Si Gomar
Si Gomar adalah film tahun 1941 dari Hindia Belanda yang ditulis dan disutradarai Tan Tjoei Hock dan diproduseri The Teng Chun. Film yang dibintangi Hadidjah, Mohamad Mochtar, dan Tan Tjeng Bok ini mengisahkan perjalanan kakak adik yang terpisahkan oleh perampok dan tidak jadi menikah setelah keduanya dikenali oleh sepupu mereka. AlurSetelah kejar-kejaran dengan perampok, Badjoeri dan putranya, Soebardja, terpisahkan oleh sungai. Istri dan putri Badjoeri, Ramina dan Mariani, ditangkap oleh kawanan perampok. Meski mereka berhasil kabur berkat bantuan Wirama, Ramina akhirnya meninggal dunia. Badjoeri juga meninggal sesaat setelah meninggalkan Soebardja dengan Mansur. Sekian tahun berlalu, Soebardja dan Mariani pun bersiap menikah. Karena mereka dibesarkan secara terpisah oleh orang-orang yang berbeda pula, mereka tidak sadar bahwa mereka adalah kakak adik. Pernikahan mereka batal setelah sepupu mereka, Ismail, mengenali hubungan kedua calon mempelai ini.[1] ProduksiSi Gomar ditulis dan disutradarai Tan Tjoei Hock untuk Action Film, anak perusahaan Java Industrial Film (JIF). Film ini diproduseri The Teng Chun, pemilik perusahaan ini,[2] yang mempekerjakan Tan pada tahun 1940 setelah melihatnya di Prinsen Park (sekarang Lokasari).[3] Pengarahan seninya ditangani oleh Hajopan Bajo Angin. Musik film ditangani oleh Mas Sardi, sedangkan suaranya oleh saudara The Teng Chun, TS The.[2] Hadidjah, Mohamad Mochtar, dan Tan Tjeng Bok adalah bintang utama Si Gomar. Film ini juga dibintangi Bissu, Aysah, M. Sani, dan Said Thalib. Hadidjah dan Tan Tjeng Bok mengambil peran ganda; Hadidjah memerankan Ramina dan Mariani, sementara Tan Tjeng Bok memerankan Badjoeri dan Soebardja.[1] Syuting film hitam putih ini selesai bulan Agustus 1941.[4] Rilis dan tanggapanSi Gomar dirilis bulan September 1941. Ulasan anonim di Pertjatoeran Doenia dan Film memuji film ini, khususnya akting Tan Tjeng Bok dalam memerankan dua tokoh dan efek visualnya seperti gunung meletus dan kebakaran hutan.[5] Tidak lama setelah Si Gomar rampung, Action Film mulai memproduksi film lain, Singa Laoet.[4] Singa Laoet melibatkan pemeran dan kru yang sama.[6] Action Film bekerja sama dengan JIF menjadi studio paling produktif di Hindia Belanda sampai pendudukan Jepang dimulai bulan Maret 1942, sehingga semua studio dibubarkan kecuali satu.[7] Si Gomar ditayangkan pada Desember 1943.[8] Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.[9] Film-film yang dibuat di Hindia Belanda direkam di film nitrat yang mudah terbakar. Setelah kebakaran menghanguskan sebagian besar gudang Produksi Film Negara tahun 1952, film-film nitrat lama ikut lenyap.[10] Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Misbach Yusa Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.[11] Referensi
Sumber
|