Sekolah teknik menengah

Sekolah teknik menengah adalah salah satu jenis sekolah yang telah diselenggarakan sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia. Pemerintah Indonesia kemudian menerapkan kembali sekolah teknik menengah sejak tahun pertama kemerdekaan Indonesia. Masa sekolah di sekolah teknik menengah selama 3 tahun. siswa yang dapat bersekolah di sekolah teknik menengah berasal dari sekolah menengah pertama yang memilih konsentrasi ilmu pasti dan ilmu alam, serta siswa sekolah teknik tahun keempat. Istilah sekolah teknik menengah dihapuskan pada Kurikulum 1984 dan diganti dengan sekolah menengah kejuruan.

Kurikulum

Kurikulum sebelum kemerdekaan Indonesia

Sekolah teknik menengah merupakan salah satu hasil pola pendidikan yang telah diterapkan di Indonesia pasca pendudukan Jepang.[1] Dalam pola pendidikan ini, sekolah teknik menengah masuk dalam kategori sekolah kejuruan dari cabang sekolah perindustrian.[2] Selain itu, sekolah teknik menengah termasuk dalam sekolah menengah tinggi yang merupakan bagian dari pendidikan menengah.[3] Proses pendidikan di sekolah teknik menengah berlangsung selama 3 tahun.[4]

Kurikulum pasca kemerdekaan Indonesia

Sekolah teknik menengah telah menjadi salah satu bagian dari kurikulum di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia.[5] Pada tanggal 3 September 1946, Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menetapkan bahwa pendidikan dasar terdiri dari sekolah rakyat dan sekolah lanjutan pertama. Sekolah rakyat terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang mengadakan pengajaran selama 3 tahun dan 4 tahun. Sementara sekolah teknik menengah dimasukkan sebagai bagian dari sekolah lanjutan pertama.[6]

Penyelenggaraan sekolah teknik menengah masih berlangsung hingga penetapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954. Kedua untang-undang ini menetapkan tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran.[5] Dari periode 1950 hingga 1975, STM tetap dimasukkan dalam kategori pendidikan kejuruan.[7]

Pada tahun 1950, sekolah teknik menengah dibagi menjadi 15 jurusan. Kelima belas jurusan ini adalah:[8]

  1. Jurusan Bangunan Jalan dan Air
  2. Jurusan Bangunan Gedung
  3. Jurusan Bangunan Kapal
  4. Jurusan Kimia
  5. Jurusan Listrik
  6. Jurusan Mesin
  7. Jurusan Mesin Kapal
  8. Jurusan Radio
  9. Jurusan Tambang
  10. Jurusan Pemeliharaan Mesin Uap
  11. Jurusan Pemeliharaan Mobil
  12. Jurusan Pemeliharaan Alat Listrik
  13. Jurusan Instrumen Pesawat Terbang
  14. Jurusan Rangka Motor dan Pesawat Terbang
  15. Jurusan Ukiran

Jumlah sekolah menengah teknik di Indonesia pada tahun 1950 sebanyak enam sekolah. Jumlahnya bertambah menjadi 18 sekolah pada tahun 1958.[9]

Kurikulum 1984

Pada Kurikulum 1984, posisi Menteri Pendidikan di Indonesia dijabati oleh Wardiman Djojonegoro. Ia mengganti banyak istilah di dalam pendidikan Indonesia. Sistem semester diganti dengan sistem catur wulan. Nama sekolah menengah pertama (SMP) diubah menjadi sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan dimasukkan dalam kategori pendidikan dasar. Kebijakan ini juga berlaku pada pendidikan menengah termasuk sekolah teknik menengah (STM). Nama untuk pendidikan menengah hanya ditetapkan sebanyak 2 nama yaitu sekolah menengah umum (SMU) dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Dalam hal ini, nama STM diganti menjadi SMK.[10]

Penerimaan siswa

Siswa yang diterima di sekolah teknik menengah ada dua. Pertama, siswa lulusan dari sekolah menengah pertama bagian B dan siswa lulusan dari sekolah teknik (tahun keempat).[4] Siswa sekolah menengah pertama bagian B merupakan siswa sekolah menengah pertama yang rencana pelajarannya terpusat kepada ilmu pasti dan ilmu alam.[11] Sementara siswa dari sekolah teknik tahun keempat hanya terdiri dari jurusan bangunan, jurusan listrik dan jurusan kimia.[12]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Soekarwo (2019). Masda, Yulian, ed. Dual Track Strategy: Pendidikan Vokasional dan Pelatihan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hlm. xiii. ISBN 978-602-04-9710-5. 
  2. ^ Poesponegoro, M. D., dan Notosusanto, N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: PN Balai Pustaka. hlm. 187–188. 
  3. ^ Darmadi, Hamid (2019). Pengantar Pendidikan Era Globalisasi. An1mage. hlm. 200. ISBN 978-602-6510-79-2. 
  4. ^ a b Safwan 1985, hlm. 72.
  5. ^ a b Daulay, Haidar Putra (2019). Pendidikan Islam di Indonesia: Historis dan Eksistensinya. Jakarta: Kencana. hlm. 54. ISBN 978-602-422-243-7. 
  6. ^ Poesponegoro, M. D., dan Nugroho (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 287. ISBN 979-407-412-8. 
  7. ^ Maro'ah, S., dan Surjanti, J. (2020). Titik Balik Pendidikan: Kisah Tiada Akhir. Sleman: Deepublish. hlm. 51. ISBN 978-623-02-1057-0. 
  8. ^ Suradi Hp., dkk. 1986, hlm. 65-66.
  9. ^ Suradi Hp., dkk. 1986, hlm. 66.
  10. ^ Darmaningtyas (2004). Gusmian, I., dan Dema, S., ed. Pendidikan yang Memiskinkan. Yogyakarta: Galang Press. hlm. 77–78. ISBN 979-3627-03-4. 
  11. ^ Safwan 1985, hlm. 70.
  12. ^ Safwan 1985, hlm. 71.

Daftar pustaka

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya