Sutra Teratai
Sutra Teratai (Sanskerta: Saddharma Puṇḍarīka Sūtra, bahasa Inggris: Lotus Sūtra) merupakan salah satu sūtra Mahāyāna yang terkenal dan berpengaruh, dan merupakan dasar pembentukan sekte agama Buddha Tiantai dan Nichiren. JudulJudul awal yang dikenal dalam bahasa Sanskerta untuk sūtras ini adalah Saddharma Puṇḍarīka Sūtra, yang berarti "Sūtra pada Teratai putih akan Dharma yang Agung." Dalam bahasa Indonesia, nama singkat yang sering dikenal adalah Sūtra Teratai (atau dalam bahasa Inggris: Lotus Sūtra). Sūtra Teratai juga sangat dipandang penting di beberapa negara Asia dimana agama Buddha Mahāyāna telah dianut secara tradisi. Judul ini diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa sesuai dengan negara termasuk:
Sejarah dan latar belakangBagian tertua dari naskah (bagian 1-9 dan 17) kemungkinan ditulis antara tahun 100 SM dan 100 Masehi: sebagian besar naskah tampak pada tahun 200 Masehi.[1] Sutra Teratai merupakan catatan ceramah yang disampaikan oleh Buddha pada akhir hidupnya. Kebiasaan dalam Mahayana menyatakan bahwa sutra ini ditulis pada masa kehidupan Buddha dan disimpan selama lima ratus tahun di alam nāga. Setelah itu, sutra ini diperkenalkan kembali kepada alam manusia bertepatan dengan Sidang Agung Buddhis Keempat. Ajaran sutra ini mengaku sebagai yang tertinggi dibandingkan ajaran yang ada dalam kitab Sūtra Piṭaka āgamas, dan bahwa manusia sudah dapat mengerti isi sutra pada masa kehidupan Buddha, dan oleh karenanya pengajaran itu harus dipertahankan kemunculannya. TerjemahanSutra Teratai awalnya diterjemahkan dari bahasa Sanskerta ke dalam Tionghoa oleh Dharmarakṣa, aka Zhu Fahu, pada tahun 286 Masehi di Chang'an selama periode Jin Barat (265-317 Masehi) (E. Zurcher The Buddhist Conquest of China, 57-69). Akan tetapi, para ahli berpendapat bahwa besar kemungkinan naskah terjemahan tersebut sesungguhnya ditulis dalam bahasa Prakrit. Jan Nattier baru-baru ini merangkum aspek peralihan tekstual transmisi akan naskah-naskah Buddhis awal ini di Cina, oleh karena itu, mengingat bahwa kegiatan pada masa Dharmarakṣa bertepatan dengan periode yang ia jelaskan: "Kajian hingga saat ini menyatakan bahwa naskah-naskah Buddhis yang tiba di Cina pada abad terkini, dibentuk bukan hanya dari satu tetapi dari beberapa dialek India . . . keseluruhannya, informasi yang tersedia menyarankan kita bahwa, terkecuali bukti kuat akan bentuk lain, kita harus berpendapat bahwa segala naskah yang diterjemahkan pada abad ke dua atau tiga masehi bukan berdasarkan bahasa Sanskerta, tetapi salah satu dari bahasa daerah Prakrit."[2] Terjemahan awal oleh Dharmarakṣa digantikan oleh sebuah terjemahan dalam tujuh lembaran oleh Kumārajīva pada tahun 406 Masehi, walau diketahui bahwa Kumārajīva melakukan penggunaan lebih lanjut dari edisi awal hingga meminjam tafsiran langsung dari versi Dharmarakṣa [butuh rujukan]. Judul dalam bahasa Tionghoa biasanya di singkat menjadi 法華經, yang dibaca Fǎ Huá Jīng dalam bahasa Tionghoa dan Hokekyō dalam bahasa Jepang, Beophwagyeong dalam bahasa Korea, dan Pháp Hoa Kinh" dalam bahasa Vietnam. Salinan dalam bahasa Sanskerta tidak digunakan secara umum di luar kepentingan pendidikan. Naskah tersebut telah diterjemahkan oleh Burton Watson. Menurut Burton Watson, naskah tersebut mungkin pada awalnya disusun dalam dialek Prakrit dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Sanskerta guna mendapatkan kehormatan yang lebih lagi. Filolog modern belum menunjukkan bagian-bagian awal sutra, kecuali menyatakan bahwa bagian tersebut tidak bergantung pada Sutra berbahasa Tionghoa maupun bahasa Tibet. Lebih lanjut, filolog lain mencatat bagaimana bagian Dharani dalam Sutra Teratai melambangkan sebuah bentuk dari dialek Magadhi yang serupa dengan Pali daripada Sanskerta. Sebagai contoh, pada satu bagian Dharani tertulis: "Buddhavilokite Dharmaparikshite". Walaupun kata vilo dinyatakan dalam bahasa Sanskerta, kata tersebut tampil pertama kali dalam naskah Buddhis berbahasa Pali sebagai "vilokita" dengan arti "seorang pencari yang waspada" dari vi, menyatakan penggiatan,[3] dan lok, secara etimogoli berarti "untuk melihat".