Siemowit IVSiemowit IV (Ziemowit IV), juga dikenal sebagai Siemowit IV yang muda (bahasa Polandia: Siemowit IV Młodszy; skt. 1353/1356[1] – 21 Januari 1426[2]), merupakan seorang pangeran yang berasal dari keluarga Wangsa Piast dari cabang Masovia, dari tahun 1373/74 Adipati Rawa, dan setelah pembagian warisan pihak ayahandanya diantaranya dan saudaranya tahun 1381, memerintah atas Rawa, Płock, Sochaczew, Gostynin, Płońsk dan Wizna, sejak tahun 1386 turun temurun vasal Polandia, sejak tahun 1388 memerintah atas Belz, selama tahun 1382–1401 ia kehilangan Wizna dan selama tahun 1384–1399 dan 1407–1411 ia kehilangan Zawkrze, selam tahun 1384–1399 ia kehilangan Płońsk, yang diambil oleh Ordo Teutonik. Ia merupakan putra kedua Siemowit III dan istri pertamanya Eufemie, putri Mikuláš II. Sejak ayahandanya masih hidup, Siemowit IV telah menerima wilayahnya sendiri, Rawa Mazowiecka (skt. 1373/74), dan sebagai akibat dari partisi Masovia diantaranya dan kakandanya, Janusz I setelah kematian ayahanda mereka pada tanggal 16 Juni 1381, Siemowit IV akhirnya mendapatkan totalitas wilayah-wilayahnya: Rawa, Płock, Sochaczew, Gostynin, Płońsk dan Wizna. KehidupanSiemowit IV memilih untuk menentang kakandanya, Janusz I di dalam hubungannya dengan Kerajaan Polanda - khususnya ketika ia berusaha untuk mendapatkan mahkota kerajaan. Setahun setelah akuisisi wilayah-wilayahnya sendiri, Raja Lajos I meninggal (10 September 1382), dan dengan ini muncul kesempatannya untuk mencalonkan diri untuk mahkota, yang didukung oleh bangsawan Polandia Besar dan Kujavi (yang berpusat di sekitar Bartosz Wezenborg yang berkuasa). Namun mendiang Raja telah membuat beberapa pengaturan di antara bangsawan Polandia Kecil yang menjamin dukungan kepada putri sulung dan ahli warisnya, Maria dan suaminya Sigismund dari Luksembourg. Tanpa menunggu penyelesaian yang menguntungkan, pada bulan Januari 1383, Siemowit IV berbaris memimpin pasukannya ke Polandia Besar, yang menandai awal dari Perang saudara Polandia Besar. Tanpa diduga, di Buda Ratu Janda Elizabeta dari Bosnia memutuskan untuk mengubah keputusan suaminya dan menerima pemerintahan putri bungsunya, Hedvig atas Polandia daripada Maria dan Sigismund, yang tetap sebagai pemimpin Hungaria. Keputusan ini menyebabkan beberapa pendukung Siemowit IV berharap bahwa ia dapat menikahi sang Ratu muda (meskipun sesungguhnya ia telah dijodohkan oleh Wilhelm) dan dengan ini, kedua partai dapat rujuk dan dengan ikatan ini Wangsa Piast kuno dapat mensahkan pemerintahan Angevin lebih lanjut. Langkah pertama untuk melaksanakan rencana ini adalah pencalonan resmi Siemowit IV ke mahkota kerajaan. Untuk tujuan ini, di dalam pertemuan para bangsawan dan priyayi di Sieradz Uskup Agung Bodzanta dari Gniezno, salah satu pendukungnya, mengusulkan pencalonan Siemowit IV ke atas takhta. Proposal ini dengan cepat memperoleh penerimaan luas, dan hanya berkat campur tangan voivode dari Kraków Yohanes dari Tęczyn, yang menyarakan mereka untuk menjauhkan diri dari keputusan apapun sampai kedatangan Hedvig, ide tersebut ditinggalkan. Oposisi dari Polandia Kecil ke pencalonan Siemowit IV mungkin terkait dengan rasa takut meningkatnya peran Polandia Besar di bawah pemerintahan Adipati Masovia. Argumen lain mengenai ini adalah gagasan yang muncul dari persatuan dengan Keharyapatihan Lithuania. Peristiwa-peristiwa ini tidak mengecilkan hati Siemowit IV, yang bertekad untuk mendapatkan mahkota, bahkan dengan kekerasan. Mungkin dengan sepengetahuan dan persetujuan Uskup Agung Bodzanta, ia berusaha untuk menculik