Sendang Tirto Kamandanu
Sendang Tirto Kamandanu adalah salah satu tempat wisata edukasi dan merupakan warisan budaya yang masih tetap dilestarikan yang berlokasi di Dusun Menang RT 03 RW 03 Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Sendang Tirto Kamandanu ini terletak 200 meter dari petilasan atau tempat mokhsanya Raja Kediri Sri Aji Jayabaya. EtimologiRaja Kediri Sri Aji Jayabaya sering melakukan semadi atau bertapa di Sendang Buntung atau Kali Buntung. Kemudian Sendang Buntung beralih nama menjadi Kolosonyo. Setalah dilakukan pemugaran pada tahun 1980 oleh yayasan Hondodeto diberilah nama Sendang Tirto Kamandanu dalam dialeg bahasa jawa Sendang berarti kolam alami, sedangkan Tirto Kamandanu memiliki makna sumber mata air yang memberi kehidupan. Jadi sesuai namanya Sendang Tirto Kamandanu ini merupakan kolam alami yang berisi sumber mata air yang memberi kegunaan beraneka ragam bagi makhluk hidup.[1] SejarahSedang Tirto Kamandanu merupakan situs peninggalan kerajaan di masa pemerintahan Raja Kediri Sri Aji Jayabaya pada abad ke-12 silam, yang telah dipugar atas prakarsa yayasan Hondodeto Yogyakarta, dan didukung oleh segenap lapisan masyarakat. Tempat ini merupakan “Patirtan” (mata air yang dianggap suci) yang digunakan pada masa pemerintahan sang prabu Sri Aji Jayabaya dan masih lestari sampai sekarang. Pada masanya difungsikan sebagai kaputran atau tempat bermain putra–putri raja.[2] Selain sebagai tempat pemandiaan, air Sendang Tirto Kamandanu ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan pengunjung sesuai dengan kseyakinan masing–masing. Hal ini seiring keyakinan masyarakat bahwa Sendang Tirta Kamandanu ini digunakan untuk melukad (mandi dan bersuci) oleh sang prabu Sri Aji Jayabaya sebelum melakukan “Prama Mokhsa” (kembali menghadap Tuhan beserta dengan raganya).[3] TradisiSetiap tanggal 1 pada bulan Muhararm (kalender hijriah) atau tanggal 1 sura (dalam bahasa jawa) diadakan upacara adat oleh yayasan Hondodento Yogyakartan bersama dengan pemerintah Kabupaten Kediri. Dimana dalam pelaksanaanya digelar berbagai prosesi ritual napak tilas. Acara ini diadakan untuk menghormati Jayabaya dan sekaligus dijadikan agenda wisata budaya rutin tiap tahun. Rangkaian proses tersebut diawali dengan doa bersama yang digelar di balai desa Menang. Prosesi dilanjutkan dengan upacara adat yaitu kirab atau iring–iringan menuju petilasan (tempat yang diyakini sebagai tempat mokhsanya Sri Aji Jayabaya). Dalam barisan kirap dengan mengenakan busana jawa terdiri dari para sesepuh, pembawa payung pusaka, pembawa bunga, dan warga sekitar. Beberapa prosesi upacara digelar di petilasan antara lain prosesi tabur bunga, prosesi utama yakni penyemayaman pusaka Jayabaya di lokasi petilasan, dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh sesepuh. Segala prosesi ritual diakhiri di Sendang Tirto Kamandanu. Hal ini diyakini dapat membuang sial dan pengaruh jahat. Selain pada tanggal 1 sura, Sendang Tirto Kamandanu ini banyak dikunjungi oleh peziarah. Tercatat pernah dikunjungi orang–orang penting di negeri ini, yang tujuannya beragam ada yang sekadar cuci tangan atau kaki, atau juga ada mandi, dan adapula yang mengambil air didalamnya dan di bawa pulang.[4] ArsitekSendang Tirto Kamandanu ini merupakan bangunan perpaduan 3 agama yakni Hindu, Budha, dan Islam. Pada bagian patung di Sendang Tirto Kamandanu merupakan patung Hindu yang bernama patung Herihara, bagian depan patung yaitu Trimurti (Siwa, Brahma, Wisnu) dan bagian belakangnya patung Ganesha. Sedangkan pada gapura menggunkan corak Budha, dan semua bangunan di bangung oleh orang Islam.[5] Referensi
Pranala luar
|