Solusi PasifikSolusi Pasifik adalah nama kebijakan pemerintah Australia berupa pemindahan pencari suaka ke pusat penahanan yang tersebar di negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik alih-alih mengizinkan mereka masuk ke daratan Australia. Kebijakan yang diberlakukan selama 2001–2007 ini didukung oleh pemerintah Partai Liberal-Nasional dan oposisi Partai Buruh pada waktu itu. Solusi Pasifik terdiri dari tiga strategi utama:
Sejumlah undang-undang menguatkan kebijakan ini. Kebijakan tersebut dirancang oleh pemerintah Howard setelah skandal Tampa bulan Agustus 2001, dan diterapkan oleh Menteri Imigrasi Australia Philip Ruddock pada tanggal 28 September menjelang pemilu federal 2001 tanggal 24 November. Kebijakan ini diakhiri pada tahun 2008 oleh pemerintahan Rudd setelah terpilihnya Partai Buruh Australia; Chris Evans, Menteri Imigrasi dan Kewarganegaraan menyebut kebijakan ini "sesuatu yang sinis, memakan biaya, dan pada akhirnya gagal".[1] Bulan Agustus 2012, pemerintahan Gillard dari Partai Buruh memperkenalkan kebijakan serupa, yaitu membuka kembali pusat detensi Nauru dan Pulau Manusuntuk pemrosesan lepas pantai.[2] Tanggal 19 Juli 2013, Perdana Menteri Kevin Rudd mengumumkan, "para pencari suaka yang datang ke negara ini menggunakan kapal tanpa visa tidak akan diperbolehkan menetap di Australia".[3] Pernyataan Rudd menjadi perintis Regional Resettlement Arrangement antara Australia dan Papua Nugini[4] yang bertujuan mengalihkan semua "kedatangan maritim tak berizin" ke pusat penahanan wajib di Pulau Manus tanpa adanya jaminan mendapatkan perlindungan di Australia.[5][6] Penerapan (2001–2007)Pemerintah Australia mengesahkan sebuah undang-undang pada tanggal 27 September 2001 disertai amendemen terhadap Commonwealth Migration Act (1958).[7] Penerapan undang-undang ini kelak dikenal dengan nama Solusi Pasifik (Pacific Solution).[8] Dengan menentukan ulang teritori Australia yang dapat dimasuki dan dijadikan klaim sah bagi pencari suaka (zona migrasi), serta memindahkan orang-orang yang tertangkap ke negara ketiga untuk menjalani pemrosesan, kebijakan ini bertujuan agar pencari suaka selanjutnya tidak melakukan perjalanan berbahaya menggunakan kapal setelah mengetahui bahwa perjalanan mereka tidak membuahkan klaim sah suaka di Australia.[9] Pada tanggal 28 Oktober 2001, di acara peluncuran kebijakan kampanye pemilu tahun 2001, Perdana Menteri John Howard mengatakan, "Kami akan memutuskan siapa yang datang ke negara ini dan alasan mereka datang,"[10] untuk menggalang dukungan bagi kebijakan ini. Para pencari suaka dicegat di laut saat berlayar dari Indonesia dan dipindahkan menggunakan kapal angkatan laut Australia. Pusat-pusat penahanan didirikan di Pulau Christmas, Pulau Manus di Papua Nugini, dan negara pulau Nauru. Ada juga pencari suaka juga diproses oleh Selandia Baru. Sebagian besar pencari suaka berasal dari Afghanistan (kebanyakan suku Hazara), Irak, Iran, Tiongkok, dan Vietnam. Pencari suaka terakhir yang ditahan di Nauru sebelum berakhirnya kebijakan ini berasal dari Sri Lanka dan Myanmar.[11] Jumlah kedatangan turun dari total 5.516 orang pada tahun 2001 menjadi 1 orang pada tahun 2002 setelah penerapan kebijakan ini.[12] Meski demikian, penggulingan rezim Taliban di Afghanistan diduga merupakan faktor utama menurunnya jumlah tersebut,[13] karena hampir enam juta warga negara Afghan pulang ke Afghanistan sejak 2002, nyaris seperempat penduduk negara ini pada waktu itu.