Tenggarong, Kutai Kartanegara
Wilayah Tenggarong yang terbagi dalam 12 kelurahan dan 2 desa ini memiliki luas wilayah mencapai 270,00 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 114.039 jiwa (2023).[1] Adapun jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara sampai dengan tahun 2023 sebanyak 788.113 jiwa. Jika dilihat dari sebaran penduduk, maka cenderung terkonsentrasi di wilayah perkotaan dengan tingkat distribusi terbesar pada kecamatan Tenggarong sebesar 14,78 persen, Loa Janan 9,51 persen dan Tenggarong Seberang 9,39 persen.[3] SejarahTenggarong adalah ibu kota Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura. Kota ini didirikan pada tanggal 28 September 1782 oleh Raja Kutai Kartanegara ke-15, Aji Muhammad Muslihuddin, yang dikenal pula dengan nama Aji Imbut. Semula kota ini bernama Tepian Pandan ketika Aji Imbut memindahkan ibu kota kerajaan dari Pemarangan. Oleh Sultan Kutai, nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti rumah raja. Namun pada perkembangannya, Tangga Arung lebih populer dengan sebutan "Tenggarong" hingga saat ini. Menurut legenda Orang Dayak Benuaq dari kelompok Ningkah Olo, nama/kata Tenggarong menurut bahasa Dayak Benuaq adalah "Tengkarukng" berasal dari kata tengkaq dan bengkarukng, tengkaq berarti naik atau menjejakkan kaki ke tempat yang lebih tinggi (seperti meniti anak tangga), bengkarukng adalah sejenis tanaman akar-akaran. Menurut orang Benuaq, ketika sekolompok orang Benuaq (mungkin keturunan Ningkah Olo) menyusuri Sungai Mahakam menuju pedalaman mereka singgah di suatu tempat dipinggir tepian Mahakam, dengan menaiki tebing sungai Mahakam melalui akar bengkarukng, itulah sebabnya disebut Tengkarukng oleh aksen Melayu kadang "keseleo" disebut Tengkarong, lama-kelamaan penyebutan tersebut berubah menjadi Tenggarong. Perubahan tersebut disebabkan Bahasa Benuaq banyak memiliki konsonan yang sulit diucapkan oleh penutur yang biasa berbahasa Melayu/Indonesia. GeografiKota Tenggarong terletak pada 116°47' - 117°04' Bujur Timur dan 0°21' - 0°34' Lintang Selatan. Titik pusat tertinggi kota Tenggarong dari permukaan laut ± 500 m. Tenggarong dilewati oleh aliran sungai Mahakam yang merupakan salah satu sungai terbesar di Kalimantan Timur. Kondisi lahan di Tenggarong cenderung lahan rawa di daerah dataran dekat tepian sungai dan berbukit. Suhu udara rata-rata di kota Tenggarong adalah 30 °C, dengan curah hujan tahunan rata-rata 1500–2000 mm per-tahun DemografiEtnisPenduduk asli yang mendiami wilayah Kutai Kartanegara adalah suku Kutai, atau disebut juga dengan Dayak Kutai, atau Urang Kutai yang juga merupakan suku asli yang mendiami wilayah provinsi Kalimantan Timur, dan banyak yang hidup di tepi sungai.[4] Suku lain yang ada di Tenggarong ialah suku Bugis, Banjar, Jawa, Benuaq, Bahau, Long Dusun, Kenyah, Tunjung, Punan, Bentian, Penihing, Ohong, Bukat, Basap dan suku lainnya.[4] BahasaOrang Kutai menggunakan bahasa Melayu yang terbagi atas beberapa dialek. Di antaranya, bahasa Kutai Tenggarong yang mendiami wilayah Tenggarong. Selain itu, ada dialek Kutai Muara Ancalong yang berdiam di daerah-daerah Muara Ancalong, Kelinjau, Sebintulung, Kutai yang berdiam di daerah Muara Pahu bagian hulu sungai.[4] AgamaBerdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2020, jumlah penduduk kecamatan Tenggarong sebantak 108.539 jiwa, dengan kepadatan 420 jiwa/km².[1] Mayoritas orang Kutai memeluk agama Islam. Jumlah penduduk kecamatan Tenggarong menurut agama yang dianut yakni Islam 92,58%, kemudian Kristen 7,14% dimana Protestan 5,87% dan Katolik 1,27%. Selebihnya beragama Hindu 0,14%, Buddha 0,11%, kepercayaan 0,02% dan Konghucu 0,01%.[1] Objek wisata
Pusat kegiatan olahragaTerdapat dua gelanggang olahraga di Tenggarong, yang pertama di kecamatan Tenggarong sendiri, kemudian dibangun komplek yang baru di kecamatan Tenggarong Seberang yang dinamakan GOR Aji Imbut. Galeri
Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Tenggarong. |