Suku Vezo (Madagaskar)Suku Vezo atau orang-orang Vezo merupakan salah satu dari 18 kelompok etnis yang tinggal di Pulau Madagaskar, dikenal sebagai kelompok semi-nomaden. Mereka aslinya berasal dari Afrika Timur yang kemudian migrasi ke pantai Madagaskar selatan sekitar 2000 tahun yang lalu dengan mempelajari perubahan musim dan pergerakan spesies ikan yang menjadi sumber mata pencahariannya. Saat ini mereka hidup berkelompok sebagai nelayan. Pemukiman masyarakat Vezo tersebar dari Androka Selatan hingga ke Mahajanga disebelah utara dengan pusat pemukimannya berada di pesisir pantai antara Toliara (Tuléar) dan Morombe,[1] serta daerah lain mencakup Intampolo dan Morondava.[2] Kehidupan SosialSekitar 70.000 orang yang tinggal di desa pesisir barat daya Madagaskar, sebagian besar dari nereka adalah orang-orang Vezo. Budaya dari orang-orang Vezo sangat identik dengan lautan dan profesi mereka sebagai nelayan. Mereka melakukan migrasi pada musim dingin sekitar Juni hingga September. Migrasi ini dilakukan ketika sumber daya di tempat mereka tidak dapat menopang kebutuhan populasi penduduk desa yang terus bertambah. Mereka melakukan perpindahan ke daerah yang sebelumnya belum dieksploitasi atau ke daerah yang tidak berpenghuni dan berpenduduk jarang. Mereka meyakini bahwa migrasi sebagai penyeimbang ekosistem alam antara jumlah masyarakat Vezo dengan kapasitas biota laut. Namun dengan adanya penangkapan ikan yang berlebihan serta perubahan iklim saat ini mempengaruhi kesehatan ekosistem laut di desa mereka. Akibatnya migrasi dilakukan dengan pergerakan yang lebih jauh dari sebelumnya, rata-rata jarak tempuh perjalanan sekitar 1.000 kilometer.[3] Mata pencaharianSebagian besar orang-orang Vezo dikenal memiliki keahlian dalam memancing, berlayar, berenang, menangkap ikan, dan membuat perahu (Pirogue) karena telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari.[4] Mereka mencari sumber penghidupan di pesisir pantai dan laut lepas, biasanya di lapisan terumbu karang, menggunakan peralatan dan senjata tradisional seperti; jala, tombak, kail, dan jaring penarik. Kendaraan berburu mereka berupa perahu kecil dari kayu bakau yang dinamakan Pirogue (pirogua atau piraga). Hasil tangkapan seperti ikan, gurita, landak laut, kerang, dan tumbuhan alga menjadi bahan konsumsi, sementara untuk kerang jenis tertentu, selain untuk dikonsumsi juga menjadi bahan komoditas yang diperdagangkan kepada pengunjung asing serta beberapa hasil bumi seperti ubi jalar, alang-alang, dan tanaman lainnya.[1] TradisiTradisi yang dilakukan ketika salah satu dari mereka melahirkan seorang anak adalah memasukkan plasenta atau ari-ari bayi kedalam botol yang kemudian dihanyutkan ke laut. Ritus ini dilakukan sebagai penanda bahwa anak tersebut merupakan keturunan orang-orang Vezo yang terikat secara lahiriah. Adapun tradisi khitanan yang disebut savatsy dilakukan setiap tujuh tahun sekali dan diakhiri dengan pesta.[1] Mereka juga mengadakan tradisi pernikahan yang disebut soritse dan tradisi pemakaman (bilo). Dalam setiap tradisi tersebut terdapat dukun atau tokoh adat yang disebut Hazomanga yang memimpin upacara adat mereka. Ia dipercaya sebagai mediator antara para penduduk Vezo dengan leluhur yang telah mati.[5] AncamanSaat ini orang-orang Vezo menghadapi beberapa tekanan dari dunia luar yang semakin meningkat terhadap eksploitasi potensi sumber daya laut, seperti penangkapan ikan secara masif. Pertumbuhan industri perikanan serta minat dalam pasar domestik maupun ekspor secara drastis menimbulkan keseimbangan ekosistem laut ditempat mereka bermukim terganggu. Ditambah tekanan dari perubahan iklim dan pertumbuhan populasi penduduk pantai yang cepat akibat perkembangan pariwisata dan urbanisasi. Tanpa adanya sumberdaya perikanan, masyarakat Vezo tidak akan mampu meneruskan kehidupan serta mempertahankan ciri khas budaya mereka.[3] Referensi
Daftar pustakaAstuti, Rita (2003). People Of The Sea, Identity And Descent Among The Vezo Of Madagascar. New York & Melbourne: Cambridge University Press. ISBN 0521433509. |