Stefan Vladislav dari Serbia
Vladislav (bahasa Serbia: Стефан Владислав pelafalan dalam bahasa Serbo-Croatian: [stêfaːn] kr. 1198 - setelah 1264) adalah Raja Serbia dari 1234 hingga 1243. Ia adalah anak tengah Stefan yang Dimahkotai Pertama Kali dari dinasti Nemanjić, yang berkuasa di Serbia dari 1196 hingga 1228. Radoslav, putra tertua Stefan Nemanjić, digulingkan oleh bangsawan Serbia karena pengaruh Epirus yang meningkat melalui pernikahannya dengan Theodore Komnenos Doukas; Vladislav diangkat sebagai penggantinya. Ia ditetapkan sebagai orang suci oleh Gereja Ortodoks Serbia. Pada masa pemerintahan Vladislav, pamannya Uskup Agung Sava pergi berziarah ke Tanah Suci dan meninggal di Bulgaria dalam perjalanan pulang. Vladislav menerima jenazahnya dan menguburkannya di biara Mileševa, yang sengaja dibangun sebagai tempat pemakaman Sava. Serbia secara politis bersekutu dengan Bulgaria pada saat itu, karena Vladislav menikah dengan Beloslava, putri Ivan Asen II. Vladislav berhasil mengamankan Hum, provinsi maritim yang diserang oleh tentara salib Hungaria. Setelah kematian Ivan Asen II, terjadi kekacauan di Serbia. Kekaisaran Mongol yang dipimpin oleh Kadan menginvasi Hungaria dan menghancurkan Balkan, saat bangsawan Serbia mulai bangkit menentang Vladislav. Pada tahun 1243, Vladislav menyerahkan takhta kepada adik laki-lakinya Uroš, meski dirinya tetap menjadi penguasa di Zeta. Vladislav digambarkan sebagai orang yang sangat energik, dapat diandalkan, dan pemarah. Masa mudaVladislav lahir sekitar tahun 1198. Orang tuanya adalah Raja Stefan yang Dimahkotai Pertama Kali dan Ratu Eudokia. Dia memiliki dua saudara laki-laki, Stefan Radoslav (lahir 1192), Predislav (lahir 1201), dan seorang saudara tiri yang lebih muda, Uroš (lahir 1223). Dia juga memiliki dua saudara perempuan, Komnena dan satu lagi yang namanya belum diketahui. Raja Stefan yang Dimahkotai Pertama Kali jatuh sakit dan meninggal pada 1227.[1] Radoslav, putra tertua, akhirnya menjadi raja; ia dimahkotai di Žiča oleh pamannya, Uskup Agung Sava.[1] Sava II (Predislav) diangkat menjadi Uskup Hum dan tak lama kemudian, menjadi Uskup Agung Serbia dari 1263 hingga 1270.[1] Dengan demikian, gereja dan negara dikendalikan oleh keluarga yang sama, dan hubungan erat antara keduanya terus berlanjut selama bertahun-tahun.[2] PencapaianMenurut biarawan dan penulis biografi Teodosije dari Hilandar, Raja Radoslav adalah seorang penguasa yang baik pada awalnya, tetapi mudah dipengaruhi istrinya, Ratu Anna, putri dari penguasa Epirus Theodoros Komnenos Doukas (1216–1230).[2] Bangsawan Serbia kemungkinan besar tidak menyukai Radoslav karena pengaruh Yunani yang kuat di masa kekuasaannya.[3] Radoslav selamat dari pemberontakan di dalam negeri selagi Theodoros tetap berkuasa.[2][3] Pada 1230, Theodoros dikalahkan dan ditawan oleh Kaisar Ivan Asen II dari Bulgaria, setelah itu posisi Radoslav mulai melemah; beberapa bangsawan memberontak pada musim gugur 1233.[2] Teodosije berkata bahwa bangsawan tidak lagi mendukung Radoslav, melainkan mendukung adiknya, Vladislav.[4] Radoslav dan istrinya melarikan diri ke Dubrovnik pada 1233. Ia tidak dapat memperoleh kembali kekuasaan di kerajaan, tetapi akhirnya beralih jadi biarawan.