[14] Jumlah kedatangan perahu yang sedikit terus berlangsung selama penerapan Solusi Pasifik, dan jumlahnya naik setelah kebijakan ini dihapus meski jumlah klaim suaka dunia masih rendah menurut standar sejarah.[15] Empat perahu berhasil dikembalikan ke perairan Indonesia dari total dua belas Suspected Illegal Entry Vessel (SIEV) yang dicegat oleh Angkatan Laut saat Operasi Relex tahun 2001-2002. Angkatan Laut sempat melakukan 10 upaya untuk menjalankan kebijakan ini berdasarkan pertimbangan apakah pemulangan tersebut aman atau tidak. Tiga pria diduga tenggelam saat mencoba berenang ke pesisir setelah kembali ke Indonesia.[16] Bulan November 2003, sebuah perahu yang mengangkut 53 penumpang berhasil dipulangkan. Bulan Maret 2004, pihak bea cukai memulangkan sebuah perahu berisi 15 orang setelah dicegat di Kepulauan Ashmore.[16] Tingkat kesuksesan pemulangan ke Indonesia adalah 36 persen untuk perahu dan 31 persen untuk pencari suaka.[17] Rincian operasi sejak 2005 sampai 2008 sangat sedikit. Operasi Resolute dimulai pada bulan Juli 2006 dan dijalankan oleh Australian Customs and Border Protection Service bekerja sama dengan Australian Defence Force.[18] Selama periode Solusi Pasifik, pusat-pusat penahanan daratan di Baxter, Woomera, dan Curtin ditutup.[19] Jumlah pencari suaka yang diidentifikasi sebagai pengungsi asli melalui proses Solusi Pasifik lebih rendah ketimbang pemrosesan di daratan.[butuh rujukan] 68 persen pencari suaka dianggap pengungsi asli dan kurang dari 40 persen yang dikirim ke Nauru mendapatkan perlindungan di Australia.[butuh rujukan] Laporan Australian Human Rights Commission tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 1.509 pencari suaka yang dikirim ke Nauru waktu itu, 586 di antaranya mendapatkan perlindungan di Australia (39%), 360 di Selandia Baru (24%), 19 di Swedia (1.2%), 10 di Kanada (<1%), dan 4 di Norwegia (<1%). Sebanyak 482 pencari suaka (32%) dianggap bukan pengungsi asli dan dipulangkan.[20] Biaya Solusi Pasifik antara 2001 dan 2007 sedikitnya $1 miliar.[21][22] Amnesty International, sejumlah kelompok hak asasi pengungsi, dan berbagai organisasi non-pemerintah mengatakan bahwa Australia gagal memenuhi kewajiban internasionalnya. Sifat ad hoc dalam perubahan kebijakan ini juga dikritik dikarenakan banyak pencari suaka yang dipindahkan ke Pulau Manus dan Nauru sebelum fasilitas di sana siap dipakai. Suplai listrik dan air tawar yang terputus-putus, layanan kesehatan yang buruk, dan pengaruh mental yang serius terhadap orang-orang yang ditahan tanpa jaminan status pengungsi juga dikritik keras.[23] Penangguhan KebijakanPada kampanye pemilihan parlemen 2007, ketua Partai Buruh Australia Kevin Rudd berjanji akan memperketat kebijakan keamanan perbatasan dengan memulangan perahu ke Indonesia.[24] Pencari suaka terakhir meninggalkan Pulau Manus tahun 2004 dan Nauru bulan Februari 2008.[25] Republik Nauru khawatir kehilangan bantuan yang sangat diperlukan dari Australia.[26] Juru bicara imigrasi oposisi Chris Ellison mengatakan bahwa penundaan ini bisa membuat penyelundup manusia berpikir bahwa Australia sedang melonggarkan perlindungan perbatasan mereka.[27] Penerapan (pasca-2007)Pemerintah membuka pusat penahanan Pulau Christmas pada akhir 2008. Sejak itu, pemerintah memperluas fasilitas dan akomodasi di sana.[28] Pada tahun anggaran 2012-2013, pemerintah menganggarakan $1,1 miliar untuk menutup biaya pemrosesan 450 kedatangan setiap bulannya.