Serangan Samudra Hindia (1944)

Serangan Samudra Hindia Kedua
Bagian dari Perang Pasifik
Gambaran kapal penjelajah berat kelas Aoba
Gambaran kapal penjelajah berat kelas-Aoba.
Tanggal1–16 Maret 1944
LokasiSamudra Hindia
Hasil tidak meyakinkan
Pihak terlibat
 Jepang  United Kingdom
Tokoh dan pemimpin
Kekaisaran Jepang Laksamana Muda Naomasa Sakonju
Kekuatan
3 kapal penjelajah berat
Korban
tidak ada 1 kapal uap tenggelam,
3 terbunuh,
banyak korban luka
  • Antara 72 atau 89 koban Inggris yang selamat dieksekusi oleh Pasukan Jepang setelah dijadikan tahanan.

Serangan Samudra Hindia (1944) atau サ号作戦 (さごうさくせん, Sagou sakusen, Operasi Sa-go) merupakan bagian kedua dari Serangan Samudra Hindia. Pada bulan Maret 1944, tiga kapal penjelajah berat milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (IJN) melakukan penyerangan berkala terhadap kapal ekspedisi milik Sekutu di Samudra Hindia. Ketiga kapal penjelajah berat tersebut meninggalkan daerah kekuasaan Jepang pada 1 Maret dengan dukungan dari kapal dan pesawat Kekaisaran Jepang lainnya. Karena takut ketahuan, ketiga kapal tersebut sering bolak-balik ke/dari Hindia Belanda (NEI).

Pembantaian

Laksamana Madya Naomasa Sakonju

Pada 9 Maret, ketiga kapal penjelajah tersebut bertemu dengan kapal uap Behar dan langsung menenggelamkannya. Tone menyelamatkan lebih dari 100 korban selamat. Segera setelah korban selamat dari Behar diangkut, Sakonju mengirim sebuah pesan melalui radio kepada opsir komando Tone, Kapten Haruo Mayuzumi, untuk meminta Mayuzumi mengambil tahanan personal yang kurang penting dan jangan membajak kapal dagang. Sakonju juga memerintahkan agar semua korban yang selamat untuk dibunuh. Mayuzumi tidak mau melakukannya, karena hal itu bertentangan dengan kepercayaannya sebagai umat Kristen. Opsir eksekutifnnya, Komandan Junsuke Mii, juga tidak setuju untuk membunuh para tahanan. Mayuzumi mengirimkan pesan radio kepada Sakonju bahwa sebaknya para tahanan dilepaskan di pinggir pantai saja, Namun Sankoju menolaknya. Mayuzumi kemudian mengunjungi kapal Aoba untuk membicarakan hal ini, namun Sakonju tetap bersikeras dan menyuruh Mayuzumi untuk mematuhi perintahnya. Walaupun tidak dipatuhi, Mayuzumi memutuskan untuk membunuh para tahanan.

Pada 15 Maret, ketiga kapal penjelajah berat tersebut berlabuh di Tanjung Priok. Setelahnya, ada 15 atau 36 korban selamat dipindahkan ke Aoba.(II)

Ketiga kapal tersebut berlayar dari Tanjung Priok menuju Singapura pada 18 Maret. Malamnya, semua tahanan yang berada di kapal Tone dipenggal oleh opsir di kapal tersebut.[1] Mayuzumi menyaksikan pembantaian anjungan kapal. Mii pun menolak untuk ikut serta dalam pembantaian tersebut.

Akhir cerita

Aoba, Chikuma dan Tone sampai di Singapura pada 25 Maret. Serangan Samudra Hindia merupakan operasi terakhir yang dilancarkan oleh kapal penyerbu permukaan milik Axis dalam Perang Dunia II. Akhirnya, Behar merupakan kapal dangan Sekutu yang ditenggelamkan oleh kapal penyerbu permukaan selama perang dunia.[2]

Kekaisaran Jepang tidak berusaha untuk mengkapitalisasi keuntungan jumlah pasukan mereka di daerah tersebut dan pada akhir bulan mereka semua pergi memberikan bantuan untuk armada bagian Timur. Hal ini membuka kesempatan untuk Somerville untuk memulai penyerbuan berbasis kapal induk dimulai dari penyerangan ke Sabang pada 19 April 1944.[3]

Setelah perang berakhir, Sekutu mengadili opsir yang terlibat dalam pembataian di atas kapal Tone. Laksamana Madya Takasu meninggal karena sakit pada September 1944. Sakonju diadili oleh Inggris pada 1947 di Hong Kong dan mendapat hukuman mati.[4] Mayuzumi juga dihukum karena ikut membunuh dan dipenjara selama tujuh tahun.

Catatan

Catatan kaki
  • ^(I) Jumlah korban selamat dari kapal Behar berbeda dalam berbagai sumber. Lamont-Brown (2002), hal. 111 menyatakan bahawa 108 dari 111 orang; sementara while Gill (1968), hal. 389 menyatakan semua 104 kru diselamatkan.
  • ^(II) Gill (1968), hal. 389 menyatakan 15 korban selamat dari kapal Behar didaratkan di Tanjung Priok; sementara Lamont-Brown (2002), hal. 112 menyatakan itu di halaman 36.
Kutipan
  1. ^ Lamont-Brown (2002), hal. 112–114
  2. ^ Roskill (1960), hal. 351
  3. ^ Roskill (1960), hal. 354-6
  4. ^ Fuller (1992), hal. 284

Referensi

Kembali kehalaman sebelumnya