Tan Liong Houw

Tan Liong Houw (Aksara Tradisional:陳龍虎, Aksara sederhana:陈龙虎) atau Latief Harris Tanoto (lahir 26 Juli 1930) adalah seorang pemain sepak bola terkenal Indonesia pada era tahun 1950-an. Ia dikenal sebagai pemain lini tengah yang perkasa dan ditakuti lawan. Posisinya sebagai gelandang kiri, mengharuskan Liong Houw bermain keras untuk merusak formasi lawan.

Pada masanya, Tan Liong Houw menjadi pujaan tim nasional dan Persija Jakarta. Bahkan para pendukung Tim Persija memberinya julukan "Macan Betawi" walaupun Ia berasal dari etnis Tionghoa.

Tan Liong Houw tumbuh remaja di Jakarta. Nama "naga" (liong) dan "harimau" (hauw) yang diberikan orangtuanya adalah dua binatang lambang keperkasaan dalam mitologi etnis Tionghoa. Ibunya, Ong Giok Tjiam, semula tidak mengizinkannya menjadi pemain sepak bola. Adiknya, Tan Liong Pha, yang sempat bermain untuk Persib Bandung Junior terpaksa berhenti karena larangan sang ibu. Berbeda dengan adiknya, Liong Houw tetap bermain sepak bola secara sembunyi-sembunyi. Sang ibu memergokinya dan kemudian mengirimnya ke Semarang agar tak bermain sepak bola lagi. Namun nasib baik justru mempertemukannya dengan orang-orang dari klub Tjung Hwa (sekarang PS Tunas Jaya), perkumpulan olahraga warga keturunan Tionghoa kala itu. Orangtuanya kemudian meminta Jaya]]), perkumpulan olahraga warga keturunan Tionghoa kala itu. Orangtuanya kemudian meminta Liong Houw kembali ke Jakarta. Sang ayah akhirnya mengizinkan bermain bola setelah menyaksikan kegigihan anaknya mengasah bakat. Liong Houw kemudian dipanggil masuk ke tim nasional dan prestasinya semakin bersinar.

Tanoto, demikian ia juga biasa dipanggil, tidak menggantungkan penghidupan dari bermain sepak bola. Bermain sepak bola baginya benar-benar karena hobi dan mengabdi kepada negara. Pada waktu itu sebagian dari pemain Tim Sepak bola Nasional Indonesia berasal dari keturunan Tionghoa, seperti Thio Him Tjiang, Kwee Kiat Sek, Phoa Sian Liong, Lie Kiang An, Chris Ong, dan Harry Tjong.

Tudingan bahwa para pemain keturunan Tionghoa akan bermain setengah hati dan kendur semangatnya bila Indonesia bertemu dengan pemain dari Cina sempat membuat Tanoto dan kawan-kawan sakit hati. Pada dekade 1950-an Indonesia sempat dua kali bertemu dengan Republik Rakyat Tiongkok, yaitu pada kualifikasi Olimpiade 1956 dan kualifikasi Piala Dunia 1958. Faktanya, Indonesia selalu sukses melewati para pemain Cina.

Tanoto dan kawan-kawan berhasil masuk perempat final Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia. Pada ajang inilah cerita legendaris itu tertoreh. Tim Merah Putih berhasil menahan Uni Soviet 0-0 sebelum akhirnya kalah 0-4 pada partai ulang hari berikutnya. Tanoto bermain dengan "keringat darah". Kaus kakinya sampai robek di tengah pertandingan karena termakan permainan keras lawan.

Setelah Asian Games 1962 di Jakarta, Tan Liong Houw memutuskan pensiun. Hidupnya kemudian lebih banyak dihabiskan bersama istrinya, Loe Lan Eng atau sekarang lebih akrab dipanggil Hilda Lanawati, dan empat anaknya: Wahyu Tanoto, Budhi Tanoto, Indah Nurjani, dan Harijanto Tanoto. Dua anaknya, Wahyu Tanoto dan Budhi Tanoto, meneruskan bakat sang ayah. Keduanya sempat menjadi pemain nasional pada tahun 1980-an.

Tan Liong Houw bermain untuk Tim Merah Putih selama duabelas tahun sejak 1950. Ia memperkuat tim nasional dalam empat Asian Games dan banyak kejuaraan regional. Salah satunya menjuarai Merdeka Games 1961 di Malaysia setelah di babak final mengalahkan tuan rumah 2-1. Ia masih memberikan sumbangan pikiran untuk perkembangan sepak bola nasional dengan menjadi anggota Dewan Penasihat PSSI periode 1999-2003.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya