Sumber Rejo Timur, Percut Sei Tuan, Deli Serdang

Sambirejo Timur
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Utara
KabupatenDeli Serdang
KecamatanPercut Sei Tuan
Kode pos
20371
Kode Kemendagri12.07.26.2002 Edit nilai pada Wikidata
Luas429,892 Ha.
Jumlah penduduk26.245jiwa (2000)
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 3°36′50.400″N 98°46′48.000″E / 3.61400000°N 98.78000000°E / 3.61400000; 98.78000000


Sambirejo Timur adalah desa di kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Kepala Desa Sambirejo Timur: MHD Arifin

Sejarah Desa Sambirejo Timur

Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang terletak di sebelah timur Kota Medan berbatasan dengan Desa Tembung di sebelah Barat, dengan Desa Bandar Klippa di sebelah Utara, Desa Amplas di sebelah Selatan dan Desa Sena di Sebelah timur. Desa-desa ini merupakan wilayah perbatasan antara Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yang dipisahkan oleh Sungai Denai yang membelah dari pegunungan Deli serdang dan karo di sebelah selatan sampai ke utara di pesisir pantai timur sumatera. Sebagian besar penduduk Desa Sambirejo Timur bermata pencaharian sebagai buruh bangunan, pembantu rumah tangga, wiraswasta dan petani yang mengelola lahan sempit yang masih tersisa. Dahulu wilayah Desa ini merupakan wilayah pertanian yang subur dan perkebunan tembakau yang terkenal dengan sebutan tembakau deli. Sebagian besar penduduknya beretnis jawa yang merupakan anak keturunan ”koeli” kontrak yang didatangkan dari Jawa pada masa penjajahan Belanda. Seiring berjalannya waktu masyarakat yang dulunya adalah buruh kebun, setelah jaman kemerdekaan, sebagian masyarakat beralih menjadi petani pangan. Namun kebutuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi, lahan-lahan yang dulu dikelola kini mulai terjual atau dibagi kepada anak keturunannya. Krisis lahan pertanian ini membuat sebagian besar penduduk mencari penghasilan di Medan sebagai buruh bangunan dan bagi perempuan menjadi pembantu rumah tangga di keluarga etnis cina. Perubahan mata pencaharian penduduk Sambirejo Timur ini ternyata tidak merubah seluruh karakter dan sifat sosial-kebudayaannya. Masyarakat relatif masih terikat dengan nilai-nilai budaya dan hidup gotong royong. Namun di sisi lain generasi mudanya saat ini kian terkikis dengan masuknya kebudayaan luar dan gaya hidup materialistik yang dibawa oleh pendatang yang menetap di desa tersebut. Karakter dan sifat sosial-kebudayaan yang masih tersisa bisa dilihat dari banyaknya kegiatan seni budaya yang masih lestari. Diantaranya Angguk, Kuda kepang (Lumping), Ludruk, Wayang Orang, Reog Ponorogo, band musik keroncong dan campur sari. Sifat gotong royong masyarakat masih diterapkan dalam bentuk bersih desa (syuro-an) setiap tahun dan pembangunan infrastruktur desa, rumah ibadah dan bangunan pelayanan publik lainnya. Pemerintahan Desa Sambirejo Timur sendiri cukup peduli terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakatnya. Di desa ini cukup banyak kegiatan kemasyarakatan yang aktif berjalan sehingga terlihat jelas aktifitas masyarakat desa. Sederet kegiatan tersebut kemudian menjadi ikon tersendiri, seperti; Desa Layak Anak, Desa PKK, Desa Sadarkum, Desa Bantuan Komunikasi (Bankom) dan sederet penabalan nama lainnya baik yang diberikan pemerintah atau kelompok masyarakat luar desa. Meskipun demikian, kebudayaan dan kearifan penduduk Sambirejo Timur ini kian hari semakin mengalami resistensi akhirnya membuat Desa ini menjadi daerah merah peredaran narkoba dan kriminalitas. Di sisi lain pembangunan Desa yang selama ini terkesan top-down melemahkan pemerintahan Desa Sambirejo Timur dalam menata dan merencanakan pembangunannya yang sesuai dengan kebutuhan warga. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur. Hampir seluruh pembangunan infrastruktur seperti jalan desa dan jembatan seluruhnya ditentukan oleh Kabupaten. Sehingga ruas jalan yang ada di Desa Sambirejo Timur ini menjadi jalan Kabupaten. Hanya jalan gang dan jalan persawahan yang masih menjadi tanggung jawab Desa. Masyarakat yang dahulu berbasis pada pertanian kini terpaksa keluar menjadi buruh bangunan di Medan dan sekitarnya, karena minimnya hasil pertanian. Rata-rata produksi padi kurang dari 4 ton per hektarnya. Infrastruktur pertanian tidak pernah mendapat perhatian. Sawah yang ada merupakan sawah tadah hujan. Tidak pernah ada pembangunan infra struktur irigasi untuk lahan persawahan desa. Padahal masih ada sedikitnya 165 Ha lahan pertanian yang tersisa. Lambat laun lahan pertanian tersebut dijual dan berubah menjadi daerah permukiman. Di sebelah selatan, Desa Sambirejo Timur berbatasan dengan wilayah eks perkebunan PTPN2 yang saat ini berpotensi menimbulkan konflik horizontak diantara penggarap, baik dari warga Desa Sambirejo Timur sendiri maupun dari luar desa. Konon wilayah perkebunan itu merupakan wilayah ulayat suku melayu deli yang kemudian dikontrakkan kepada perusahaan Belanda Deli Maskapai melalui atas nama Kesultanan Deli. Beberapa hektar lahan tersebut telah dipergunakan oleh Desa Sambirejo Timur untuk lahan perkuburan desa, puskesdes dan lapangan Bola kaki. Sepanjang wilayah sebelah utara Desa Sambirejo Timur, berbatasan langsung dengan jalan rel Kereta Api yang menuju Bandara Kuala Namu dan Daerah lainnya. Sejarahnya, moda keretapi ini dibangun oleh perusahan Belanda yang terkenal dengan nama Deli Spoor Maskapai dan kemudian dikuasai oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) setelah Nasionalisasi 1958. Lahan yang dipergunakan oleh moda kereta api tersebut juga merupakan lahan ulayat suku Melayu yang konon diberikan secara ”gratis” dengan catatan masyarakat umum bisa menggunakan moda kereta api tersebut selain buat kepentingan perkebunan Belanda saat itu. Makanya di desa Bandar Klippa dibangun Stasiun Kereta Api Bandar Khalifah yang hanya berjarak 2 Km dari balai Desa Sambirejo Timur. Kemudian, keberadaan bandara Kuala Namu yang diresmikan pada thun 2013 yang hanya berjarak 9 Km dari desa, memberi pengaruh khususnya pada lalu lintas jalan Desa Sambirejo Timur. Karena posisinya yang strategis, jalan desa Sambirejo Timur dipilih menjadi jalan alternatif kenderaan yang melintas dari Medan ke Bandara Kuala Namu atau sebaliknya. Setengah dari waktu tempuh bisa dikurangi jika dibanding melalui jalan tol maupun jalan lintas sumatera. Hal ini berdampak pada jalan desa yang semakin cepat rusak. Terbukti dua ruas jalan desa Sambirejo Timur yakni jalan Sempurna dan Makmur yang sering dilintasi, kini kondisinya sebagian rusak parah.

Kembali kehalaman sebelumnya