[2] Ada indikasi bahwa Radoslav mengorganisir pemberontakan melawan Vladislav, dan dia berpikir bahwa dia akan merebut kembali takhta. Ini terbukti dari sebuah dokumen tertanggal 4 Februari 1234, yang menjanjikan keistimewaan perdagangan bagi Republik Ragusa begitu Radoslav kembali ke Serbia dan menjadi raja lagi.[4] Karena itu, Vladislav mulai mengancam Ragusa, yang kemudian meminta bantuan Ban Matej Ninoslav dari Bosnia. Pemberontakan melawan Vladislav tidak berhasil, lalu Radoslav bergabung dengan penguasa Epirus Manuel di Dyrrhachium.[4] Uskup Agung Sava mencoba menghentikan konflik. Dia kemungkinan besar bersimpati dengan Radoslav, karena dia adalah penguasa yang sah. Namun, untuk menghentikan konflik yang lebih serius, Vladislav dinobatkan olehnya menjadi raja setelah kepergian Radoslav dari Serbia.[4] Berkat Sava, Vladislav menikahi putri Ivan Asen II.[2][4] Sava kemudian turun takhta demi muridnya, Arsenije, pada akhir 1233.[2][4] Radoslav kemudian menghubungi Sava, dan Sava menyambutnya kembali ke Serbia. Radoslav mengambil sumpah biara, dan mengambil nama Jovan (Yohanes). Pada 1235, saat mengunjungi istana Bulgaria, Sava meninggal dalam perjalanan pulang dari ziarah ke Tanah Suci. Dia dimakamkan dengan penghormatan di Gereja Empat Puluh Martir Kudus di Tarnovo.[2][4] Jenazah Sava dikembalikan ke Serbia melalui serangkaian lobi dan permintaan,[2] dan kemudian dimakamkan di biara Mileševa, yang dibangun oleh Vladislav pada tahun 1234.[2][4] Sava dikanonisasi, dan jenazahnya dianggap punya mukjizat; pemujaan terhadap dirinya tetap berlangsung selama Abad Pertengahan dan pendudukan Utsmani.[2] Setelah Radoslav kembali ke Serbia sebagai biarawan, detail hubungannya dengan Vladislav tidak diketahui sepenuhnya, tetapi kemungkinan besar dia tidak mengganggu Vladislav. Beberapa bahkan percaya bahwa Radoslav menerima sebagian wilayah Serbia untuk ia pimpin. Namun, Radoslav menjalani sisa hidupnya dengan damai.[4] Kebijakan luar negeriKekaisaran Bulgaria menyerahkan Braničevo dan Beograd kepada Kerajaan Hungaria pada akhir 1230-an.[5] Tentara salib Hungaria bertempur di Bosnia antara 1235 dan 1241.[5] Serbia tidak pernah diserang secara langsung oleh Hungaria. Namun, tentara salib Hungaria secara langsung mengancam Hum yang merupakan teritori Serbia; mereka bahkan menduduki sebagian wilayahnya.[5] Pada tahun 1237, Kálmán dari Galisia menyerang Hum.[4] Bagian utara Hum, yang dikuasai oleh kerabat Vladislav, Toljen II, jatuh dengan cepat, tetapi Vladislav mengirim pasukan untuk merebut kembali wilayah itu. Tentara salib dipukul mundur ke perbatasan, dan Vladislav mengejar mereka sampai ke Sungai Cetina.[4] Setelah insiden tersebut, Serbia menegaskan kendali mereka atas wilayah Hum, dan Vladislav menambahkan "Hum" pada gelarnya.[5] Peristiwa ini jelas mengancam Serbia, yang telah memutuskan hubungan dengan Katolik dan menjadi negeri Ortodoks yang taat.[5] Aliansi pernikahan antara Vladislav dan Ivan Asen II mungkin merupakan akibat dari ancaman Hungaria terhadap kedua negara.[5] Beberapa sarjana berspekulasi bahwa Vladislav mengakui kekuasaan Bulgaria di Serbia, tetapi spekulasi ini tidak memiliki bukti yang mendukung,[5] karena tidak ada sumber kontemporer yang mengatakan bahwa Vladislav mengakui Asen sebagai penguasa Serbia.[4] Namun, Asen tampaknya memiliki pengaruh terbesar dalam kebijakan Vladislav.