Hedvig dan menikahinya, di dalam keputusasaannya untuk memenangkan takhta. Ketika bangsawan Polandia Kecil mengetahui niatnya, mereka menutup pintu-pintu gerbang Wawel kepada orang-orang Bodzanta, di antara mereka Siemowit IV bersembunyi. Mereka juga memperingatkan Hedvig, yang menetap di istana ibundanya sampai aman untuk bepergian. Meskipun kalah dari rencana-rencana ambisiusnya, Siemowit IV terus berusaha untuk mendapatkan takhta Polandia. Untuk tujuan ini, setelah membakar wilayah lawan-lawan politiknya di Książ, ia kembali ke Sieradz, dimana bagian dari bangsawan lokal mengumumkan dirinya Raja Polandia. Namun kali ini kongres tidak memiliki otoritas nyata dan untuk alasan ini, ia menunda penobatan yang diharapkannya, dan mencoba untuk menaklukkan negara itu dengan paksa. Setelah sebuah kampanye bencana dan sebuah pengepungan gagal terhadap Kalisz (Siemowit IV hanya dapat memperoleh Kujavi), beberapa pendukungnya memutuskan untuk menandatangani gancatan senjata pada tanggal 29 September 1383. Keuntungan yang lebih baik dari gencatan senjata tersebut untuk Polandia adalah bergabungnya pasukan Hungaria ke negara itu di bawah komando pribadi Sigismund dari Luksembourg. Serangan gabungan pasukan Hungaria-Polandia menyebabkan Siemowit IV mengundurkan diri dari pertempuran selanjutnya, apalagi ketika saudaranya Janusz memilih untuk mengakui Hedvig sebagai Ratu. Kekalahan Siemowit IV mengurangi banyak jumlah pendukungnya. Akibatnya, setelah penolakan akhir pada bulan Oktober 1384 dari bangsawan Polandia Kecil yang kuat untuk menikah dengan Hedvig, Adipati Masovia itu melakukan taktik yang berbeda: jika tidak mungkin baginya untuk mendpaatkan mahkota, ia memutuskan untuk memenangkan wilayah sebanyak mungkin. Kali ini pertarungan berlangsung dengan sukses untuk Siemowit IV: pada akhir tahun 1384 ia dapat menguasai Łęczyca. Namun ia segera menyadari bahwa mengingat kekuatan serikat bangsa Polandia-Lituania (yang dipastikan di Uni Krewo), jumlah pasukannya terlalu sedikit. Akhirnya, ia memutuskan untuk berdamai dengan Hedvig, yang berakhir dengan sukses pada tanggal 12 Desember 1385 dengan sebuah perjanjian yang ditandatangani, dimana Siemowit IV mengembalikan seluruh wilayah yang telah diambilnya ditukar dengan 10,000 marek perak, dan yang paling penting, ia melepaskan seluruh tuntutan atas mahkota Polandia dan memberi penghormatan kepada Ratu Hedvig dan suami barunya, Raja Władysław II Jagiełło, darimana ia menerima Kadipaten Belz sebagai mahar Putri Aleksandra dari Lituania, saudari suaminya, yang menikah dengan Siemowit IV sebagai isyarat rekonsiliasi di antara kedua belah pihak.[3][4][5][6][7] Kesaksian terakhir Siemowit IV atas pengunduran dirinya atas mahkota Polandia adalah kehadirannya di dalam upacara pembaptisan, pernikahan dan pemahkotaan Hedvig dan suaminya di Kraków. Setelah upacara-upacara tersebut, ia memperbaharui penghormatan kepada pasangan kerajaan tersebut. Setelah itu, ia bergabung dengan rombongan kerajaan ke Vilnius, dimana ia ikut serta di dalam proses Kristenisasi Lituania. Setelah akhirnya mengakui kekalahan dan membayar penghormatan kepada Raja Polandia, situasi politik Siemowit IV menurun drastis. Sebelum perang, sebagai penguasa mandiri ia dapat secara efektif manuver di antara bangsa Polandia, Lituania dan Ordo Teutonik; sekarang sebagai seorang vasal ia dipandang sebagai sekutu Kerajaan Polandia. Selain itu, di dalam rangka untuk membiayai kebijakan-kebijakannya ia membutuhkan dana dan beberapa kali menggadaikan beberapa wilayah kepada Ordo Teutonik, termasuk