Senduduk
Senduduk (Melastoma malabathricum) adalah tumbuhan semak (shrub) dan termasuk ke dalam keluarga Melastomataceae. Tumbuhan ini mempunyai bunga berwarna ungu cerah dengan batang kemerahan yang berbulu, biasanya tumbuh di padang rumput terbuka atau hutan. Tumbuhan ini berasal dari Melanesia, Jepang, Australia dan menyebar luas ke seluruh daerah tropis, juga dapat ditemukan di Indonesia. Salah satu tempat persebarannya di kecamatan Ndoso, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.[1] Beberapa pasar tradisional di Jawa Barat masih ada yang menjual bunga senduduk, khususnya benang sari, yang digunakan sebagai bahan sayuran.[2] PenamaanOrang Sunda menyebutnya haréndong, di Jawa namanya kluruk atau senggani, dan di Sumatera dikenal senduduk, sekeduduk atau keduduk. DeskripsiTumbuhan liar ini memiliki bunga dengan mahkota ungu. Bentuknya bundar telur, buah dan bijinya seperti kapsul yang mendaging, panjangnya sekitar 6,5 – 11,5 mm dengan lebar 5 – 10,5 mm. Ketika matang, buahnya pecah.[2] KegunaanMasyarakat lokal di Manggarai menggunakan daun tumbuhan ini untuk mengobati tumor. Di Lampung, masyarakat menggunakan buahnya untuk campuran tinta menulis. M. malabathricum dapat berperan sebagai fitoremediasi untuk hiperakumulator aluminium. Di Amerika, tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang berbahaya. Namun pedagang tumbuhan obat di pasar tradisional Kabanjahe, Sumatera Utara, memanfaatkan daun senduduk untuk mengatasi diare, patah tulang, dan bahan sauna. Daunnya juga dimanfaatkan oleh etnis Batak Simalungun di Sumatera Utara, untuk mengatasi gangguan saluran pencernaan dan luka. Sedangkan masyarakat Suku Dayak Pesaguan di Kalimantan Barat, memanfaatkan senduduk untuk mengatasi kejengkolan (keracunan karena makan jengkol), kejang, dan ayan. Suku Dayak Iban juga memanfatkannya untuk mengatasi sakit perut dan sariawan, sedangkan Suku Anak Dalam di Jambi memanfaatkan untuk mengatasi diare.[3] Tanaman ini juga memiliki khasiat sebagai obat luka. Caranya, daun dikunyah, ditumbuk, dan dioleskan pada luka sebagai pasta, atau dicincang halus dan diperas. Air perasan dioleskan pada luka untuk menghentikan pendarahan. Sedangkan air rebusan daunnya dapat digunakan untuk mengobati luka bekas cacar dengan cara membasuh luka tersebut.[4] Selain itu juga dapat mengobati:[4]
Senyawa bioaktifPemanfaatan tumbuhan ini sebagai obat tradisional berhubungan dengan senyawa bioaktifnya. Sebagai contoh bioaktivitas sebagai antioksidan banyak dihubungkan dengan kandungan senyawa fenolik. Banyaknya khasiat sebagai obat tradisional ini tak lain karena ekstrak kloroform daun M. malabathricum memiliki bioaktivitas sebagai antinociceptive, antiinflamantori, dan antipiretik. Kegunaan lainTanaman ini telah lama digunakan masyarakat lokal Indonesia maupun negara lain sebagai bahan pangan dan pewarna Lihat jugaReferensi
|