Sejarah baruIstilah sejarah baru, dari istilah Bahasa Prancis nouvelle histoire, pertama kali digunakan oleh Jacques Le Goff[1] dan Pierre Nora, pemimpin generasi ketiga Aliran Annales pada 1970-an. Gerakan ini dapat dikaitkan dengan sejarah budaya, sejarah perwakilan dan sejarah mentalitas.[2] Definisi inklusif gerakan sejarah baru atas permasalahan kajian sejarahnya juga telah memberinya label sejarah total. Gerakan ini kontras dengan cara tradisional penulisan sejarah yang berfokus pada politik dan 'tokoh besar'. Sejarah baru menolak desakan untuk menyusun narasi sejarah; penekanan berlebihan pada dokumen administratif sebagai materi sumber dasar; perhatian pada motivasi dan niat individu sebagai faktor penjelas peristiwa sejarah; dan kepercayaan lama pada objektivitas. Pendekatan ini ditolak oleh para sejarawan Marxis karena mengecilkan apa yang diyakini kaum Marxis sebagai peran sentral kelas dalam membentuk sejarah.[3] Sejarah di sekolahPengajaran sejarah di sekolah-sekolah Prancis dipengaruhi oleh Nouvelle Histoire, yang disebarluaskan pada 1960-an dan 1970-an oleh Cahiers pédagogiques and Enseignement dan jurnal lain untuk para guru. Berpengaruh juga adalah Institut national de recherche et de documentation pédagogique (INRDP). Joseph Leif, inspektur jenderal pelatihan guru mengatakan, siswa harus belajar tentang pendekatan sejarawan serta tentang fakta-fakta dan tanggal. Louis François, dekan kelompok sejarah/geografi di Inspectorate of National Education, menyarankan para guru untuk menyediakan dokumen bersejarah dan mempromosikan "metode aktif", yang dapat memberi siswa "kebahagiaan luar biasa atas penemuan". Para pendukungnya mengatakan sejarah baru berlaku sebagai reaksi terhadap metode penghafalan nama dan tanggal yang dikaitkan dengan pembelajaran tradisional dan membuat siswa bosan. Tradisionalis memprotes keras karena menganggap hal itu sebagai inovasi pascamodern yang mengancam anak muda untuk mengabaikan patriotisme dan identitas nasional Prancis.[4] Jerman"Nouvelle histoire" menjadi kontroversial setelah 1945 di historiografi Jerman, karena sangat mempengaruhi kajian abad pertengahan.[5] Namun, sebagian besar sejarawan Jerman menganggap pendekatan tersebut terlalu positivistik bagi selera mereka, serta tidak cukup filosofis.[6] Lihat pulaReferensi
Bacaan lebih lanjut
|