Sertifikat hak guna bangunanDi Indonesia, Sertifikat hak guna bangunan atau sering dikenal sebagai SHGB adalah jenis sertifikat yang pemegangnya berhak memiliki dan mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan kepunyaan pemilik bangunan. Tanah tersebut dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maupun tanah yang dikuasai oleh perorangan atau badan hukum. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)[1] Pasal 35, sertifikat hak guna bangunan mempunyai batas waktu kepemilikan 30 tahun, dan dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.[2] Menurut Pasal 36 ayat (1) UUPA, hak guna bangunan dapat dimiliki oleh setiap WNI dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.[3][4] Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh asing melalui Penanaman Modal Asing untuk memiliki sebagian tanah atau properti untuk dijadikan lahan bisnis.[5] Sertifikat Hak Guna Bangunan dapat di tingkatkan kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik. Untuk memperolehnya, pemilik tanah perlu menghampiri kantor pertanahan di wilayah tanah/rumah tersebut berada.[6] Tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mesti dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) dengan luas kurang dari 600 meter persegi, masih menguasai tanah serta mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan yang masih berlaku ataupun sudah habis masa. Biaya kepengurusan resmi (tahun 2016) adalah Rp 6 juta rupiah. Lihat pulaReferensi
Pranala luar |