada pada posisi oposisi.[3] Mereka menolak pesan tersebut karena tidak sesuai dengan pengetahuan atau nilai yang dianutnya.[3] Ketiga tipe penerimaan ini bisa dijelaskan melalui contoh yang diberikan oleh Fiske dan O'Sullivan terkait representasi perempuan di dalam iklan.[4] Perempuan digambarkan sebagai objek seks dan sebagai figur Ibu.[4] Dalam hal ini, tipe dominan menerima dan setuju dengan penggambaran tersebut.[4] Sementara itu, bagi wanita karier kelas menengah, penggambaran seperti itu merupakan hal biasa untuk wanita lain, tetapi tidak untuk dirinya sendiri.[4] Pada keadaan ini, khalayak berada pada posisi negosiasi.[4] Lalu, bagi para feminis, penggambaran tersebut sama sekali tidak terima.[4] Referensi
|