Temon, Sawoo, Ponorogo
Cerita rakyatSalah satu cerita rakyat yang terjadi di Desa Temon adalah tentang Kiai Klipo. Pada 1742, ketika Pakubuwono II terusir dari keratonnya, ia kemudian melarikan diri ke Ponorogo. Salah satu desa yang sempat ia kunjungi adalah Desa Temon. Di desa ini ia bertemu dengan saudara lelakinya, bernama Kiai Kalipah atau Klipo. Dikisahkan, Kiai Klipo pensiun dari keraton setelah kematian Pakubuwono I. Kehidupannya di luar keraton dijalani dalam kesendirian sebagai pertapa di Gunung Bayangkaki. Ia kemudian mendirikan tempat tinggal pertapaan. Beberapa saat setelah mendirikan pertapaan, seorang putranya datang untuk tinggal bersamanya.[1] Ketika Kiai Klipo meninggal, jasadnya dimakamkan di puncak gunung sesuai dengan keinginannya. Pemakaman dilakukan dengan membawa jasad ke atas (bayang) oleh orang-orang yang berjalan (kaki). Oleh karena itu, gunung ini dinamai Bayangkaki. Di puncak gunung terdapat batu-batu tempat Sunan Kalijaga duduk ketika mengajar Kiai Klipo tentang “ilmu sejati”. Di samping makam Kiai Klipo juga terdapat sebidang lahan, sebuah makam kosong, yang diperuntukkan bagi Sunan Kalijaga.[2] Referensi
Daftar pustaka
|