Subsidensi tanahSubsidensi tanah atau penurunan muka tanah, penurunan tanah, amblesan tanah, atau subsiden tanah adalah pergerakan permukaan tanah ke bawah relatif terhadap datum atau titik tertentu. Subsiden tanah dapat diakibatkan oleh berbagai hal, seperti ekstraksi migas, penambangan mineral, ekstraksi air tanah, kelarutan batu kapur, gempa bumi, dan sebagainya. Subsiden tanah merupakan salah satu permasalahan yang menjadi fokus utama pakar geologi, surveyor, dan insinyur geoteknik. Kelarutan batu kapurTerutama terjadi di kawasan karst, batu kapur rentan larut oleh air yang mengalir di atasnya sehingga menyebabkan terbentuknya celah besar yang menuju ke sungai bawah tanah membentuk gua. Jika atap gua terlalu rapuh, maka akan terbentuk lubang vertikal. Penambangan mineralPenambangan mineral bawah tanah dilakukan dengan membuat lubang secara horizontal. Ruang yang tercipta akibat penambangan ini dapat menyebabkan subsiden tanah di atas tambang dan area di sekitarnya.[1] Subsiden dari penambangan bawah tanah cenderung dapat diprediksi besarannya, kecuali ketika terjadi kerusakan pada tiang penyangga yang biasanya terjadi pada tambang tua.[2] Ekstraksi migasReservoir gas alam biasanya memiliki tekanan awal hingga 60 megapascal, dan terus menurun seiring dengan ekstraksi gas tersebut. Tekanan gas ini, yang awalnya menopang sejumlah massa tanah di atasnya, tidak lagi mampu menopang sehingga tanah di atasnya menurun dan terjadi subsiden. Contoh yang telah terjadi adalah subsiden di ladang gas Slochteren, Belanda. Penambangan dimulai sejak tahun 1960an, dan sejak saat itu subsiden telah terjadi hingga 30 cm.[3] Gempa bumiGempa bumi mengguncang fitur geologi di bawah tanah sehingga berpotensi terjadi perpindahan massa yang menyebabkan terbentuknya ruang kosong di bawah tanah dan subsiden terjadi. Seperti yang terjadi pada gempa Tohoku 2011 yang menyebabkan subsiden yang tiba-tiba.[4] Subsiden hingga sedalam 1.2 meter terjadi di Tanjung Oshika di Miyagi Prefecture.[5] Referensi
|