[29] Bulan Mei 2011, pemerintahan Gillard berencana menyelesaikan masalah kedatangan pencari suaka dengan perahu ini melalui kesepakatan pertukaran pencari suaka dengan pengungsi asli di Malaysia. Pihak pengacara pengungsi meminta Pengadilan Tinggi membatalkan kesepakatan ini dengan alasan Menteri Imigrasi tidak punya hak untuk mengirim pencari suaka ke negara yang tidak memiliki kewajiban hukum untuk melindungi mereka.[30] Banyak pihak menuntut pemerintah memberlakukan kembali Solusi Pasifik dengan membuka lagi pusat penahanan di Nauru. Beberapa tuntutan tersebut datang dari mantan pengkritik kebijakan ini. Pengacara pengungsi Marion Le, yang meminta fasilitas di Nauru ditutup tahun 2005, mengatakan bahwa, "sudah saatnya Partai Buruh mengakuinya dan membuka lagi Nauru." Pengacara HAM Julian Burnside menyetujuinya, "Nauru sudah pasti pilihan yang tidak buruk, tetapi keduanya jelas tidak dapat diterima."[31] Pernyataan tersebut menguatkan sentimen anggota parlemen independen Andrew Wilkie yang beberapa hari sebelumnya mengatakan bahwa, "Solusi Pasifik John Howard lebih baik."[32] Kesepakatan pertukaran pengungsi Malaysia dianggap melanggar hukum oleh Pengadilan Tinggi.[33] Pada kampanye pemilu federal Australia tahun 2010, ketua Partai Liberal Tony Abbott mengatakan bahwa ia akan menemui Presiden Nauru, Marcus Stephen, untuk menunjukkan solusi koalisi berupa penerapan kembali kebijakan Solusi Pasifik setelah ia terpilih menjadi Perdana Menteri.[34] Perdana Menteri Julia Gillard mengumumkan pada 6 Juli 2010 bahwa perundingan soal pembangunan pusat pemrosesan regional bagi pencari suaka di Timor Timur sedang dilaksanakan.[35][36] Bulan Agustus 2012, panel ahli yang disusun pemerintah merekomendasikan serangkaian perubahan terhadap kebijakan saat ini, termasuk penerapan kembali Solusi Pasifik setelah meningkatnya jumlah manusia perahu dan kematian di laut. Penerapan kembali ini diperkirakan akan memakan $2 miliar dalam kurun empat tahun bagi Nauru dan $900 juta bagi Papua Nugini.[37] Rancangan undang-undangnya disahkan tanggal 16 Agustus 2012. Para pencari suaka yang tiba di Australia menggunakan kapal akan ditransfer ke pulau-pulau terpencil di Pasifik sampai waktu yang tidak ditentukan sambil menunggu pemrosesan status pengungsi mereka.[38] Tanggal 21 November 2012, pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan memulai kembali pemrosesan di daratan menggunakan bridging visa (visa sementara).[39] Pada 21 November 2012, Menteri Imigrasi Chris Bowen mengumumkan pembukaan kembali Pusat Penahanan Pontville di Tasmania.[40] Pada tanggal 19 Juli 2013, dalam konferensi pers gabungan bersama, Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill dan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd menjabarkan Regional Resettlement Arrangement antara Australia dan Papua Nugini:[41]
Laporan pers Departemen Imigrasi dan Kewarganegaraan yang dirilis setelah konferensi pers menyatakan: "Australia akan bekerja sama dengan Papua Nugini untuk memperluas Manus Island Regional Processing Centre, serta mempertimbangkan pembangunan pusat pemrosesan regional lainnya di Papua Nugini... Kesepakatan ini juga mengizinkan negara-negara lain (termasuk negara pulau di Pasifik) untuk berpartisipasi dalam kesepakatan yang sama pada masa yang akan datang."[5] Operasi Sovereign BordersKebijakan baru tentang pencegahan kedatangan perahu yang diberi nama Operasi Sovereign Borders diluncurkan oleh pemerintahan koalisi yang baru pada tanggal 18 September 2013. Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|