Wizna (selama tahun 1382-1401), Płońsk (selama tahun 1384-1399) dan Zawkrze (selama tahun 1384-1399 dan 1407-1411). Mengingat pergesekan yang tumbuh di antara Polandia dan ordo Teutonik, Siemowit IV mencoba untuk mendapatkan manfaat terbesar untuknya dan ikut campur sebagai seorang mediator. Juga, setelah pecahnya peperangan tahun 1409–1410 di antara Polandia, Lituania dan Ordo Teutonik, sikap Adipati Masovia itu tidak jelas: di satu pihak, ia mencoba untuk menghubungi Raja Sigismund dari Hungaria dan di sisi lain, ia menekan tetangganya untuk mempertahankan perdamaian. Mengingat kegagalan upaya untuk berkompromi, Siemowit IV akhirnya mengirim pasukannya ke Pertempuran Grunwald, tetapi keikutsertaannya hanya berupa simbolik, Kenyataannya, putranya, Siemovit V yang mengibarkan dua spanduk pasukannya sendiri dan berjuang bersama pasukan 'Kerajaan' Polandia dan Lituania.[8] Di dalam rangka mempertahankan hubungan persahabatan dengan Ordo Teutonik, ia menyediakan mereka dengan pengembalian uang bahkan selama kampanye; sebagai gantinya, Ordo mengembalikan Zawkrze kepada Siemowit IV, meskipun fakta bahwa di bawah Perdamaian Thorn (1411) mereka tidak diwajibkan untuk melakukannya. Meskipun subordinasi resminya ke Polandia, Siemowit IV mencoba untuk mengejar kebijakan luar negeri yang mandiri. Hal ini diungkapkan di dalam hubungan rutin dengan Raja Hungaria, Sigismund, yang ingin menyeret vasal Polandia ke sisinya dengan memberi Adipati Masovia prebend yang besar dari Keuskupan Veszprém dan harta-harta lainnya di Hungaria. Hubungan-hubungan Siemowit IV dengan Polandia meskipun beberapa partai disebabkan oleh kebijakannya yang terlalu mandiri (ia bahkan mencetak mata uangnya sendiri) tetap ramah, meskipun faktanya ia tidak memenuhi tugasnya sebagai seorang vasal, dan hanya mengirim pasukan-pasukan ke Polandia kadang-kadang ketika ia diminta untuk melakukannya. Tindakan lain dari persahabatannya dengan Raja Władysław II tercatat ketika ia menggunakan putri-putri Siemowit IV ke dalam pernikahan politik dan dukungan yang diberikan kepada putranya Aleksander di dalam karier gerejanya. Di dalam politik domestik, Siemowit IV melanjutkan restrukturisasi ekonomi yang dimulai di bawah pemerintahan ayahandanya. Untuk tujuan ini, selain undang-undang yang ada ia menetapkan hukum Kulm di beberapa kotanya dan mempromosikan kolonisasi bangsawan Masovia ke Belz. Setelah tahun 1420 Siemowit IV, karena kebutaan progresifnya, ia secara bertahap memberi keikutsertaan putra-putranya yang dewasa di dalam pemerintahan. Pada tahun 1425, sengketa mengenai pemilihan kanselirnya Stanisław z Pawłowic sebagai Uskup Płock tidak membawa sesuatu yang baik bagi Masovia, dan hanya mendesak putra-putranya, Siemowit V dan Kazimierz II menyerah dengan memalukan. Siemowit IV meninggal pada tanggal 21 Januari 1426 di Gostynin dan dimakamkan di makam bawah tanah Katedral Płock. Pernikahan dan KeturunanPada tahun 1387, Siemowit IV menikahi Aleksandra (meninggal 20 April 1434), seorang putri Lituania, putri Algirdas, Adipati Agung Lituania, dan istri keduanya, Uliana dari Tver.[9] Mereka memiliki tiga belas orang anak:
Cucu-cuc Aleksandra dan Siemowit IV termasuk Friedrich III, Kaisar Romawi Suci, Przemysław II, Zofia dari Pommern dan Doroteja Gorjanska, Ratu Bosnia. Sebelum pernikahannya, Siemowit IV adalah ayahanda dari seorang putra yang tidak sah, Miklusz (juga disebut Mikołaj; lahir seb. 1387), yang disahkan pada tanggal 29 Juni 1417 oleh Kaisar Sigismund. Tidak ada lagi yang diketahui mengenai dirinya.[10] Referensi
|