[4] Pada 1237, Vladislav menandatangani perjanjian tentang hak perdagangan dengan Giovanni Dandolo, perwakilan Ragusa.[6] Perjanjian itu memberi Ragusa hak perdagangan dengan syarat Ragusa tidak akan mengizinkan persiapan pemberontakan melawan Serbia di wilayah mereka, karena Ragusa telah membantu Radoslav selama di pengasingan.[4] Perang salib Paus Gregorius IX melawan umat Bogomil di Bosnia, yang dianggap sesat, tidak membawa hasil yang baik. Bosnia Tengah tidak berhasil ditaklukkan, dan Ban Matej Ninoslav dari Bosnia beserta bangsawan lainnya mundur ke Republik Ragusa pada tahun 1240.[4] Dalam dekrit yang dikeluarkan oleh Ninoslav pada tanggal 22 Maret 1240, Ninoslav berjanji untuk melindungi kota Ragusa (Dubrovnik) jika Vladislav menyerang.[4] Pada saat itu, pasukan Serbia berkeliaran di luar Dubrovnik, dan Vladislav sendiri adalah salah satu anggota pasukan itu.[4] Orang Ragusa takut pada Vladislav karena pernah terlibat perselisihan dengannya, atau karena Vladislav mungkin telah menimbulkan bahaya nyata bagi Ragusa.[4] Invasi MongolIvan Asen II adalah pendukung yang kuat untuk Vladislav; ketika Asen meninggal, terjadi keresahan internal.[7] Vladislav mungkin telah menghentikan kerusuhan itu jika Mongol tidak mengancam seluruh Eropa.[7] Antara 1206 dan 1227, pemimpin Mongol Genghis Khan menaklukkan wilayah yang tidak dapat ditaklukkan oleh siapapun sebelumnya; kerajaannya meluas ke seluruh Asia dan Krimea.[7] Pada 1240, seluruh Rusia telah dikuasai oleh bangsa Mongol; Polandia, Hungaria, dan sebagian Kroasia, Bosnia dan Serbia kemudian ditaklukkan.[7] Pada musim dingin tahun 1241, bangsa Mongol menyeberangi Sungai Donau dan memasuki Hungaria bagian barat; Béla IV dari Hungaria tidak bisa mengadakan perlawanan apapun.[7] Seluruh Kroasia dibakar, sementara Kadan dan Batu Khan (cucu dari Genghis Khan) memburu Béla IV, yang saat itu berada di Split; Béla segera pindah ke Trogir, karena Split tidak aman.[7] Bangsa Mongol tidak menyerang Split, tetapi gagal menyerang Klis, di mana mereka mendengar Béla IV bersembunyi di sana.[7] Béla kemudian melarikan diri ke pulau Rab. Bangsa Mongol berusaha untuk menaklukkan pulau itu, tetapi pasukan mereka terluka dalam pertempuran laut; mereka juga terpaksa bergegas pulang untuk memilih Khan baru setelah kematian Ogatay.[7] Saat kembali ke Mongolia, mereka melintasi dan menghancurkan Serbia, Bosnia dan Bulgaria.[7][8] Meskipun dataran rendah Serbia dihancurkan, serangan Mongol tidak berdampak besar, karena populasinya telah mundur ke dalam hutan yang tidak dapat diakses orang Mongol.[7] Kota Kotor, Drivast, dan Svač di Serbia berhasil dihancurkan.[7] Invasi Mongol membawa kekacauan dan kejutan, tapi tidak menimbulkan perubahan berarti; kejutan nyata datang ketika Asen meninggal, yang membuat Vladislav kehilangan dukungan.[7][9] PengusiranPada musim semi 1243, pemberontakan menggulingkan Vladislav dilancarkan oleh Stefan Uroš I, adiknya.[5] Para ahli berpendapat bahwa pengaruh Bulgaria yang kuat dan tidak disukai, menyebabkan timbulnya perlawanan yang menyebabkan tergulingnya Vladislav setelah kematian Asen.[5] Jika Asen masih hidup, ia mungkin bisa mencegah kudeta.[5] Kaum bangsawan yang memberontak memilih Uroš sebagai calon raja mereka; dari 1242 hingga musim semi 1243, perang memperebutkan takhta terjadi, yang berakhir dengan diserahkannya kekuasaan kepada Uroš.