Silek Sitaralak

Silek Taralak atau Sitaralak, Terlak, Sterlak, Starlak merupakan aliran silek Minangkabau yang tergolong keras. Maksud dari kerasnya aliran ini ialah cara pengaplikasiannya atau cara kerja silek ini dalam melumpuhkan lawan. Silek Taralak ini harus menggunakan kecepatan dan memanfaatkan tenaga dari lawan.

Sejarah

Aliran silek Taralak ini banyak berkembang di daerah Minangkabau, Malaysia, Singapura, Mesir, dan daerah lainnya. Silek Taralak ini belum dapat dipastikan dari mana asalnya, karena ada beberapa versi cerita dari mulut ke mulut. Menurut cerita dari Bapak Afrizal Chan Sutan Rajo Mudo seorang guru besar di Perguruan Pencak Silat Talago Biru Indonesia dan juga salah satu guru besar silek Taralak Minangkabau di Sumatera Barat menceritakan asal-usul silek Taralak ini berasal dari daerah Pesisir barat Sumatra, lalu diamanahkan untuk diajarkan di Maninjau, Sumatera Barat. Versi lain menceritakan, Silek Taralak ini dikembangkan oleh Ulud Chatib Bagindo (1865) dari Kamang, Kabupaten Agam. Berkembang sampai ke Sawahlunto. Diperkirakan juga silek Taralak ini berasal dari Negeri Arab masuk ke Minangkabau seiring masuknya Agama Islam ke pulau Sumatra.

Perguruan

Perguruan yang mengembangkan Silek Taralak adalah:

dan masih banyak lagi Perguruan ataupun Sasaran Silek Taralak lainnya

Dalam budaya populer

Pada novel Sengsara Membawa Nikmat karangan penulis minangkabau Tulis Sutan Sati, dikisahkan bahwa tokoh Katjak berkeinginan melawan Midun menggunakan ilmu silat starlak yang baru saja ia pelajari.[1]

Sesungguhnya, jika tidak dipisahkan orang dalam perkelahian di pasar itu, memang ia hendak menewaskan Midun benar-benar. Kebencian dalam hatinya sudah mulai berkobar. Dan lagi karena mendengar kabar Midun pandai bersilat, dan dia sudah paham pula dalam ilmu starlak, menimbulkan keinginan pula kepadanya hendak mencobakan ketangkasannya kepada Midun.

— Tulis Sutan Sati (1972) "Sengsara Membawa Nikmat" Jakarta : PN Balai Pustaka. hal 21

Referensi

  1. ^ Tulis Sutan Sati (1972) "Sengsara Membawa Nikmat" Jakarta : PN Balai Pustaka.
Kembali kehalaman sebelumnya