Sastra Jawa Modern

Sastra Jawa Modern muncul setelah pengaruh penjajah Belanda dan semakin terasa di Pulau Jawa sejak abad kesembilan belas Masehi.

Para cendekiawan Belanda memberi saran para pujangga Jawa untuk menulis cerita atau kisah mirip orang Barat dan tidak selalu berdasarkan mitologi, cerita wayang, dan sebagainya. Maka, lalu muncullah karya sastra seperti di Dunia Barat; esai, roman, novel, dan sebagainya. Genre yang cukup populer adalah tentang perjalanan.

Gaya bahasa pada masa ini masih mirip dengan Bahasa Jawa Baru. Perbedaan utamanya ialah semakin banyak digunakannya kata-kata Melayu, dan juga kata-kata Belanda.

Pada masa ini (tahun 1839, oleh Taco Roorda) juga diciptakan huruf cetak berdasarkan aksara Jawa gaya Surakarta untuk Bahasa Jawa, yang kemudian menjadi standar di pulau Jawa.

• Lelampahaning Purwalelana, Raden Mas Purwalelana (jeneng sesinglon) 1875-1880
• Rangsang Tuban, Padmasoesastra, 1913
• Ratu, Krishna Mihardja, 1995
• Tunggak-Tunggak Jati, Esmiet
• Lelakone Si lan Man, Suparto Brata, 2004
• Pagelaran, J. F. X. Hoery
• Banjire Wis Surut, J. F. X. Hoery
• Sawiji Dina Sawiji Mangsa, Supali Kasim
• Ronggéng Dhukuh Paruk Banyumasan, Ahmad Tohari

• G. Quinn, The novel in Javanese: aspects of its social and literary character, 1992.
• G. Quinn, Novel berbahasa Jawa: berbagai aspek tentang ciri sastra dan sosialnya, (penerjemah dari bahasa Inggris: Raminah Baribin), 1995.

• Hadiah Sastera Rancagé

• Sastra Jawa