[7] Uroš dengan cepat menangkap Vladislav dan menahannya di penjara. Perlawanan utama melawan Uroš dipimpin oleh istri Vladislav, Beloslava.[7] Beloslava menghabiskan beberapa waktu di pengasingan di Ragusa. Untungnya, permusuhan tidak berlangsung lama.[7] Uroš tetap bersikap baik kepada Vladislav, memberinya kekuasaan di Zeta, dan mengizinkannya menggunakan gelar "raja".[7] Tidak diketahui secara pasti mengapa kaum bangsawan memberontak terhadap Vladislav, begitu pula detail konflik antara kedua bersaudara itu.[7] Vladislav menjalani tahun-tahun terakhirnya di Skadar.[10] Vladislav meninggal sekitar tahun 1269, dan dimakamkan di biara Mileševa. Nama, julukan dan gelarNama asli raja adalah Vladislav, sedangkan "Stefan" adalah nama yang diadopsi oleh semua raja dinasti Nemanjić. Tradisi para penguasa Serbia abad pertengahan yang menggunakan nama itu kemungkinan besar terkait dengan kemartiran Santo Stefanus.[11][12] Nama ini berasal dari kata Yunani Stefanos, yang berarti "mahkota". Tradisi ini dimulai oleh Stefan Nemanja, dan berlanjut hingga penguasa terakhir dinasti Nemanjić.[11] Santo Stefanus adalah santo pelindung negara dan pemerintah Serbia; ia digambarkan dalam lambang kerajaan dan koin para penguasa Nemanjić awal.[13] Menurut Popović, nama itu lebih merupakan gelar daripada nama penguasa Serbia, dan menurut Ćirković, nama itu memiliki arti simbolis khusus bagi negara Serbia.[12] Dalam The Life of St. Sava, Vladislav secara konstan dijuluki sebagai "Yang Setia", "Yang Mencintai Tuhan", "Yang Mencintai Kristus", "Yang Agung", "Yang Mencintai Dunia".[14] Kalimat pembuka piagam Vladislav berbunyi: "Stefan Vladislav, dengan pertolongan dan rahmat Tuhan, dinobatkan sebagai Raja Seluruh Serbia dan Negeri-Negeri Maritim", sementara tanda tangannya berbunyi: "Stefan Vladislav, dengan rahmat Tuhan, Raja dan Autokrator Seluruh Serbia dan Tanah-Tanah Maritim ".[15] Terkadang, tanda tangannya berbunyi, "Stefan Vladislav, dengan bantuan Tuhan, Raja Serbia".[16] Dalam dokumen Latin, dia disebut Stephanus Vladislav, Serbiae rex (1238).[17] Ketika keluarga kerajaan Serbia ditetapkan sebagai orang suci, gereja terkadang menggunakan nama mereka; contohnya: St. Stefan Vladislav ("Св. Стефан Владислав, краљ српски"), Milutin, Stefan Uroš I, Stefan Uroš II, Urošica, dan lainnya.[18] Putra Raja Stefan Vladislav, Desa Župan, mengirim utusan dari Kotor ke Ragusa (Dubrovnik) untuk mengembalikan barang dari perbendaharaan raja; daftar inventaris mencakup antara lain, "bendera warna merah dan biru"[19] ("vexillum unum de zendato rubeo et blavo" - bendera yang terbuat dari kain merah dan biru, zendato atau čenda - sejenis kain sutra yang ringan).[20][21][22] Ini adalah informasi terawal mengenai warna bendera Serbia.[19] Dengan demikian, bendera Serbia tertua berwarna merah dan biru.[19] Tapi pada tahun 1271 warna bendera milik Desa adalah merah dan putih.[23] Meski urutan warnanya tidak diketahui, versi dengan warna merah dan biru horizontal kadang-kadang digunakan dalam acara bertema abad pertengahan di Serbia modern, yang mewakili bendera Serbia tertua yang diketahui.[24] KeluargaMelalui pernikahannya dengan Beloslava, putri Ivan Asen II dari Bulgaria, Stefan Vladislav memiliki anak-anak sebagai berikut:[7]
Catatan kaki
Bacaan lebih lanjut
|