Sri Edi Swasono
Prof. Sri Edi Swasono, M.P.I.A., Ph.D. (lahir 16 September 1940[1]) adalah guru besar ekonomi di Universitas Indonesia.[2] Ia pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari utusan golongan pada zaman orde baru.[2] Ia juga saudara dari Sri Bintang Pamungkas.[3] Ia banyak berkecimpung di dunia koperasi.[4] Ia adalah menantu pertama Bung Hatta.[4] Sri Edi menghabiskan hidupnya untuk menimba ilmu serta untuk memperjuangkan pembangunan koperasi di Indonesia.[4] Karier dan PendidikanSri-Edi Swasono mengawali latar belakang pendidikan tingginya dengan menjadi siswa SMA Negeri 4 Surakarta lalu menjadi mahasiswa Ekonomi FEUI dan lulus pada tahun 1963.[4] Kemudian melanjutkan studi S2 memperoleh gelar MPIA pada University of Pittsburgh pada tahun 1966.[butuh rujukan] Tidak lama setelah itu, ia menyelesaikan studi S3 dan meraih Ph.D pada universitas yang sama (1969).[4] Ia adalah orang yang produktif.[4] Banyak karya, pengalaman, serta penghargaan yang dihasilkan dari kerja kerasnya. Karya-karyanya antara lain adalah Terobosan Kultural (1986), Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipasi VS Konsentrasi Ekonomi (1988), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi (1991), dan Menuju Pembangunan Perekonomian Rakyat (1998).[4] Sebagian besar pengalamannya di bidang pendidikan yaitu sebagai Pengajar di SESKOAD (sejak 1971), Lemhanas (sejak 1973), dan Staf Pengajar Tetap FEUI.[4] Selain itu ia juga adalah Ketua Umum Himpunan Pengembangan Ilmu Koperasi (sejak 1987) dan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin, sejak 1988).[4] Atas perjuangan serta pengabdiannya, ia telah dianugerahi berbagai penghargaan dari dalam negeri dan juga luar negeri.[4] Penghargaan yang dianugerahkan kepadanya antara lain adalah Satyalancana Dwidya Sistha SESKOAD, Satya Lencana Dwidya Sistha SESKOAL, Satya Lencana Dwidya Sistha Lemhanas, Penghargaan Dewan Hankamnas, serta Penghargaan Kolonel dari Gubernur Kentucky (USA 1986).[4] Guru BesarSri-Edi giat berusaha memperjuangkan ekonomi kerakyatan dengan koperasi sebagai wujud demokrasi ekonomi.[5] Atas kerja kerasnya tersebut, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar pada tanggal 13 Juli 1988 dengan membawakan pidato pengukuhan yang berjudul ”Demokrasi Ekonomi, Komitmen dan Pembangunan Indonesia”.[4] PemikiranIa mengajarkan bahwa konsep Koperasi adalah pilar utama untuk meraih ekonomi yang demokratis dan mandiri.[5] Konsep koperasi ia perbandingkan dengan neoliberalisme.[6] Baginya, neoliberalisme justru menjadi penyebab menurunnya kesejahteraan Indonesia.[6] Neoliberalisme ekonomi menciptakan daulat pasar, bukan daulat rakyat.[butuh rujukan] Pembangunan negara atas dasar neoliberalisme hanya menggusur orang miskin, bukan menggusur kemiskinan.[6] Baginya, koperasi merupakan manifestasi dari sistem ekonomi kerakyatan.[6] Maka dari itu, penerapan ekonomi koperasi di Indonesia menjadi penting.[butuh rujukan] Kritik terhadap ekonomi neoliberalisme itulah yang melatarbelakanginya menulis buku berjudul Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial.[6] Dalam buku ini, Sri-Edi menuliskan pemikirannya mengenai kesejahteraan sosial yang seharusnya bisa diwujudkan di Indonesia.[6] Menurutnya, kesejahteraan sosial adalah idealisme yang diakui oleh Indonesia sebagai kewajiban “melindungi segenap bangsa Indonesia” dan untuk memenuhi hak warga negaranya.[2] Buku tersebut menekankan pentingnya penegakan sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yakni Pasal 33.[6] Referensi
|