[4] IsiSutra ini dikenal akan petunjuk jelas akan konsep dan penggunaan tentang upaya cekatan – (Sanskerta: upāya, Jepang: hōben), paramita ketujuh atau penyempurnaan seorang Bodhisattva – biasanya dalam bentuk perumpamaan. Ini juga merupakan salah satu sutra pertama yang menggunakan istilah Mahāyāna, atau "Kereta Agung". Konsep lain yang diperkenalkan oleh Sutra Teratai adalah ide bahwa Buddha merupakan entitas yang abadi, yang telah mencapai nirvana beberapa aeon lalu, tetapi dengan suka-rela memilih untuk tetap berada dalam lingkaran kelahiran kembali (samsara) guna membantu mengajar mahluk hidup akan Dharma secara berulang-kali. Ia menampakkan dirinya sebagai "ayah" dari seluruh mahluk hidup dan membuktikan cinta-kasih yang demikian selayaknya seorang ayah. Selain itu, Sutra menyatakan bahwa bahkan setelah Parinirvana (perwujudan kematian tubuh fisik) Buddha, Buddha terus menerus menjadi nyata dan mampu berkomunikasi dengan dunia. Pengertian akan kematian tubuh fisik Buddha merupakan akhir bahwa Buddha dibantah secara grafis oleh gerakan dan makna naskah-naskah, dimana Buddha yang lain, yang telah lama wafat, tampil dan berkomunikasi dengan Shakyamuni. Menurut pandangan Sutra Teratai, para Buddha pada dasarnya adalah abadi. Ajaran serupa mengenai keabadian para Buddha dijelaskan secara terperinci berulang kali dalam sutra-sutra tathāgatagarbha, yang menyampaikan pendapat serupa dengan pengajaran Sutra Teratai. Sutra Teratai juga menyatakan (dalam Bagian 4) bahwa kekosongan (śūnyatā) bukan merupakan tujuan utama yang harus dicapai oleh calon Bodhisattva: pencapaian Kebijaksanaan Buddha dinyatakan sebagai sebuah khazanah pelimpahan-kebahagiaan yang melampaui pengertian bahwa semua hanya kosong atau hanya berbentuk. Dalam istilah sastra, Sutra Teratai menggambarkan pengartian akan keabadian dan yang tidak dapat digambarkan, sering kali menggunakan jumlah dan pengukuran besar akan waktu dan ruang. Beberapa Buddha lain yang disebutkan dalam Sutra Teratai dikatakan memiliki lusinan bahkan ratusan kalpa kehidupan, sedangkan beberapa Bodhisattva menyatakan pada bagian "Bodhisattva Bumi" ("Earth Bodhisattva") dalam milyaran, atau bahkan lebih. Sutra Teratai sering kali menyinggung pengajaran khusus yang melampaui segala sesuatu yang telah diajarkan Buddha, tetapi Sutra ini tidak secara langsung menyatakan ajaran tersebut. Hal ini dikatakan guna menjaga pandangan umum Buddhis Mahāyāna bahwa pengajaran tertinggi tidak dapat dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Ajaran utama akan Sutra, bagaimanapun, ditujukan kepada pembaca bahwa "Kebuddhaan penuh" hanya akan dialami dengan keterbukaan akan kebenaran terungkap secara tersirat dalam Sutra Teratai melalui banyak perumpamaan dan rujukan-rujukan ke masa sebelumnya dalam urutan kosmologikal yang kurang jelas penggambarannya. Upaya cekatan dari kebanyakan Buddha yang tercerahkan yang adalah pengajaran tertinggi ("Sutra Teratai" itu sendiri), sehubungan dengan keyakinan yang dinyatakan dalam sutra bahwa seluruh pengajaran tunduk kepada, dikembangkan oleh dan selaras dengan kebenaran dan pengajaran tertinggi ini yang bertujuan kepada penciptaan "para Buddha sempurna" dari kelompok pratyekabuddha, para buddha yang lebih rendah tingkatannya dan bodhisattva. Naskah juga menyatakan secara tidak langsung sebuah hubungan orang-tua-anak antar beragam Buddha dan manusia serta jenis mahluk hidup lainnya, dengan indikasi jelas bahwa seluruh agama dan jalur, dalam hal tertentu atau lainnya merupakan bagian dari upaya cekatan akan pengajaran tertinggi ini, yang mencapai penegasan penuh dalam Sutra Teratai. Beragam institusi agama dan ajaran pendukung, seluruh jalan oleh karenanya, secara resmi, merupakan bagian dari upaya cekatan dan rencana akan Buddhisme, sehingga penyangkalan terdahulu akan sutra atas semua perselisihan kompetitif doktrinal. Sangat penting, bukan hanya terdapat beragam Buddha dari pandangan ini, tetapi rangkaian-rangkaian para Buddha tanpa batas yang terbentang hingga keabadian tanpa batas ("ribuan koti dari kalpa") dalam lingkaran penciptaan dan lautan api tanpa akhir. Dalam pandangan yang ditanamkan dalam sutra ini, lebih lagi, bukan hanya para Buddha yang tak terhitung, tetapi alam semesta termasuk alam tuhan, dewa-dewi, naga dan mahluk mitos lainnya, memerlukan banyak dimensi untuk menampung semua. Para Buddha digambarkan sebagai pengajar yang sabar akan seluruh mahluk tersebut. Beberapa sumber memandang Sutra Teratai memiliki prolog dan epilog: masing-masing adalah Sutra Banyak Arti (無量義經 Ch: Wú Liáng Yì Jīng Jp: Muryōgi Kyō) dan Sutra Meditasi akan Bodhisattva Kebajikan yang Layak (普賢經 Ch: Pǔ Xián Jīng Jp: Fugen Kyō). Sutra Teratai menyatakan sebagai yang tertinggi dari sutra-sutra lainnya. Bagian sepuluh dari terjemahan Burton Watson menyatakan:
Bab empat-belas menyatakan:
Terjemahan dalam bahasa Barat
Lihat pula
Referensi
Pranala luarWikisource Tionghoa memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Parabel Kitab Sutra Teratai, oleh Buntario Tigris, 2020, https://ehipassiko.or.id/dharma-e-book/
|