Sutopo Purwo Nugroho
Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU (7 Oktober 1969 – 7 Juli 2019) adalah seorang pegawai negeri sipil dan akademisi Indonesia yang bekerja sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).[1] Dia merupakan alumni Universitas Gadjah Mada dan Institut Pertanian Bogor. Dia bekerja di pemerintahan sebelum akhirnya ditempatkan di BNPB pada 2010 sebagai Direktur Pengurangan Risiko Bencana.[1] Latar belakangSutopo lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 7 Oktober 1969. Dia merupakan anak pertama Suharsono Harso Saputro dan Sri Roosmandari.[2] SD, SMP, dan SMAnya itu dijalani di kampung halamannya.[3] Dia memperoleh gelar S-1 geografi di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1993, dan menjadi lulusan terbaik di sana pada tahun itu. Dia memeroleh gelar S-2 dan S-3 di bidang hidrologi di Institut Pertanian Bogor.[4] Menurut sebuah wawancara Sutopo bersama dengan detik.com, dia hampir menjadi profesor peneliti pada 2012, tetapi dikandaskan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia karena statusnya sebagai peneliti BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang bekerja di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).[5] KarierSetelah lulus, dia mulai bekerja di BPPT pada 1994. Dia kemudian bekerja pada bidang penyemaian awan.[6] Perlahan-lahan, dia mulai naik pangkat ke Peneliti Senior Utama (IV/e).[5][7] Kemudian, dia membantu BNPB sebelum bekerja secara penuh di sana pada Agustus 2010. Awalnya, dia bekerja pada Direktur Pengurangan Risiko Bencana. Di bulan-bulan pertama dia bekerja, terjadi bencana-bencana terkenal yang menerjang Indonesia seperti banjir di Wasior, gempa bumi dan tsunami di Mentawai dan erupsi Gunung Merapi. Dia menjadi Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di November pada tahun itu.[2][3] Menurut Sutopo, dia menolak posisi tersebut sebanyak tiga kali, sebelum menerima gelar S-3, dia berkata bahwa orang akan memercayainya lebih karena itu.[8] Karena dia dikenal aktif memberitakan bencana di media sosial ketika sedang berlangsung, The Straits Times menyebutnya sebagai "pejabat Indonesia yang paling sering dikutip dalam berita selama bencana berlangsung".[9] Selama kerjanya di BNPB, dia diberi penghargaan "Public Campaigner" pada 2014 oleh rmol.co.[10] Pada 2016, ketika Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengkritik lembaga penanganan bencana provinsi, Sutopo malah membenarkan kata-kata gubernur tersebut, mengatakan bahwa kritik tajam itu mustilah dianggap sebagai kritik yang membangun.[11] Pada tahun berikutnya, setelah Ahok ditangkap dan ditahan karena kasus penistaan agama, Sutopo menggunakan akun Twitternya untuk memuji secara terbuka keberhasilan Basuki dalam menekan banjir Jakarta ketika Basuki menginjak hari jadinya yang ke-51.[12] Dia juga mengajar di IPB, Universitas Indonesia, dan Universitas Pertahanan Indonesia.[5] Kehidupan pribadiSutopo menikah dengan Retno Utami Yulianingsih,[2] dan mereka memiliki 2 orang anak hasil dari pernikahan itu.[13] Pada Januari 2018, Sutopo mengumumkan bahwa dia mengidap kanker paru-paru stadium IV dan masih berada di bawah tahap perawatan. Keluarga dan dokternya telah memintanya untuk berhenti beraktivitas, tetapi dia menolak, meskipun sakit. Karenanya dia juga terpaksa pakai morfin. Dia juga masih tetap bersemangat dan tak pernah surut, terutama jika berbicara dengan wartawan.[1] Dia diketahui masih aktif memantau bencana di media sosial, menyediakan informasi, dalam berbagai kejadian, serupa tenggelamnya KM Sinar Bangun[14] dan gempa Lombok pada 2018.[13][15] Namun begitu, kegiatannya berkurang jauh, dan kini waktunya hanya terbatas pada kerja kantor saja.[16] Kisah hidup Sutopo telah diabadikan melalui buku biografi yang berjudul Sutopo Purwo Nugroho: Terjebak Nostalgia.[17] Buku biografi yang ditulis oleh Fenty Effendy tersebut telah diluncurkan pada tanggal 1 September 2019.[17] Referensi
|