Tauhid uluhiyah
Uluhiyah Allah adalah mengesakan seluruh bentuk ibadah kepada Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, harapan dalam cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk sikap Zalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah. Dengan mengesakan Allah dengan tauhid uluhiyah-Nya maka, orang tersebut sudah bisa dikatakan orang beriman. Maka tak ayal, banyak ulama yang mengatakan bahwa tauhid uluhiyah memiliki keutamaan yang lebih dan paling penting dalam bertauhid. Berbeda dengan Tauhid rububiyah yang memang dimiliki oleh orang beriman maupun kafir, sehingga tidak menjadikan pelakunya sebagai orang yang beriman kepada Allah. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah adalah bagian tauhid yang membahas pengesaan Allah dalam ibadah. Dalam AlquranBentuk penyebutan tauhid uluhiyah di dalam Alquran beragam. Pertama, berupa perintah langsung untuk beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Misal, firman Allah:
Ajakan untuk mentauhidkan uluhiyah Allah juga dalam bentuk berita bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk menyembah-Nya[a] dan seluruh nabi dan rasul terdahulu mengajak kaumnya untuk menyembah-Nya semata.[b] Dalil Tauhid Uluhiyah AllahAllah berfirman
Rasulullah ﷺ telah membimbing Ibnu Abbas r.a dengan sabda dia:
Lagi, Allah berfirman:
Penjelasan DalilDengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata. Rasulullah ﷺ bersabda:
Rasulullah ﷺ bersabda:
Allah berfirman dalam hadits qudsi:
Contoh Penyimpangan Uluhiyah AllahContoh konkret penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang. Nasihat Ibnul QoyyimIbnul Qoyyim mengatakan:
Referensi
Pranala luar
|